Ku berjalan menuju keberadaan tahu bulat itu, di bawah rintihan hujan yang tiada deras juga tiada terang, menorehkan genangan air di jalan sana-sini. Perlu berapa ribu nih belinya, hmmmm karena Cuma cemilan jadi butuh lebih banyak porsi dong. Otakku masih saja memikirkan ini itu, apalah aku yang hanya anak kosan beruang saku secukupnya, cukup untuk makan sebulan.
Wahhh..... tak disangka tahu bulat banyak yang antri, bahkan dibawah hujan yang merintik ini, banyak juga pemburu tahu bulat. Di antrian panjang itu, berdiri di sebelahku pemuda berjaket kulit warna hitam, nampak mirip tukang ojek jaman dulu, hihi. Sesekali tak sengaja beradu tatap, jadi kikuk ketika bibir ini merespon dengan senyuman.
Selang beberapa detik, ia menanyakan statusku.
"mahasiswa sini mbak?"
"hmmm iya mas"
"semester berapa ?"
"semester tujuh, masnya mahasiswa juga ?"
"iya kampus sebelah"
"oh semester berapa"
"semester sembilan, haha tua ya?"
"haha iyaaa"Â sontak saja aku membenarkan dan tertawa, memang benar begitu akupun setuju setuju saja. Obrolan semakin panjang sembari menunggu tahu tahu di goreng. Dia menceritakan mengapa ia belum lulus, dan membicarakan kegiatannya ini itu yang padat.