Bank syariah pertama kali muncul di Indonesia adalah diawali dengan berdirinya bank muamalat pada tahun 1991 yang merupakan kerja tim antara MUI dan perbankan, lalu bank muamalat baru bisa beroperasi penuh setahun setelah berdirinya. Pada periode terbentuknya bank syariah tersebut pemerintah kemudian mengeluarkan undang-undang nomor 7 tahun 1992 yang memperkenalkan tentang system bagi hasil pada suatu usaha bank umum maupun Badan Perkreditan Rakyat (BPR). Setelah berdirinya dan ditetapkannya undang-undang mengenai perbankan syariah tak lama selang beberapa waktu undang-undang perbankan syariah juga mengalami perubahan seperti pada undang-undang nomor 7 tahun 1992 yang dirubah menjadi undang-undang nomer 10 tahun 1998 kemudian terakhir perubahan terjadi pada tahun 2008 nomer 21 yang mengatur beberapa ketentuan baru seperti otoritas fatwa dan komite perbankan syariah, pembinaan dan pengawasan, pemilihan Dewan Pengawas Syariah (DPS) serta konversi Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Perubahan-perubahan tersebut bertujuan untuk menjadikan perbankan syariah lebih luas dan fleksibel pengaplikasiannya.
Lalu dalam benak kita sekarang kenapa harus bank syariah?, memangnya kenapa dengan bank konvensional?
Bank syariah didirikan untuk keperluan umat muslim sebagai lalu lintas pembayaran yang menggunakan prinsip syariah sekaligus menghindari riba dari bunga bank konvensional. Lalu apa perbedaanya dengan bank konvensional, bank konvensional hanya berorientasi pada profid oriented semata kemudian keuntungannya pun diambil dari bunga pinjaman dimana setiap pinjaman yang diberikan oleh bank konvensional entah si peminjam itu untung maupun rugi, si peminjam tetap harus mengembalikan pinjamannya secara utuh tanpa melihat kondisi dari si peminjam. Sedang untuk perbankan syariah orientasinya pada profid oriented dan kemakmuran sekaligus kebahagiaan dunia akhirat serta keuntungannya diambil dari bagi hasil antara nasabah dan perbankan, hubungannya pun dalam perbankan syariah antara bank dan nasabah disebut kemitraan yaitu sebagai suatu kerjasama apabila pada satu pihak si nasabah mengalami kerugian maupun kecelakaan dalam menjalankan suatu usahanya maka bank akan memberikan dispensasi (keringanan) bagi si nasabah untuk mengembalikan pinjamannya. Didalam perbankan syariah juga terdapat dewan pengawas syariah yang bertugas sebagai orang yang memiliki kecakapan hukum muamalah, hukum ekonomi dan perbankan sekaligus memiliki integritas, kompetensi dsn reputasi keuangan yang sesuai prinsip syariah.
Mungkin banyak dari masyarakat yang masih beranggapan bahwa Bank Syariah dan Bank Konvensional itu sama saja. Padahal sebenarnya, bank syariah dan bank konvensional mempunyai perbedaan-perbedaan yang patut untuk di cermati. Berikut ini adalah perbedaan-perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional:
1. Segi Akad
Dalam bank syariah akad yang dilakukan memiliki konsekuensi dunia dan akhirat karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Setiap akad dalam perbankan syariah baik dalam hal barang, pelaku, transaksi maupun ketentuan lainnya haruslah memenuhi syarat-syarat berikut:
Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal karena hukum syariah.
Harga barang dan jasa harus jelas
Tempat penyerahan harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi
Barang yang di transaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan, tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.
Sedangkan dalam bank konvensional transaksi atas barang dan jasa yang ditawarkan oleh bank mencakup yang halal dan haram, serta diperbolehkannya transaksi short sale dalam pasar modal.
Setiap akad dalam perbankan syariah baik dalam barang, pelaku, transaksi maupun ketentuan biaya harus memenuhi rukun dan syarat.
2. Investasi
Proyek yang dibiayai oleh Bank Syariah tentunya merupakan proyek yang jelas mengandung beberapa hal pokok antara lain:
Proyek yang dibiayai merupakan proyek halal
Proyek yang bermanfaat bagi masyarakat
Proyek yang dibiayai merupakan proyek yang menguntungkan bagi bank maupun mitra usaha
Sebaliknya Bank Konvensional, tidak mempertimbangkan jenis investasinya, akan tetapi penyaluran dananya dilakukan untuk perusahaan yang menguntungkan, meskipun menurut syariah islam tergolong produk yang tidak halal. Misalnya proyek perusahaan minuman keras, dapat dibiayai oleh Bank Konvensional apabila proyeknya menguntungkan. Namun sebaliknya, meskipun menguntungkan, apabila produknya haram seperti pabrik minuman keras maka Bank Syariah tidak akan membiayai.
3. Return
Return yang diberikan oleh bank syariah kepada pihak investor, dihitung dengan menggunakan sistem bagi hasil, sehingga adil bagi kedua belah pihak. Dari sisi penghimpun dana pihak ketiga, bila bank syariah memperoleh pendapatan besar, maka nasabah investor juga akan menerima bagi hasil yang besar, dan sebaliknya bila hasil bank syariah kecil maka bagi hasil yang dibagikan kepada nasabah investor juga akan menurun. Return yang diberikan atau diterima oleh bank syariah akan selalu berfluktuasi, sangat tergantung pada hasil usaha yang dilaksanakan oleh mitra usaha baik bank aupun nasabah. Sebaliknya dalam bank konvensional, return yang diberikan maupun yang diterima dihitung berdasarkan bunga. Bunga dihitung dengan pokok pinjaman atau pokok penempatan dana, sehingga hasilnya akan tetap. Dengan sistem seperti ini maka kemungkinan akan ada salah satu pihak yang dirugikan, sementara bank akan selalu untung.
4. Orientasi
Orientasi bank syariah dalam memberikan pembiayaannya adalah falah dan profit oriented.Bank syariah memberikan pembiayaan semata-mata tidak hanya berdasarkan keuntungan yang diperoleh atas pembiayaan yang diberikan, akan tetapi juga mempertimbangkan pada kemakmuran masyarakat. Aspek sosial kemasyarakatan menjadi pertimbangan bagi bank syariah dalam menyalurkan dananya ke pihak pengguna dana. Sedangkan Bank konvensional akan memberikan kredit kepada nasabah bila usaha nasabah menguntungkan tanpa mempertimbangkan kemakmuran masyarakat.
5. Hubungan Bank dengan nasabah
Hubungan bank syariah dengan nasabah pengguna dana merupakan hubungan kemitraan. Bank bukan sebagai kreditor, akan tetapi sebagai mitra kerja dalam usaha bersama antara bank syariah dan debitur. Kedua pihak memiliki kedudukan yang sama. Sehingga hasil usaha atas kerja sama yang dilakukan oleh nasabah pengguna dana, akan dibagi hasilkan dengan bank syariah dengan nisbah yang telah disepakati bersama dan tertuang dalam akad.
6. Dewan pengawas
Dewan pengawas bank syariah meliputi beberapa pihak antara lain: komisaris, Bank Indonesia, Bapepam dan dewan pengawas syariah. Semuanya memiliki fungsi masing-masing. Khusus dewan pengawas syariah tugasnya ialah:
Mengawasi jalannya operasional bank syariah agar sesuai dengan prinsip syariah.
Memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank syariah agar sesuai dengan prinsip syariah
Diangkat sebagai pemegang saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI)
7. Penyelesaian sengketa
Permasalahan yang muncul di bank syariah akan diselesaikan dengan musyawarah. Namun apabila musyawarah tidak dapat menyelesaikan masalah maka permasalahan antara bank syariah dan nasabah akan diselesaikan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama. Bank konvensional akan menyelesaikan sengketa melalui negoisasi. Bila negoisasi tidak dapat dilaksanakan, maka penyelesaiannya melalui pengadilan negeri setempat.
Jadi bank syariah yang sebenarnya tentu benar-benar berbeda dengan bank konvensional, terutama dalam aspek prinsipnya. Namun ada juga bank syariah di indonesia yang masih menggunakan sistem konvensional dan hanya mengubah istilah-istilahnya saja. Nah, disinilah pentingya kita mengetahui perbedaan-perbedaan bank syariah dan bank konvensional yang sebenarnya. Dengan begini, kita bisa lebih cermat dalam memilih bank syariah yang benar-benar menerapkan prinsip syariah. Dan tentu dengan mengetahui perbedaan tersebut kita telah mengetahui alasan kenapa kita harus beralih ke perbankan syariah, terutama bagi seorang muslim.
Selain itu manajemen finansial bank syariah juga terbukti lebih aman. Contohnya kasusnya adalah kekuatan bank syariah dalam menahan dampak krisis ekonomi global di Indonesia yang terjadi pada 1998. Krisis ekonomi global kala itu telah menyebabkan hampir semua bank konvensional bangkrut, hanya Bank Muamalat sebagai satu-satunya bank syariah yang relatif kuat menahan krisis.
Jadi sekarang terserah anda untuk memilih mana yang terbaik dalam hal bisnis untuk suatu usaha maupun keuangan anda, tentu semua akan kembali pada individu masing-masing orang entah sebagai muslim maupun tidak semua bebas menggunakan perbankan syariah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H