Tuntutan-tuntutan dan peristiwa yang dialami buruh di atas juga dialami oleh guru kebanyakan di Indonesia per-hari ini yang tidak kunjung terselesaikan. Apalagi guru yang menyandang honorer. Fase kerja lembur, gajian telat dan juga tidak seberapa, kebutuhan menumpuk, tuntutan sosial, dan beban moral sebagai guru di Indonesia menjadi hal yang tak bisa dielakkan.
Akhir-akhir ini, ramai perbincangan dan booming hashtag #janganjadiguru dan #janganjadidosen di media sosial X (semula Twitter) menjadi sorotan utama untuk saya hadiahkan di Hari Pendidikan Nasional melalui tulisan ini. Di dalam hashtag tersebut berbondong-bondong membagikan cuitan-cuitan, banyak juga beberapa potongan struk gajian mereka sebagai tenaga pendidik.
Bahkan tidak sedikit juga beberapa akun yang membandingkan antara pengalaman mereka sebagai guru di luar Indonesia dengan pengalaman mereka sebagai guru di Indonesia. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak lagi bisa dipandang sebelah mata karena akan berdampak pada konstruk dan stigma khalayak umum terhadap kesejahteraan guru di Indonesia.
Bayangkan saja, orang-orang yang awalnya bercita-cita menjadi guru, seketika berpaling muka saat melihat hashtag tersebut. Atau bisa saja mereka menggapai cita-citanya di negara lain. Niscaya Indonesia bukan menyambut bonus demografi, melainkan bencana demografi. Padahal sudah banyak bermunculan narasi terkait kenaikan dan penyejahteraan guru, namun sampai sekarang belum juga ada review jujur terkait kepuasan menjadi guru di Indonesia.
Wacana paling terbaru, setelah banyaknya wacana yang telah ditimbun terkait manajemen guru dan dosen yakni pada tanggal 23 Februari 2024. Wacana tersebut berbunyi, "Menteri PANRB dan Mendikbudristek Diskusi Transformasi Manajemen Guru dan Dosen". Parahnya, wacana tersebut lahir di tengah-tengah maraknya hashtag propaganda untuk tidak menjadi guru di Indonesia.
Kejadian yang sama juga terjadi ketika ada aksi demonstrasi menuntut kenaikan gaji guru. Ambillah contoh kasus lama di tahun 2013 di Jakarta yang berisi ancaman Ahok untuk tidak menaikkan gaji jika para guru honorer demo. Dan kasus terbaru, Bupati Sabu Raijua yang cekcok, adu mulut dengan guru ketika demo dengan tuntutan tunjangan sertifikasi guru.
Dari studi kasus di atas, saya menyimpulkan bahwa kesejahteraan dan kemakmuran guru yang juga merasakan beban sebagai buruh di Indonesia hanya bersifat momentual. Oleh karena itu, marilah kita merefleksikan kembali atas apa yang telah lalu dan apa yang akan terjadi di momen Hari Buruh Internasional dan Hari Pendidikan Nasional yang diperingati secara berurutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H