A. Karakteristik Kurikulum di Indonesia
Pendidikan adalah salah satu komponen kehidupan yang paling urgen. Semenjak manusia berinteraksi dengan aktivitas pendidikan ini semenjak itulah manusia telah berhasil merealisasikan berbagai perkembangan dan kemajuan dalam segala lini kehidupan mereka.
Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Sukmadinata : 2008)
Kurikulum dapat dipahami dari tiga dimensi yakni kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar, dan kurikulum sebagai rencana pembelajaran (Sanjaya, 2015).
Berikut ini perkembangan kurikulum di Indonesia :
1. Kurikulum 1947 "Rentjana Pelajaran 1947"
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda "leer pan"artinya rencanapelajaran, istilah ini lebih popular dibanding istilah "curriculum".(Bahasa Inggris)
Pada saat itu kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran boleh 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1974 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan kesadaran bermasyarakat. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2. Kurikulum 1952 "Rentjana Pelajaran Terurai 1952"
Setelah "Rentjana Pelajaran 1947", pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama "Rentjana Pelajaran Terurai 1952". Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Silabus mata pelajarannya menunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar satu mata pelajaran, (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode 1991-1995).
3. Kurikulum 1964 "Rentjana Pendidikan 1964"
Pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat praktis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Materi pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok saja". Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Latar belakang lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep dibidang manajemen, yaitu MBO (management by objective)yang terkenal saat itu, metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PSSI), yang dikenal dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasa. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi: tujuan intruksional umum (TIU), tujuan intruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
6. Kurikulum 1984 "Kurikulum 1975 yang disempurnakan"
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming(SAL). Konsep CBS yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhirnya penolakan CBSA bermunculan.
7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk mendukung kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatagan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dimuatan nasional sampai muatan lokal.materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi pelajaran saja.
8. Kurikulum 2004 "KBK" (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran. KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Menakankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes)dan keberagaman. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, "Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?". Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang diukur dengan berbagai teknik penilaian. Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, "Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?"
9. Kurikulum 2006 "KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)"
Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.
10. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 berbasis kompetensi memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaian dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan pengembangan bakat. Setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing.
Tema utama kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui pengamatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam implementasi kurikulum, guru dituntut secara profesional merancang pembelajaran secara efektif dan bermakna, mengorganisir pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara efektif, serta menetapkan kriteria keberhasilan.
B. Karakteristik Kurikulum di Negara Lain (Republik Rakyat Cina)Â
- Pendidikan Cina
Sistem pendidikan Cina adalah meliputi: Pendidikan dasar (basic education), pendidikan teknik dan kejuruan (technical and vactional education), pendidikan tinggi (Higher education) dan pendidikan orang dewasa (adult education). Pendidikan dasar meliputi TK, SD, dan SM dengan lama pendidikan yaitu : Pra sekolah 3 tahun ke atas, sekolah dasar 5-6 tahun dengan usia masuk SD 6 tahun, dan pendidikan sekolah menengah tingkat pertama 3 tahun dan tingkat atas 5 thun. Selain pendidikan formal di Cina juga berkembang pendidikan non formal yang berupa pendidikan orang dewasa yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang pada gilirannya diharapkan dapat memberi sumbangsi dalam pengembangan ekonomi penduduk. Selain itu di Cina juga dikembangkan pendidikan literasi guna pemberantasan buta huruf (aksara).
- Manajemen Pendidikan
Sistem pendidikan Cina adalah bersifat transentralisasi, artinya mulai dari level pusat, provinsi, kodiya, kabupaten dan termasuk daerah-daerah otonomi setingkat kodiya. Adapun yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan adalah komite pendidikan Negara (state education commission) yaitu organisasi professional pemerintah dalam bidang pembangunan pendidikan. Untuk biaya pendidikan tersedia pada pemerintah pusat dan daerah dengan distribusi, alokasi dari daerah khusus untuk pendidikan yang di sekolah oleh daerah sedangkan dana pusat untuk lembaga pendidikan yang berada dikementrian-kementrian.
Kurikulum dirumuskan oleh komisi pendidikan negara yang sangat fleksibel serta bervariasi atas dasar kemampuan dan karakteristik wilayah, kota dan desa dan memberikan keleluasan bagi daerah untuk menambah kurikulum lokal. Dengan acuan sebagai berikut: SD memuat 10 mata pelajaran yang berbeda antara kota dan desa. Untuk SD pedesaan misalnya memuat mata pelajaran pertanian selain mata pelajaran inti, moral, matematika dan bahasa Cina. Sedangkan untuk SD perkotaan diwajibkan mata pelajaran olah raga. Sedangkan untuk sekolah menengah pertama memberikan 13 mata pelajaran termasuk diantaranya: pendidikan moral, politik, bahasa Cina, bahasa asing dan matematika. Sedangkan untuk SMA disesuaikan dengan keinginan siswa (disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, serta kondisi lembaga setempat).
Sistem ujian di Cina, untuk sekolah dasar dan menengah melaksanakan empat macam ujian yaitu ujian semester, ujian tahunan, ujian akhir sekolah dan ujian masuk SMP, dan ujian-ujian ini hanya terbatas pada mata pelajaran bahasa Cina dan matematika. Sedangkan ujian masuk SMA digabungkan dengan ujian akhir SMP. Untuk masuk perguruan tinggi dilakukan ujian seleksi nasional dengan pemisahan antara sains dan ilmu sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H