Sebelum menganalisis lebih jauh mengenai konflik Rusia dan Ukraina, akan lebih tepat jika membahas secara singkat mengenai sejarah Ukraina yang memiliki kedekatan dengan Rusia hingga timbulnya konflik saat ini. Secara historis Ukraina adalah negara pecahan Uni Soviet yang terletak pada wilayah Eropa juga berbatasan dengan Rusia.
Uni Soviet yang berideologi komunis pada saat itu melakukan perang dingin atau perang ideologi dengan Amerika Serikat termasuk Uni Eropa bagian barat yang berideologi liberal. Namun perang dingin tersebut dimenangkan oleh pihak barat beserta sekutunya sehingga terpecahlah Uni Soviet menjadi beberapa negara termasuk Rusia dan Ukraina didalamnya. Karena banyak masyarakat Ukraina yang ingin bergabung dengan Uni Eropa akhirnya Ukraina resmi memisahkan diri dari Rusia dan mendeklarasikan kemerdekaan nya pada tahun 1991. Berlanjut pada tahun 2004-2007 sempat terjadi pergantian presiden, dari sosok presiden pro-Rusia menjadi sosok presiden yang pro barat yang dimana membawa Ukraina bergabung dengan NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan Uni Eropa (EU).
Hingga tahun 2008, NATO kemudian memberikan lampu hijau soal penggabungan Ukraina menjadi bagian dari pakta pertahanan tersebut. Namun di tahun 2014 terjadi konflik dalam negeri Ukraina akibat pemerintahan nya pada saat itu menanggguhkan rencana nya untuk bergabung dengan Uni Eropa. Di tahun yang sama, bahwa Rusia sempat juga menginvasi Ukraina dengan  menganeksasi wilayah Krimea pada saat itu. Penyebab konflik pada saat itu adalah karena terdapat konflik domestik.
Berlanjut di tahun 2021, Presiden Rusia saat itu meminta Amerika Serikat untuk dapat mengizinkan Ukraina menjadi bagian dari NATO. Merespon hal tersebut, Rusia kemudian mulai mengerahkan pasukan militernya di dekat perbatasan Ukraina sebagai bentuk  Rusia melarang Ukraina untuk bergabung bersama mereka dan pasukan NATO yang sama-sama mengerahkan pasukan di perbatasan ntuk segera menarik diri. Awal bulan Februari 2022, pasukan Rusia memulai aksinya menuju tiga kota besar di wilayah Ukraina yakni, Kherson, Kyiv, serta Kharkiv.
Di akhir Februari, Ukraina sempat melakukan pengajuan diri untuk bergabung dengan kawasan Uni Eropa. Pihak Rusia dan Ukraina pun sepakat untuk mengadakan perundingan secara diplomatik di perbatasan Belarusia. Perundingan pun selesai setelah tanpa ada kesepakatan apapun. Bahkan, selama perundingan tersebut berlangsung, Rusia terus menerus melakukan serangannya, terutama di Kharkiv, kota terbesar kedua di Ukraina. Namun, Perwakilan Tetap Rusia untuk Dewan Keamanan PBB menyangkal pasukan Rusia menargetkan warga sipil. Majelis Umum PBB menyebut, lebih dari 500 ribu masyarakat di Ukraina telah meninggalkan negara nya. Pasukan militer Rusia berkumpul di sepanjang wilayah pinggiran kota Kyiv. Serangan dilaukan secara terus menerus dilakukan di wilayah Kharkiv dan Mariupol di timur, serta Kherson di bagian selatan Ukraina.Â
Kemudian pada awal Maret lalu, Majelis Umum PBB menyetujui sebuah resolusi yang dimana mengecam Rusia atas sikap invasinya yang dilakukan ke Ukraina dan menuntut mereka untuk menarik pasukannya dari sana. Resolusi tersebut didukung oleh 141 dari 193 negara anggota majelis PBB. Tiga puluh lima negara anggota, termasuk China memilih abstain.
Gambaran singkat mengenai konflik antara Rusia dan Ukraina telah menyita perhatian dunia belakangan ini, banyak pihak yang bertanya-tanya sebenarnya apa motif Rusia melakukan invasi dan apakah konflik ini akan menimbulkan perang dunia ketiga. Jika melihatnya secara fakta bahwa tindakan yang dilakukan Vladimir Putin itu karena merasa dunia sudah tidak seimbang kekuatannya sehingga perlu adanya perimbangan kekuatan global.
Dalam artian posisi Rusia itu sudah merasa dikelilingi oleh negara yang berpihak pada negara barat, sehingga ini menjadi ancaman bagi Rusia. Pada dasarnya Putin tidak masalah ketika Ukraina melakukan kerja sama apapun dengan Uni Eropa, tapi sangat menolak jika Ukraina menjadi bagian dari pada NATO. Karena jika merujuk pada sejarah, Rusia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Ukraina. Mengutip dari wawancara eksklusif, pengamat militer Indonesia mengatakan bahwa Rusia pernah memberikan bantuan luar negerinya untuk Ukraina. Ini menggambarkan bahwa Rusia berusaha untuk membangun hubungan baik dengan Ukraina.
 Jika melihat dukungan Ukraina sangat banyak termasuk negara-negara di uni Eropa juga negara-negara di luar ini Eropa. Dan jika berbicara mengenai dukungan kepada negara rusia yakni salah satunya adalah Cina. Dikutip dari salah satu sumber bahwa jika ekonomi Rusia sudah minus atau dalam hal lain komoditas atau kebutuhan dari Rusia tidak mencukupi maka China siap membantu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sehingga jika dianalisis melalui konsep keamanan bahwa konflik Rusia Ukraina ini sangat militeristik, dimana invasi yang dilakukan Rusia yakni dengan menyerang dengan pasukan militer dan dibalas dengan bantuan internasional kepada Ukraina pun secara militer.
Adanya keinginan Ukraina untuk bergabung dengan NATO pun salah satu alasan nya adalah untuk kepentingan pertahanan nasional (national interest) Ukraina. Upaya perimbangan kekuatan atau balance of power yang dilakukan oleh Rusia dilakukan karena keamanan serta posisi negara nya merasa terancam. Sehingga ini selaras dengan apa yang telah dilakukan oleh Presiden Soekarno bahwa posisi Indonesia dalam Gerakan Non Blok atau netral dalam artian tidak berpihak kepada blok barat maupun blok timur. Dengan tujuan untuk menghindari ketidakseimbangan kekuatan global. Namun di sisi lain, invasi militer yang dilakukan Rusia memang tidak dapat dibenarkan karena telah melanggar hak asasi manusia seperti hak untuk hidup dan hak bagi rakyat Ukraina untuk menentukan nasib sendiri juga untuk terbebas dari ancaman.
Beralih pada pendekatan konsep keamanan non militer dalam bidang ekonomi internasional bahwa adanya konflik tersebut menimbulkan ancaman bagi ekonomi global konflik yang sedang berlangsung dapat menghantam industri pasokan bahan baku terutama pada komoditas industri mengganggu investasi pasar modal juga mengancam keamanan hidup terutama masyarakat Ukraina (Human Security). Banyak negara di kawasan Eropa yang sangat bergantung pada sektor energi Rusia terutama gas karena sebagai dampak sanksi ekonomi kepada Rusia tentu akan mempersulit negara-negara Eropa mengimpor gas dari Rusia. Adanya peningkatan harga pada minyak termasuk dirasakan oleh Indonesia belum pulihnya kondisi ekonomi internasional akibat pandemi diperparah dengan datangnya konflik ini. Beralih pada Ukraina sebagai negara pengekspor minyak bunga matahari sehingga apabila produksinya terganggu maka akan kesulitan untuk melakukan ekspor impor akibat konflik termasuk India adalah salah satu negara pengimpor minyak bunga matahari tentu juga akan sangat terganggu akibat konflik ini kemudian Ukraina dan Rusia adalah ekspor gandum sebanyak 30% ekspor jagung sebanyak 19% dan 80% minyak bunga matahari. Di mana produk komoditas tersebut digunakan dalam berbagai pengolahan di berbagai dunia maka jika perang terus berlanjut maka ekspor akan jelas terganggu singkatnya kondisi ekonomi internasional sebelum manusia melakukan invasi telah mengalami banyak masalah seperti inflasi yang melonjak permasalahan pada rantai pasokan juga pada harga saham.
Spesifik membahas pada kenaikan harga minyak yang terus melonjak di atas 100 dolar Amerika serikat per barel adanya kenaikan harga minyak lebih dari 10% pada perdagangan internasional adapun harga minyak mentah di Amerika serikat melonjak dari 7 dolar Amerika serikat per barel menjadi 103 dolar Amerika serikat per barel para pedagang minyak di Amerika serikat telah menahan impornya dari perusahaan Rusia meskipun pemerintah Amerika serikat mengatakan bahwa sektor minyak bukan bagian dari sanksi ekonomi yang diberikan Amerika serikat kepada Rusia artinya dampak adanya sanksi ekonomi lebih mengganggu dan lebih berpengaruh dibandingkan sebelum menjatuhkannya sanksi ekonomi tersebut belum lagi banyak negara cara yang juga menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia.
Merespon hal tersebut IMF dan Bank dunia memperingatkan mengenai dampak ekonomi yang akan ditimbulkan terutama sanksi ekonomi yang dilakukan oleh Amerika serikat tadi sangat berpengaruh pada sejumlah komoditas dan memunculkan inflasi pasar modal sekaligus IMF juga memberikan atau meningkatkan dana pinjaman dan dukungan bagi kebijakan Ukraina.
Jika dilihat melalui pendekatan non militer dalam bidang sosial maka konflik invasi Rusia Ukraina ini tentu menimbulkan gelombang pengungsi yang cukup banyak ke beberapa negara barat di uni Eropa. Sehingga isu pengungsi ini pun menjadi masalah baru dalam konflik ini. dimana para pengungsi tersebut atau masyarakat Ukraina merasa terancam jika tetap bertahan di negaranya. Sehingga dari penjelasan yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik Rusia dan Ukraina ini bisa dianalisis melalui pendekatan militer dan pendekatan non militer. Invasi Rusia Ukraina ini secara militer dan non militer tentu menjadi ancaman serius bagi kedua negara yang sedang berkonflik juga bagi dinamika hubungan internasional.
Adapun sikap kita dalam melihat konflik tersebut yakni posisi kita sebagai negara Indonesia di mana menerapkan politik luar negeri yang bebas aktif artinya bebas dengan tidak berpihak pada negara barat maupun negara timur yakni Indonesia berada pada posisi yang netral dan aktif dalam merespon isu isu yang ada di internasional termasuk konflik yang sedang terjadi ini. Negara Indonesia harus bisa secara tegas menetapkan posisinya sebagai negara gerakan non-blok atau pada posisi netral saat ini. Dengan adanya informasi mengenai konflik ini di media sosial dan internet secara cepat tentu harus diimbangi dengan budaya literasi yang cerdas dan bijak jangan sampai mengambil informasi tersebut dan menelannya secara mentah-mentah tanpa ada filter atau tanpa memahami apakah berita informasi tersebut benar adanya atau hanya berita hoax aja. Jangan sampai dengan adanya berita invasi Rusia ke Ukraina ini terjadi polarisasi atau terbelahnya masyarakat di mana masyarakat tidak memahami sepenuhnya.
Terdapat anggapan bahwa adanya keinginan dari negara - negara barat atau dalam hal ini adalah fakta pertahanan NATO yang ingin melebarkan sayapnya ke bagian Eropa timur termasuk Ukraina. Ditambah secara historis bahwa memang sudah dari lama Ukraina ingin bergabung dengan NATO namun terhalang oleh Rusia. Terlepas dari itu semua harapannya konflik ini dapat segera berakhir untuk menghindari kerugian korban jiwa dan menghindari kerugian infrastruktur di mana penyelesaian konflik ini secara lebih damai dan menghindari penggunaan senjata militer. Secara hukum internasional pun invasi secara militer yang menyebabkan kerugian tersebut sangat dilarang. Belum lagi banyak masyarakat Ukraina yang tak bersalah menjadi korban.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Daring :
BussinesToday. " The Economic Impact of the Russia-Ukraine Conflict". https://www.businesstoday.in/magazine/current/story/the-economic-impact-of-the-russia-ukraine-conflict-324788-2022-03-04. diakses pada 07 Maret 2022.
CNN Indonesia, "Akankah Invasi Rusia ke Ukraina Menyulut OD III?". https://www.youtube.com/watch?v=AKQbeuf0SAQ. diakses pada 07 Maret 2022.
Iswara J, A. "Kenapa Rusia Invasi Ukraina di Krimea Tahun 2014". https://internasional.kompas.com/read/2022/02/08/193000270/kenapa-rusia-invasi-ukraina-di-crimea-tahun-2014-sejarah-dan-penyebab?page=all diakses pada 08 Maret 2022.
Harahap, S. "PBB diminta Usut Pelanggaran HAM Berat Invasi ke Ukaina". https://www.tagar.id/pbb-diminta-usut-pelanggaran-ham-berat-invasi-rusia-ke-ukraina. diakses pada 08 Maret 2022.
Universitas Islam Indonesia. "Konflik Ukraina Rusia Bagian dari Sisa Sisa Perang Dingin". https://www.uii.ac.id/konflik-ukraina-rusia-bagian-dari-sisa-sisa-perang-dingin/Â diakses pada 08 Maret 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H