puing-puing usang masih menyendiri di tepi pantai,
menggigil di atas pasir tanpa gerak,
gemuruh gelombang mengangkatnya,
dengan mulutnya terbuka tanpa pesan.
angin malam menyentuh dengan tangannya,
mengeluarkan noda-noda di atasnya,
seraya menyerukan isyarat sebuah kematian,
di bukit pasir segalanya bermuara.
bulu-bulu burung camar yang ditembak masih rapi tersimpan,
botol-botol masih menggulingkan raganya dengan bisu,
ikan-ikan ditemukan mulai membengkak,
menunggu giliran untuk lenyap.
jam demi jam,
hari demi hari,
tanah yang berlumpur meluncur jauh,
pohon-pohon kerdil pulas dalam rayuan tangan-tangan berdosa.
masih saja hati pemilik akal bertingkah seperti cerobong pabrik,
yang menatap seluruh ciptaan adalah haknya,
bahkan ia sendiri tak tahu,
hiruk-pikuk jejaknya hanya sebuah kekosongan.
///
Atambua, 12 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H