Mohon tunggu...
Syifa Nabilah
Syifa Nabilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Masyarakat - Universitas Pendidikan Indonesia

Mencoba menjadi bermanfaat melalui keterbatasan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Homeschooling: Pendidikan Alternatif di Tengah Kontradiksi

16 Desember 2021   09:27 Diperbarui: 16 Desember 2021   19:14 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tahukah kamu, bahwa salah satu program pendidikan nonformal sedang tren beberapa waktu bekalang ini? Ya, fenomena homeschooling.

Sekarang ini, fenomena homeschooling semakin merebak di kalangan masyarakat. Masyarakat atau orang tua lebih memilih untuk menyekolahkan anaknya di homeschooling ketimbang di pendidikan reguler. Namun hal itu nyatanya menimbulkan beberapa kontradiksi yang menganggap bahwa homeschooling tidak bisa disamakan dengan pendidikan reguler, karena pendidikan reguler sifatnya wajib. Hal ini pun terbantahkan dengan melihat kenyataan yang ada bahwa homeschooling nyatanya dapat menjadi alternatif pilihan di saat pendidikan reguler belum benar-benar mampu untuk memberikan marwahnya sebagai pendidikan terbaik dan satu-satunya. Lalu yang menjadi pertanyaan, apa itu homeschooling? Mengapa dapat menjadi alternatif pilihan? Dan bagaimana mekanismenya?

Secara bahasa, homeschooling berasal dari bahasa Inggris yang berarti sekolah rumah. Menurut Satmoko Budi Santoso makna homeschooling terletak pada aspek kemandirian pendidikan informal yakni lingkungan keluarga dimana peran ibu sangat penting sebagai madrasah utama dan pertama bagi anak-anaknya. Demikianpula para pemerhati pendidikan yang menilai bahwasanya homeschooling lebih efektif dibandingkan pendidikan reguler (formal) sehingga meningkatkan antusias minat orang tua dalam menyekolahkan anaknya bahkan sampai menjadi tren di kota-kota besar Indonesia belakangan ini. Dari fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa homeschooling semakin dibutuhkan oleh masyarakat yang setidaknya dapat memenuhi 10% dari total jumlah anak di Indonesia.

Kini banyak pertanyaan, mengapa homeschooling menjadi suatu alternatif pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat? Padahal sudah banyak sekali sekolah formal baik negeri dan swasta yang sudah berdiri? Jawabannnya adalah karena tidak semua anak dapat memiliki kesempatan sekolah di pendidikan formal (reguler). Selain itu, dalam homeschooling nyatanya dapat memberikan peluang dalam memerdekakan kemandirian dan kreativitas individual untuk mencapai kompetensi tertentu semaksimal mungkin sehingga tidak dibatasi pada rigidnya penilaian dalam kemampuan anak seperti anak dengan kemampuan tertinggi, rata-rata atau bahkan terendah. Keberadaan homeschooling sebagai pendidikan nonformal dan informal dapat digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan pendidikan di Indonesia karena sifatnya yang fleksibel sehingga dapat menjadi pengganti pendidikan formal dengan pendekatan formal, nonformal, dan informal. Dalam proses pembelajaran dan penyelenggaraannya pun disesuaikan dengan kemampuan anak dengan didasarkan pada pelibatan kemampuan orang tua sebagai faktor penentu keberhasilan.

Homeschooling pada mulanya hanya berbentuk "Homeschooling Tunggal" yang diselenggarakan oleh satu keluarga, lalu mengalami perkembangan menjadi "Homeschooling Majemuk" yang terdiri dari beberapa keluarga dalam satu lingkungan dan membentuk "Homeschooling Komunitas" dengan membutuhkan pengelolaan yang teratur dan terstruktur. Program sekolah rumah tunggal dan majemuk dapat dimasukkan sebagai model pendidikan yang diklasifikasikan sebagai satuan pendidikan informal, hal ini berdasarkan UU Sisdiknas, pasal 27 ayat 1 yang berbunyi: "Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri". Sedangkan homeschooling komunitas sebagai pendidikan alternatif, dimasukkan sebagai model pendidikan yang diklasifikasikan sebagai satuan pendidikan nonformal. Hal ini sesuai dengan pasal 26 ayat 4 UU Sisdiknas yaitu "Kelompok belajar ditetapkan sebagai salah satu klasifikasi model pendidikan alternatif yang merupakan satuan pendidikan nonformal".

Lalu apa tujuan dilaksanakannya homeschooling dan bagaimana bentuk model serta mekanismenya?

Menurut Imas Kurniasih, tujuan dilaksanakannya homeschooling yakni:

1. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu bagi untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup.

2. Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap individu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup.

3. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan secara fleksibel untuk meningkatkan mutu kehidupannya.

Banyak ragam model homeschooling. Namun pada dasarnya homeschooling bersifat unik, karena setiap keluarga memiliki latar belakang yang berbeda. Model-model yang berkembang adalah Unit Studies Approach  (berbasis pada tema unit studi), The Living Book Approach (pengalaman dunia nyata), The Classical Approach (kurikulum yang terstruktur berdasarkan perkembangan anak), The Waldorf Approach (menciptakan setingan sekolah yang mirip dengan keadaan rumah), The Montessori Approach (penyiapan lingkungan pendukung yang nyata dan alami), The Electic Approach (keluarga mendisain program sendiri), dan Unschooling Approach (pandangan bahwa minat anak-anak harus difasilitasi).

Kurikulum dalam homeschooling tidak dipaksakan harus menginduk Diknas. Biasanya kurikulum yang menginduk Diknas untuk 1 semester dapat ditempuh lebih cepat sekitar 3 bulan. Namun mayoritas homeschoolers memilih sendiri materi pengajaran dan kurikulumnya sehingga nanti akan dilakukan penyesuaian dengan kebutuhan anak, keluarga, serta prasyarat pemerintah, diantaranya menggunakan paket kurikulum lengkap yang dibeli dari penyedia kurikulum. Sekitar 3% homeschoolers menggunakan materi yang dijalankan oleh lembaga setempat dengan jam belajar yang disesuaikan setiap programnya seperti paket A (setara SD/MI), paket B setara (SMP/MTS), dan paket C (setara SMA/SMK/MA).

Dalam sistem penilaiannya, homeschooling dapat melakukan beberapa cara penilaian yakni penilaian mandiri dengan mengerjakan berbagai latihan yang terintegrasi dalam setiap modul dan penilaian formatif oleh tutor melalui pengamatan, diskusi, penugasan, ulangan, proyek, dan portofolio dalam proses tutorial, penilaian semester, Ujian Nasional oleh Pusat Penilaian Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Hakikatnya, menjadi alternatif di tengah kontradiksi bukanlah menjadi suatu pilihan namun menjadi suatu sarana bagaimana memperbaiki kualitas pendidikan. Akan banyak momok yang melingkupi dari adanya suatu homeschooling, namun dapat teratasi ketika mampu melihat peranannya yang begitu besar agar anak tetap belajar dan mengembangkan diri.

Buat kalian yang tertarik dengan program homeschooling, pastikan informasi yang didapatkan sudah cukup dan memiliki kesiapan mental untuk menjalani metode homeschooling. Dan terpenting, pastikan sistem pendidikan dipilih dengan sepenuh hati karena dengan itulah prestasi terbaik akan dapat kita raih.

REFERENSI 

Ilyas, I. (2016). Pendidikan Karakter Melalui Homeschooling. Journal of Nonformal Education, 2(1).

Sugiarti, D. Y. (2009). Mengenal homeschooling sebagai lembaga pendidikan alternatif. Edukasi, 1(2), 13-22.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun