"Ku ingin membiarkan hati yang rapuh ini, dengan genggaman sekuntum mawar yang sudah tak wangi, dan sedikit keajaiban yang tak pasti (Silivester Kiik)".
MATA KATA
mereka telah pergi jauh
dengan uluran tangan kehampaan
tak lagi peduli
antara dua jalur "kebenaran dan kebohongan"
mereka meninggalkan bekas
antara satu sisi dan lainnya
dan menyimpan luka
untuk melihat dan mengingat kata yang tak pernah usai.
MENYULAM BAIT-BAIT RINDU
di sini !!!
di pintu batas kota
masih saja menyimpan rindu
pada tiap-tiap lembar yang polos
menyulamnya jadi potret kenangan
di sini !!!
masih saja pada catatan waktu
dengan jejak-jejak kaki yang sama
dengan sejumlah peka yang sama pula
biarlah pangkuanmu menyatukan hal yang abadi.
RAPUH
Ku ingin membiarkan hati yang rapuh ini,
Dengan genggaman sekuntum mawar yang sudah tak wangi,
Dan sedikit keajaiban yang tak pasti.
PUING-PUING USANG YANG TERCATAT
puing-puing usang masih menyendiri di tepi pantai,
menggigil di atas pasir tanpa gerak,
gemuruh gelombang mengangkatnya,
dengan mulutnya terbuka tanpa pesan.
angin malam menyentuh dengan tangannya,
mengeluarkan noda-noda di atasnya,
seraya menyerukan isyarat sebuah kematian,
di bukit pasir segalanya bermuara.
bulu-bulu burung camar yang ditembak masih rapi tersimpan,
botol-botol masih menggulingkan raganya dengan bisu,
ikan-ikan ditemukan mulai membengkak,
menunggu giliran untuk lenyap.
jam demi jam,
hari demi hari,
tanah yang berlumpur meluncur jauh,
pohon-pohon kerdil pulas dalam rayuan tangan-tangan berdosa.
masih saja hati pemilik akal bertingkah seperti cerobong pabrik,
yang menatap seluruh ciptaan adalah haknya,
bahkan ia sendiri tak tahu,
hiruk-pikuk jejaknya hanya sebuah kekosongan.
///
Atambua, 12 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H