Mohon tunggu...
Syifa NurAbyad
Syifa NurAbyad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM: 2005296 Prodi Ilmu Ekonomi dan Keuangan Islam Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Konsep Konsumsi dan Produksi dalam Ekonomi Islam?

6 April 2021   08:34 Diperbarui: 6 April 2021   08:37 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Islam adalah jalan hidup", kalimat ini sering kita dengar mungkin sejak kita kecil. Kalimat ini tanpa kita sadari sebenarnya memiliki arti yang sangat indah. Islam dengan dasar-dasarnya yang jelas telah memberi manusia tuntunan hidup.

Segala ilmu telah Allah sampaikan melalui Al-Quran dan melalui wahyu dari Rasulullah . Melalui banyak masa yang telah dilalui islam, begitu banyak pula penjelasan-penjelasan mengenai ilmu-ilmu yang selalu mengalami pembaharuan mengikuti perkembangan zaman.

Tidak hanya ilmu-ilmu mengenai akidah akhlak saja yang Allah berikan kepada manusia, tetapi jika kita menyelami lebih jauh ternyata Islam juga memberi tuntunan juga tentang ilmu bagaimana kita menjalankan kehidupan lainnya seperti muamalah atau ilmu ekonomi.

Seperti yang kita ketahui, segala ilmu tentunya memiliki topik-topik yang akan menjadi dasar perilmuannya. Perihal ini, tidak terkecuali dengan ilmu ekonomi, ilmu ekonomi sendiri berkaitan dengan produksi dan konsumsi.

Secara konvensional, konsumsi adalah kegiatan menggunakan barang dan jasa yang dilakukan manusia dalam bidang ekonomi setelah melalui proses produksi dan distribusi untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Tidak jauh berbeda dengan itu, konsumsi dalam perspektif ekonomi islam memiliki arti sebagai kegiatan menggunakan barang dan jasa yang tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk menjalankan ibadah kepada Allah SWT dan sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT.

Kegiatan konsumsi tentunya tidak jauh dari perilaku orang yang mengkonsumsi atau perilaku konsumen. Masyarakat muslim melakukan konsumsi dengan beberapa pondasi, pondasi itu diantaranya adalah karena keyakinan pada hari kiamat, konsep sukses yang diukur dengan moral agama islam, dan kedudukan harta sebagai anugerah yang Allah SWT berikan kepada manusia.

Mengapa tiga hal itu menjadi pondasi konsumsi seorang muslim?

Keyakinan pada hari kiamat menjadi dasar karena dengan mengingat akan adanya hari kiamat seorang muslim akan mengutamakan konsumsi untuk ibadah kemudian baru melakukan konsumsi untuk duniawi.

Kemudian konsep sukses yang diukur dengan moral agama islam menjadi pondasi karena dengan memiliki moralitas yang tinggi, seseorang akan semakin mudah mencapai kesuksesan. Dengan moralitas islam (kebajikan, kebenaran, dan ketaqwaan) akan memberikan kemudahan kepada seseorang untuk melakukan kebaikan dan mejauhkannya dari kejahatan.

Terakhir, kedudukan harta sebagai anugerah yang Allah SWT berikan kepada manusia menjadi pondasi konsumsi seorang muslim karena dengan harta seseorang mampu mencapai tujuan hidup dan jika diniatkan dengan mengharapkan ridha Allah SWT maka harta yang diusahakannya itu akan digantikan berlipat oleh Allah SWT.

Perilaku konsumsi dalam islam telah Allah sampaikan melalui firman-Nya dalam Al-Quran yang pada mulanya, prosesnya, dan akhirnya akan bisa mensejahterakan tidak hanya segolongan manusia saja, tetapi juga keseluruhan golongan manusia.

Jika dirangkumkan, ada dua larangan yang Allah berikan, yaitu larangan bersikap kikir dan menumpuk harta serta larangan untuk berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan.

Larangan-larangan  ini memiliki banyak hikmah didalamnya, seperti agar manusia tidak menjadi sombong dan membanggakan diri, agar manusia tidak mengekalkan hidupnya di dunia, agar seseorang tidak melupakan orang yang ada dilingkungan sekitarnya, dan masih banyak lagi.

Secara teoritis, prinsip konsumsi dalam islam telah disampaikan oleh Al Haristi, beliau menyampaikan ada 5 prinsip yang dikutip dari kebijakan Umar Ibn Khattob, yaitu

  • Prinsip syari'ah, prinsip ini akan meningkatkan ketaatan manusia kepada Allah SWT dan kita diharuskan mengetahui apa dan bagaimana proses pembuatan barang dan jasa yang kita konsumsi
  • Prinsip kuantitas, prinsip ini ada karena agar manusia bisa melihat kemampuan dan pendapatan yang dimilikinya agar menyisihkan sedikit agar bisa melakukan investasi
  • Prinsip prioritas, maksudnya adalah seseorang harus mampu memberikan prioritas kepada kebutuhan-kebutuhan primernya diatas kebutuhan sekunder dan tersiernya
  • Prinsip sosial, prinsip ini memberikan semangat seseorang untuk saling ta'awun dan tidak melakukan hal-hal yang akan menggaggu dan merugikan lingkungannya
  • Kaidah lingkungan, maksudnya seseorang yang melakukan konsumsi tidak boleh melakukan eksploitasi kepada sumber daya alam yang ada

Kemudian jika kita membandingkan ekonomi konvensional dan ekonomi islam, keduanya memiliki perbedaan besar dalam memandang keinginan dan kebutuhan.

Dalam ilmu ekonomi konvensional, teori-teori yang disajikan selalu menyamakan antara kebutuhan dan keinginan. Sedangkan dalam ilmu ekonomi islam, kebutuhan dan keinginan memiliki letak yang sangat berbeda.

Dalam ilmu ekonomi konvensional, kebutuhan dan kelangkaan dipandang memiliki efek yang sama, yaitu kelangkaan. Sedangkan dalam ilmu ekonomi islam, kebutuhan sangat diperlukan manusia untuk menyambung hidupnya agar tetap bisa beribadah kepada Allah SWT, dan keinginan terjadi pada manusia karena anugerah napsu yang telah Allah SWT berikan untuk menggerakkan kebutuhan dilakukan secara berlebihan.

Ilmu ekonomi islam telah dengan jelas memberikan panduan perilaku seseorang dalam melakukan konsumsi. Norma dan batasan selalu ditunjukkan secara lahiriah dan tidak diilhami oleh ruh ajaran Islami sehingga menciptakan gaya hidup yang ideal.

Dalam suatu ilmu ekonomi, tentunya tidak lengkap jika ada konsumsi tetapi tidak ada produksi. Setelah mempelajari mengenai konsumsi dalam islam, kita akan mempelajari mengenai produksi dalam islam.

Kegiatan produksi sendiri adalah kegiatan menciptakan kekayaan dengan pemanfaatan sumber daya oleh manusia dengan menciptakan nilai barang atau menambah nilai barang sehingga menjadi sebuah produk yang bisa menguntungkan orang lain dan tentunya diperbolehkan. Dalam perspektif islam, maksud dari diperbolehkan adalah ketika barang itu bukan merupakan barang yang haram atau barang yang akan menjadi haram bagi pemakainya atau konsumennya.

Dalam melakukan suatu kegiatan, seseorang harus memiliki tujuan mengapa kegiatan itu harus dilakukan, sama halnya dengan kegiatan produksi ini. Dalam perspektif fiqh ekonomi khalifah Umar Bin Khattab, tujuan kegiatan produksi adalah sebagai berikut.

  • Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin
  • Maksudnya adakah seseorang melakukan produksi adalah untuk memperoleh keuntungan dengan selalu memperhatikan realisasinya, bukan bertujuan untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya.
  • Merealisasikan kecukupan individu dan keluarga
  • Tujuan ini bermaksud agar seseorang melakukan produksi untuk mempertahankan kelangsungan hidup dirinya dan keluarganya dengan memenuhi kewajibannya memberi nafkah.
  • Tidak mengandalkan orang lain
  • Dengan melakukan produksi, seseorang bisa saja tidak lagi bergantung pada orang lain. Sebagaimana yang disampaikan Umar RA, bahwa islam tidak membenarkan seseorang yang mampu bekerja untuk menengadahkan tangannya kepada orang lain dengan meminta-minta.
  • Melindungi harta dan mengembangkannya
  • Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa harta sangat dibutuhkan setiap orang, seperti untuk mempertahankan hidupnya di dunia hingga untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT. Hingga Umar RA menyerukan agar manusia memelihara harta yang dimilikinya dan mengembangkannya dengan mengeksplorasi dalam kegiatan produksi.
  • Mengeksplorasi sumber ekonomi dan mempersiapkannya untuk dimanfaatkan
  • Jika melihat sekeliling, telah bayak kemudahan yang Allah SWT berikan kepada manusia untuk bisa melakukan kegiatan produksi. Dengan kemudahan itu, manusia hanya perlu mengeksplorasinya agar rezeki yang diberikan itu mampu memenuhi kebutuhan manusia.
  • Pembebasan dari belenggu ketergantungan ekonomi
  • Dalam pandangan makro, sangat Nampak jika Negara yang mampu memproduksi suatu barang atau jasa sendiri mampu menjadi bangsa yang lebih makmur negaranya dibandingkan dengan bangsa yang hanya melakukan konsumsi saja.
  • Taqarrub kepada Allah SWT
  • Allah SWT akan memberikan pahala kepada para produsen muslim karena aktivitas produksi yang dilakukannya.

Selain kegiatan produksi memiliki tujuan, produksi juga memiliki prinsip dalam ekonomi islam yang berkaitan dengan maqashid al-syari'ah, yaitu sebagai berikut.

  • Kegiatan produksi harus dilandasi oleh nilai-nilai islam dan harus sesuai dengan maqashid al-syari'ah. Maksudnya adalah tidak diperbolehkan melakukan kegiatan produksi yang bertentangan dengan penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
  • Prioritas produksi harus sesuai dengan kebutuhan (dharuriyyat, hajyiyat, dan tahsiniyat)
  • Dharuriyyat sama dengan kebutuhan primer. Dharuriyyat adalah kebutuhan yang jika ditinggalkan atau tidak terpenuhi akan mengancam keselamatan umat manusia.
  • Kemudian ada hajiyyat, hajiyyat adalah kebutuhan sekunder, kebutuhan ini juga diperlukan manusia, tetapi tidak sampai dengan mengancam keselamatan manusia dan hanya dapat menimbulkan kesulitan atau kesukaran jika kebutuhan itu tidak terpenuhi.
  • Dan terakhir ada kebutuhan tahsiniyat, kebitihan ini sama dengan kebutuhan tersier. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia yang dapat mendukung kemudahan dan kenyamanan manusia dalam melakukan kehidupan.
  • Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial zakat, sedekah, infaq, dan wakaf.
  • Mengelola sumber daya alam secara optimal, maksudnya adalah sesuai dengan kebutuhan yang ada, tidak melakukan pemborosan apalagi hingga merusak lingkungan.
  • Diperlukan distribusi keuntungan yang adil di semua mitra kerja, seperti pemilik, pengelola, manajemen, dan buruh.

Dalam sebuah produksi pastinya tidak pernah terpisahkan dengan upah. Karena upah akan selalu diberikan kepada pekerja yang ada dalam proses produksi.

Islam telah mengatur mengenai sistem pengupahan. Bahkan ada dasar jika seseorang mempekerjakan seorang pekerja, maka harus disebutkan upahnya. Hal ini bermaksud agar besar upah yang akan diberikan disepakati di awal masa kerja. Selain itu, islam juga mengatur agar tidak menunda-nunda membayarkan upah kepada para pekerja. Namun hal ini bukanlah suatu yang mengikat, sehingga kedua belah pihak bisa berdiskusi untuk mencapai kesepakatan tanpa ada pihak yang merasa dirugikan.

Sumber:

satu, dua, tiga, empat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun