Dalam hal Barang Kena Pajak berupa barang modal yang menjadi objek pembiayaan berasal dari pemasok (supplier) :
- Barang Kena Pajak tersebut dianggap diserahkan secara langsung oleh Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) kepada lessee;
- Lessor tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak karena dianggap hanya menyerahkan jasa pembiayaan yang merupakan jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai;
- Pengusaha Kena Pajak pemasok wajib menerbitkan Faktur Pajak kepada lessee dengan menggunakan identitas lessee sebagai pembeli Barang Kena Pajak/penerima Jasa Kena Pajak (tidak menggunakan metode qualitate qua (q.q.)).
- Dasar Pengenaan Pajak yang dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c) adalah sebesar Harga Jual dari Pengusaha Kena Pajak pemasok
Dalam hal Barang Kena Pajak berupa barang modal yang menjadi objek pembiayaan berasal dari persediaan yang telah dimiliki oleh lessor :
- Lessor pada dasarnya melakukan dua jenis penyerahan, yaitu:
- Penyerahan jasa pembiayaan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pada butir 5 di atas; dan
- penyerahan Barang Kena Pajak, yang merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai.
- Lessor harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan harus menerbitkan Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut kepada lessee. Pengukuhan lessor sebagai Pengusaha Kena Pajak ini dilakukan dengan tetap memperhatikan batasan Pengusaha Kecil menurut ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
- Dasar Pengenaan Pajak yang dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b) adalah Harga Jual, tidak termasuk unsur bunga yang diminta atau seharusnya diminta oleh lessor karena jasa pembiayaan yang diserahkannya.
Penggunaan qualitate qua (q.q.) pada bagian nama dan/atau NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak pada Faktur Pajak yang telah diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) sebelum diberlakukannya Surat Edaran ini dapat dibenarkan dan tidak menjadikan Faktur Pajak tersebut cacat.
Berdasarkan yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam transaksi sewa guna usaha terdapat aspek perpajakanyang berbeda yang dikenakan pada masing-masing jenis leasing. Dalam aspek perpajakan atas sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) memiliki aspek perpajakan berupa terjadinya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 2% (dua persen) dari pembayaran sewa guna usaha tersebut atau yang terutang kepada lessor dan akan dipungut atau dipotong oleh lessee.Â
Selain itu terdapat juga pungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa sewa guna usaha tanpa hak opsi sebesar 10% dari pembayaran sewa guna usaha tersebut atau yang terutang kepada lessor.Â
Walaupun terdapat dua aspek perpajakan yang berbeda dalam transaksi sewa guna usaha tanpa hak opsi, namun tidak terjadi pengenaan pajak berganda atas transaksi tersebut karena terdapat perbedaan atas pihak yang dikenai atau membayar pajak. Dalam pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 pihak yang memungut adalah lessee dan pihak yang dikenai pajak adalah lessor, sedangkan dalam pemungutan Pajak Pertambahan Nilai lessee yang merupakan konsumn akan dikenai pajak dan lessor akan bertindak sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
Berbeda dengan sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) yang merupakan objek perpajakan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pajak Pertambahan Nilai. Transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi (finance atau Capital Lease) merupakan objek yang dikecualikan dari Pajak Penghasilan Pasal 23 maupun Pajak pertambahan Nilai. Namun berdasarkan penjelasan dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak No. SE-129/PJ/2010, terdapat pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dari lessor kepada lessee dalam hal Barang Kena Pajak tersebut berasal dari persediaan yang dimiliki oleh lessor.
sumber:
https://www.jurnal.id/id/blog/cara-mudah-mencari-modal-usaha-untuk-bisnis/
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/menkeu-pajak-merupakan-tulang-punggung-nasional/