Pendahuluan
Industri maritim Indonesia bagaikan raksasa yang menopang kehidupan jutaan rakyatnya. Di balik gemerlap kapal-kapal niaga dan hasil laut yang melimpah, tersembunyi luka mendalam yang diderita para Awak Kapal Perikanan (AKP). Diskriminasi dalam hal hak, kesejahteraan, dan perlindungan hukum menjadi kenyataan pahit yang mereka hadapi, bagaikan anak tiri di tengah gempuran modernisasi maritim.
Terbelenggu Regulasi yang Berbeda
Dunia maritim memisahkan AKP dan Awak Kapal Niaga (ABK) dalam dua regulasi yang berbeda. ABK dilindungi oleh Konvensi Internasional tentang Standar Pelatihan, Sertifikasi, dan Tugas Wajib Awak Kapal (STCW) 1978 beserta amandemennya di tahun 2010. Konvensi ini menjamin standar kompetensi, pelatihan, dan tanggung jawab negara dalam memastikan kelayakan ABK.
Sementara AKP terikat pada STCW-F 1995, dengan cakupan regulasi yang jauh lebih sempit dan minim pembaruan. Kesenjangan ini melahirkan jurang perlindungan yang lebar antara ABK dan AKP.
Ketimpangan Hak dan Kesejahteraan
Konvensi Buruh Maritim Internasional (MLC) 2006 menjadi payung pelindung bagi ABK, menjamin hak atas kondisi kerja layak, jam kerja wajar, serta asuransi kesehatan dan keselamatan. Namun, AKP tak tersentuh oleh MLC 2006. Harapan mereka bertumpu pada Konvensi Buruh Internasional (ILO) C-188, yang sayangnya belum diratifikasi oleh Indonesia.
Akibatnya, AKP terjebak dalam lingkaran eksploitasi, jam kerja berlebihan, dan minimnya akses terhadap layanan kesehatan dan keselamatan. Kesenjangan ini tak hanya melukai martabat mereka, tapi juga menghambat pertumbuhan sektor perikanan dan pembangunan berkelanjutan.
Dampak Nyata Diskriminasi
Diskriminasi terhadap AKP melahirkan konsekuensi serius:
- Eksploitasi: AKP rentan menjadi korban eksploitasi oleh majikan, terutama di wilayah dengan regulasi kerja yang lemah.
- Keamanan Terancam: Kurangnya perlindungan membuat AKP rawan kecelakaan dan cedera di laut.
- Produktivitas Terhambat: Kesejahteraan yang buruk berakibat pada penurunan produktivitas dan menghambat pertumbuhan sektor perikanan.
- Pembangunan Terhambat: Diskriminasi menghambat pembangunan berkelanjutan yang inklusif di sektor maritim.
Langkah Menuju Keadilan
Memulihkan keadilan bagi AKP membutuhkan komitmen dan langkah nyata:
- Ratifikasi ILO C-188: Pemerintah Indonesia harus segera meratifikasi ILO C-188 untuk memastikan hak dan perlindungan yang setara bagi AKP.
- Penguatan Regulasi: Harmonisasi regulasi antara STCW 1978 dan STCW-F 1995 diperlukan untuk memastikan standar kompetensi dan pelatihan yang memadai bagi AKP.
- Peningkatan Akses Layanan: Memastikan akses AKP terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial yang layak.
- Edukasi dan Penegakan Hukum: Meningkatkan kesadaran tentang hak-hak AKP dan memperkuat penegakan hukum maritim untuk memerangi eksploitasi dan pelanggaran hak.
Masa Depan yang Cerah
Masa depan maritim Indonesia tak lepas dari kontribusi AKP. Dengan menghapus diskriminasi dan menegakkan keadilan bagi mereka, kita membuka jalan menuju industri maritim yang lebih tangguh, berkelanjutan, dan manusiawi. Mari bersama-sama perjuangkan hak-hak AKP, demi masa depan maritim Indonesia yang gemilang dan adil bagi semua.
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H