Sejak diundangkannya Undang-Undang Pelayaran No. 17 Tahun 2008 ("UU Pelayaran 2008"), khususnya Pasal 337, muncul pertanyaan tentang hubungannya dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ("KUHD") dalam mengatur ketenagakerjaan awak kapal Indonesia. Pasal 337 UU Pelayaran 2008 menyatakan bahwa "ketentuan mengenai ketenagakerjaan di bidang pelayaran diatur dengan undang-undang di bidang ketenagakerjaan". Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah KUHD, yang selama ini menjadi landasan hukum utama ketenagakerjaan awak kapal, masih berlaku?
Analisis
Sebelum UU Pelayaran No 17 Tahun 2008, KUHD menjadi sumber hukum utama bagi ketenagakerjaan awak kapal, mengatur berbagai aspek seperti kontrak kerja pelaut, gaji, jam kerja, dan keselamatan kerja. Namun, KUHD dianggap memiliki beberapa kelemahan, seperti kurangnya perlindungan bagi awak kapal dan tidak sesuai dengan standar internasional.
UU Pelayaran 2008 itu hadir untuk mengatasi kelemahan tersebut dan memperkuat regulasi ketenagakerjaan di bidang pelayaran. Pasal 337 UU Pelayaran 2008 secara eksplisit menyatakan bahwa ketentuan mengenai ketenagakerjaan di bidang pelayaran diatur dengan undang-undang di bidang ketenagakerjaan. Hal ini diartikan bahwa KUHD tidak lagi menjadi satu-satunya landasan hukum dalam hal ini.
Namun, perlu dicatat bahwa UU Pelayaran 2008 tidak secara tegas menyatakan bahwa KUHD tidak berlaku sama sekali. UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 ("UU Ketenagakerjaan"), yang menjadi undang-undang di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 337 UU Pelayaran 2008, juga tidak secara eksplisit mengatur tentang ketenagakerjaan awak kapal.
Pendapat Ahli
Para ahli hukum memiliki pandangan yang beragam tentang hubungan antara UU Pelayaran 2008, KUHD, dan UU Ketenagakerjaan dalam mengatur ketenagakerjaan awak kapal Indonesia.
Beberapa ahli berpendapat bahwa KUHD tidak lagi berlaku untuk ketenagakerjaan awak kapal karena UU Pelayaran 2008 secara tegas menyatakan bahwa ketentuan mengenai ketenagakerjaan di bidang pelayaran diatur dengan undang-undang di bidang ketenagakerjaan.
Ahli lain berpendapat bahwa KUHD masih berlaku untuk aspek-aspek tertentu yang tidak diatur dalam UU Pelayaran 2008 dan UU Ketenagakerjaan,
Ada juga ahli yang berpendapat bahwa perlu dilakukan harmonisasi antara ketiga undang-undang tersebut untuk menciptakan regulasi ketenagakerjaan awak kapal yang komprehensif dan selaras dengan standar internasional.
Kesimpulan
Hubungan antara UU Pelayaran 2008, KUHD, dan UU Ketenagakerjaan dalam mengatur ketenagakerjaan awak kapal Indonesia masih belum jelas sepenuhnya. Diperlukan interpretasi yang mendalam dan harmonisasi regulasi untuk memastikan perlindungan maksimal bagi awak kapal Indonesia.
Saran
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menganalisis secara mendalam hubungan antara ketiga undang-undang tersebut dan untuk merumuskan rekomendasi yang tepat untuk harmonisasi regulasi ketenagakerjaan awak kapal Indonesia.
Berikut beberapa sumber yang dapat membantu dalam menganalisa:
- Undang-Undang Pelayaran No. 17 Tahun 2008
- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
- Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
- Putusan Mahkamah Agung terkait ketenagakerjaan awak kapal
- Jurnal dan artikel ilmiah tentang ketenagakerjaan awak kapal
- Buku dan publikasi tentang hukum maritim Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H