Mohon tunggu...
Syifa SalsabilaAfsa
Syifa SalsabilaAfsa Mohon Tunggu... Penulis - pengarang

its my life

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Feminisme Dalam Perlindungan Hukum Bagi Para Perempuan Penyandang Disabilitas

23 Oktober 2022   09:18 Diperbarui: 23 Oktober 2022   09:37 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam artikel ini kita membahas tentang fenimisme dan perempuan disabilitas dengan judul Fenimisme Dalam Perlindungan Hukum Bagi Penyandang Perempuan Disabilitas. 

Dimana pada judul tersebut memiliki sudut pandang bagaimana seorang perempuan yang menyandang disabilitas mendapatkan hak dalam perlindungan ketika terjadi pelecehan dan lain-lain. 

Pada hahikatnya seorang perempuan dengan penyandang disabilitas yang mengalami tekanan dan trauma karena adanya pelecehan yang dilakukan laki laki dan memaksa melakukan hubungan badan apalagi seorang perempuan penyandang disabilitas pasti sulit melakukan pemberontakan saat terjadinya pelecehan terjadi.

Berdasarkan data kekerasan perempuan Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2021 (CATAHU 2021), jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dari 2017 hingga 2020 tercatat 348.446 kasus pada 2017 , 406.178 kasus pada 2018, 431.471 kasus pada 2019, dan 299.911 kasus terhadap perempuan pada 2020. Pada 2019, kasus kekerasan meningkat 6% dari tahun sebelumnya, dan berdasarkan Komna 2021 (PEREMPUAN 2021).


Pada awalnya perempuan penyandang disabilitas mereka  tidak merasakan kebebasan dan kehidupan yang layak dan mereka tidak memiliki hak atas adanya pelecehan yang dilakukan oleh para lelaki. Semakin banyak para perempuan penyandang disabilitas yang mengalami dampak adanya kekerasan hingga mengakibatkan trauma yang cukup berat sehingga banyak yang mengalami depresi dan gila karena adanya kekerasan tersebut.

Kekerasan seksual dapat terjadi tidak hanya pada perempuan normal, tetapi juga pada perempuan penyandang disabilitas, karena di dunia ini setiap manusia yang dilahirkan memiliki keadaan dan kondisi yang berbeda-beda, dan ada pula yang terlahir dengan kondisi terbatas, salah satunya dikenal sebagai penyandang disabilitas. 

Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau indera dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat menghadapi hambatan dan kesulitan dalam berpartisipasi aktif secara penuh dan efektif dengan warga negara lain berdasarkan persamaan hak," menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016.

Pada hakikatnya tidak hanya perempuan normal saja yang mendapat kekerasan dan pelecehan seksual tetapi para perempuan penyandang disabilitas pun mendapat kekerasan dan pelecehan yang dialaminya apalagi banyak sekali laki laki yang   memanfaaatkan para perempuan penyandang disabilitas.


Banyak hal yang harus kita perhatikan kepada perempuan penyandang disabilitas karena perempuan perempuan tersebut tidak bisa melakukan pemberontakan ketika adanya pelecehan seksual serta ketidaknyamanan para perempuan penyandang disabilitas ketika laki laki melakukan sesuatu yang merugikan pihak masing masing.

Karena stigma yang menganggap penyandang disabilitas lemah dan tidak mampu melindungi diri, sering terjadi kekerasan seksual terhadap mereka, menjadikan alasan dan penyebab perempuan penyandang disabilitas sering menjadi korban kekerasan, dan hak-hak mereka jarang terpenuhi dan semakin sering. mendapat perlakuan diskriminatif (Ndaumanu 2020).

Menurut Feminis Disability Theory, perempuan penyandang disabilitas menghadapi beban ganda karena kondisi disabilitasnya dan kerentanannya terhadap diskriminasi karena mereka perempuan (Ardiyantika 2016), artinya perempuan penyandang disabilitas empat sampai sepuluh kali lebih mungkin menjadi korban (Edyono dkk.2015). Jika dibandingkan dengan perempuan tanpa disabilitas (Bekti dan Artha 2019).

Kebanyakan para perempuan penyandang disabilitas merasa tidak nyaman karena banyaknya diskriminasi dan mereka perempuan (Ardiyantika 2016), artinya perempuan penyandang disabilitas empat sampai sepuluh kali lebih mungkin menjadi korban pada kekerasan seksualnya.


Maka dari itu kita harus berusaha melindungi perempuan penyandang disabilitas. Karena banyak sekali kasus kasus pelecehan seksual yang dialami para remaja perempuan disabilitas oleh karena itu kita haruslah melindungi mereka dengan membuat perundangan undangan agar tidak terjadi lagi kekerasan dan pelecehan seksual bagi para perempuan disabilitas.

Akibatnya, perempuan penyandang disabilitas lebih rentan menjadi korban kekerasan seksual karena pelaku memangsa kerentanannya. Menurut LRC-KJHAM, terdapat enam kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas dari 2018 hingga 2021, salah satunya terjadi pada perempuan berinisial korban DP. Menurut LRC-KJHAM, terdapat seorang perempuan berinisial DP yang mengalami gangguan fungsi sehingga tingkat kecerdasannya lebih rendah dari rata-rata orang normal pada umumnya dan tergolong perempuan dengan disabilitas intelektual. Wanita berinisial DP itu sedang berada di rumahnya di Pati, Jawa Tengah, saat melihat video dari ayah tirinya.


Hal yang perlu kita sadari adalah pemerintahan Indonesia harus mempertegas dalam hal perundang undangan agar  para perempuan penyandang disabilitas bisa hidup tenang dan tidak adanya lagi kekerasan dan pelecehan yang di alami para perempuan penyandang disabilitas.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk memberikan perlindungan khusus kepada perempuan dan anak yang rentan terhadap perlakuan diskriminatif dan pelanggaran hak asasinya. Indonesia juga telah membuat kemajuan dalam hal memberikan perlindungan bagi penyandang disabilitas dengan meratifikasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (Convention Concerning the Rights of Persons Disabilities). Pemerintah mengatur hak-hak penyandang disabilitas secara luas dalam UU, dan setiap negara peserta wajib memenuhi kewajiban yang diatur secara tegas dan rinci dalam UU tersebut (Harahap dan Bustanuddin 2015).

Perlindungan merupakan sesuatu yang wajib didapatkan oleh setiap orang baik laki-laki atau perempuan sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak, kewajiban dan tanggungjawab yang telah diikat oleh peraturan perundang-undangan, dalam pasal 28D ayat (1) UUD 1945 berbunyi "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum" serta dalam pasal 28I ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak bebas dari pelakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun berhak untuk mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif tersebut, namun pada berdasarkan fakta saat ini dapat dilihat dari latar belakang penelitian bahwa perempuan paling banyak menjadi korban kekerasan, terlebih lagi bagi perempuan penyandang disabilitas sering menjadi korban kekerasan seksual.


Dalam hal ini seharusnya para pemerintahan di Indonesia harus tegas dalam perlindungan para perempuan disabilitas dan jangan membuat mereka merasa tertekan di negaranya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun