Mohon tunggu...
Synthia Nur
Synthia Nur Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa S1 Manajemen Universistas Muhammadiyah Malang

Membuat konten untuk menambah wawasan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Perpajakan dalam Sewa Guna Usaha

21 Juli 2022   17:40 Diperbarui: 21 Juli 2022   17:44 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui, menjalankan bisnis atau usaha membutuhkan modal. Modal tersebut bisa berupa uang atau harta, dan barang modal. Selain itu dalam menjalankan sebuah usaha dibutuhkan juga sumber daya yang sesuai, baik berupa sumber daya alam (material, bahan dasar, dll) maupun sumber daya manusia berupa tenaga kerja. Setelah hal-hal tersebut terpenuhi maka usaha dapat dijalankan, namun keberhasilan dalam menjalankan usaha memerlukan faktor-faktor yang lebih kompleks dalam pertimbangannya.

Mengenai barang modal, untuk mendapatkannya pasti membutuhkan uang yang tidak sedikit, selain itu, barang modal adalah salah satu hal yang utama dalam menjalankan suatu usaha, oleh karena itu kita membutuhkan suatu lembaga untuk mendapatkan dana agar dapat memperoleh modal yang kita butuhkan. Lembaga keuangan yang menyediakan dana dapat berupa bank atau non-bank yang dapat memfasilitasi kita dengan pinjaman atau hutang, selain itu terdapat juga lembaga pembiayaan yang salah satu kegiatan usahanya merupakan sewa guna usaha atau leasing atas barang modal.

Biasanya untuk pengajuan kredit kepada bank terdapat persyaratan yang cukup panjang dan jaminan yang diperlukan dalam prosesnya, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Sedangkan dalam sewa guna usaha, kita bisa mendapatkan barang modal yang kita butuhkan dengan lebih mudah dan cepat karena sewa guna usaha merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal. Hal ini sangat membantu para pengusaha khususnya UMKM untuk memenuhi kebutuhan barang modal guna kegiatan operasional usahanya.

Salah satu komponen dari penerimaan pajak Indonesia adalah Pajak Penghasilan Pasal 23 atau biasa disebut dengan PPh 23. Leasing atau sewa guna usaha merupakan objek pajak dalam PPh 23. Selain itu terdapat juga objek Pajak Pertambahan Nilai atau PPN atas penyerahan jasa leasing tersebut, namun tidak semua leasing dapat dikenai PPN. 

Berdasarkan keputusan menteri keuangan RI NOMOR 1169/ KMK.01/1991, Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (Finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sedangkan barang modal merupakan setiap aktiva berwujud, termasuk tanah yang di atasnya terdapat bangunan yang melekat dan merupakan satu kesatuan kepemilikan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan digunakan secara langsung oleh lessee untuk menghasilkan atau meningkatkan kegiatan operasionalnya.

Terdapat dua jenis kegiatan dalam sewa guna usaha yaitu, sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance lease) dan sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating lease). Perbedaan diantara keduanya adalah dalam finance lease terdapat ketentuan mengenai opsi bagi lessee (penyewa), jumlah pembayaran sewa selama masa sewa ditambah dengan nilai sisa barang modal dapat menutupi harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor, juga terdapat minimal masa penyewaan di setiap kelompok aktiva. Sedangkan untuk sewa guna usaha tanpa hak opsi, tidak terdapat ketentuan opsi bagi lessee dan juga jumlah pembayaran sewa selama masa sewa tidak menutupi harga perolehan dan keuntungan lessor. Perbedaan atas sewa guna usaha dengan hak opsi (capital lease) dengan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operational lease) juga dapat ditemukan dalam aspek perpajakan nya.

Dalam KMK No. 1169/KMK.01/1991 terdapat pengaturan akan pajak penghasilan yang dikenakan atas leasing, baik itu bagi lessor ataupun lessee. Pajak penghasilan yang dikenakan atas sewa guna usaha dengan hak opsi, untuk lessor dikenakan atas penghasilan lessor yang berasal dari sebagian pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha. Lessor tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewakan, dalam hal masa manfaat tidak sesuai dengan yang telah ditentukan, DJP akan melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan lessor. 

Selain itu lessor dapat membuat cadangan penghapusan piutang ragu-ragu dengan maksimal sebesar 2,5% dari rata-rata saldo awal dan akhir piutang sewa guna usaha tersebut dan dalam hal cadangan piutang ragu-ragu tidak bisa menutupi kerugian piutang sewa guna usaha maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya. sedangkan untuk pajak penghasilan atas sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee adalah tidak boleh dilakukan penyusutan atas barang modal yang disewa guna usaha sampai lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut dan tidak adanya pemotongan PPh 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi, karena sewa guna usaha dengan hak opsi merupakan bukan objek pajak dalam pemotongan PPh 23. 

Penyerahan atas jasa sewa guna usaha dengan hak opsi merupakan jasa yang dikecualikan sebagai objek PPN. Hal ini terdapat dalam penjelasan Undang-Undang PPN pasal 4A ayat (3) huruf d, sehingga tidak ada pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa sewa guna usaha dengan hak opsi.

Selanjutnya, pajak penghasilan yang dikenakan kepada lessor atas sewa guna usaha tanpa hak opsi merupakan seluruh pembayaran yang diterima atau diperoleh akan dikenai pajak penghasilan, dan lessor tetap membebani biaya penyusutan atas barang modal yang di sewa guna usahakan sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berlaku. Perpajakan yang berlaku bagi lessee atas transaksi sewa guna usaha tanpa hak opsi yaitu, pembayaran atas sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dilakukan oleh lessee dapat dijadikan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, lalu lessee diwajibkan untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor sebesar 2%. Terkait penyerahan jasa dalam transaksi sewa guna usaha tanpa hak opsi dari lessor kepada lessee, dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Hal ini sesuai dengan peraturan yang terdapat dalam Pasal 18 KMK No. 1169/KMK.01/1991.

Selain yang telah disebutkan, Surat Edaran Direktur Jendral Pajak No. SE-129/PJ/2010 tanggal 29 november mengatur lebih detail tentang perlakukan Pajak Pertambahan Nilai atas sewa guna usaha degan hak opsi (finance lease) sebagai berikut:

 Dalam hal Barang Kena Pajak berupa barang modal yang menjadi objek pembiayaan berasal dari pemasok (supplier) :

  1. Barang Kena Pajak tersebut dianggap diserahkan secara langsung oleh Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) kepada lessee;
  2. Lessor tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak karena dianggap hanya menyerahkan jasa pembiayaan yang merupakan jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai;
  3. Pengusaha Kena Pajak pemasok wajib menerbitkan Faktur Pajak kepada lessee dengan menggunakan identitas lessee sebagai pembeli Barang Kena Pajak/penerima Jasa Kena Pajak (tidak menggunakan metode qualitate qua (q.q.)).
  4. Dasar Pengenaan Pajak yang dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c) adalah sebesar Harga Jual dari Pengusaha Kena Pajak pemasok

Dalam hal Barang Kena Pajak berupa barang modal yang menjadi objek pembiayaan berasal dari persediaan yang telah dimiliki oleh lessor :

  • Lessor pada dasarnya melakukan dua jenis penyerahan, yaitu:
  1. Penyerahan jasa pembiayaan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada butir 5 di atas; dan
  2. penyerahan Barang Kena Pajak, yang merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai.
  • Lessor harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan harus menerbitkan Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut kepada lessee. Pengukuhan lessor sebagai Pengusaha Kena Pajak ini dilakukan dengan tetap memperhatikan batasan Pengusaha Kecil menurut ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  • Dasar Pengenaan Pajak yang dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b) adalah Harga Jual, tidak termasuk unsur bunga yang diminta atau seharusnya diminta oleh lessor karena jasa pembiayaan yang diserahkannya.

Penggunaan qualitate qua (q.q.) pada bagian nama dan/atau NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak pada Faktur Pajak yang telah diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) sebelum diberlakukannya Surat Edaran ini dapat dibenarkan dan tidak menjadikan Faktur Pajak tersebut cacat.

Berdasarkan yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam transaksi sewa guna usaha terdapat aspek perpajakanyang berbeda yang dikenakan pada masing-masing jenis leasing. Dalam aspek perpajakan atas sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) memiliki aspek perpajakan berupa terjadinya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 2% (dua persen) dari pembayaran sewa guna usaha tersebut atau yang terutang kepada lessor dan akan dipungut atau dipotong oleh lessee. 

Selain itu terdapat juga pungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa sewa guna usaha tanpa hak opsi sebesar 10% dari pembayaran sewa guna usaha tersebut atau yang terutang kepada lessor. 

Walaupun terdapat dua aspek perpajakan yang berbeda dalam transaksi sewa guna usaha tanpa hak opsi, namun tidak terjadi pengenaan pajak berganda atas transaksi tersebut karena terdapat perbedaan atas pihak yang dikenai atau membayar pajak. Dalam pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 pihak yang memungut adalah lessee dan pihak yang dikenai pajak adalah lessor, sedangkan dalam pemungutan Pajak Pertambahan Nilai lessee yang merupakan konsumn akan dikenai pajak dan lessor akan bertindak sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.

Berbeda dengan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) yang merupakan objek perpajakan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pajak Pertambahan Nilai. Transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi (finance atau Capital Lease) merupakan objek yang dikecualikan dari Pajak Penghasilan Pasal 23 maupun Pajak pertambahan Nilai. Namun berdasarkan penjelasan dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak No. SE-129/PJ/2010, terdapat pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dari lessor kepada lessee dalam hal Barang Kena Pajak tersebut berasal dari persediaan yang dimiliki oleh lessor.

sumber:

https://www.jurnal.id/id/blog/cara-mudah-mencari-modal-usaha-untuk-bisnis/

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/menkeu-pajak-merupakan-tulang-punggung-nasional/

https://perpajakan-id.ddtc.co.id/sumber-hukum/peraturan-pusat/keputusan-menteri-keuangan-1169kmk-01199

https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/2467

https://www.pajakku.com/tax-guide/8981/SE_DIRJEN_PJK/SE-129/PJ/2010

https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/pusdiklat-pajak-kriteria-penggolongan-sewa-guna-usaha-updatekah-2019-11-05-d1c989d8/

https://www.thinktax.id/tax-flash/perlakuan-pph-dan-ppn-atas-leasing-sewa-guna-usaha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun