Mohon tunggu...
Syifa Indah Aurora Salsabila
Syifa Indah Aurora Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Akuntansi Universitas Pancasakti Tegal

Saya mahasiswa akuntansi, tertarik pada analisis data, pemecahan masalah, dan teknologi keuangan. Hobi membaca buku keuangan dan menonton film bisnis. Kepribadian analitis dan teliti.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbandingan Efisiensi dan Inovasi dalam Sistem Pengendalian Manajemen: Apa yang Bisa Dipelajari dari BUMN dan Perusahaan Swasta di Era Digital?

25 Oktober 2024   00:46 Diperbarui: 25 Oktober 2024   01:22 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Website PLN dan Website Grab

Pendahuluan

Perusahaan di era digital saat ini menghadapi tantangan yang berbeda dibandingkan dekade-dekade sebelumnya. Salah satu faktor penentu yang tidak bisa diabaikan adalah kemampuan perusahaan untuk menjaga efisiensi dan inovasi dalam sistem pengendalian manajemen (SPM). SPM tidak hanya mencakup pengawasan internal, tetapi juga pengembangan kebijakan dan prosedur yang responsif terhadap dinamika pasar dan tuntutan teknologi. Antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta, perbedaan mendasar dalam tujuan, struktur, dan keterikatan birokrasi menimbulkan pertanyaan: siapakah yang lebih unggul dalam mengelola sistem pengendalian manajemen di era digital? BUMN sering kali dianggap lambat dan birokratis, sementara perusahaan swasta diakui lebih gesit dan inovatif. Namun, apakah benar demikian? Bagaimana perbandingan antara kedua jenis perusahaan ini dalam hal efisiensi dan inovasi sistem pengendalian manajemen? Apa yang bisa kita pelajari dari masing-masing pihak?

Sistem Pengendalian Manajemen: Pilar Utama Pengelolaan Perusahaan

Sistem pengendalian manajemen (SPM) merupakan pilar yang mendasari pengelolaan perusahaan, tidak hanya dalam hal pengawasan, tetapi juga dalam memastikan bahwa tujuan strategis organisasi tercapai melalui pelaksanaan operasional yang optimal. Dalam teori pengendalian manajemen yang dikembangkan oleh Anthony dan Govindarajan, SPM didefinisikan sebagai serangkaian alat yang digunakan oleh manajemen untuk memastikan organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

Namun, era digital menuntut lebih dari sekadar pengendalian tradisional. SPM kini harus mampu merespon perubahan yang cepat, termasuk teknologi baru, model bisnis yang disruptif, dan globalisasi yang mendorong perusahaan untuk selalu inovatif. Di sinilah letak perbedaan mendasar antara BUMN dan perusahaan swasta: seberapa cepat mereka dapat menyesuaikan diri dengan perubahan ini melalui SPM yang adaptif.

Efisiensi dalam BUMN: Tertinggal Karena Birokrasi?

Di Indonesia, BUMN sering kali terikat pada tujuan ganda, yaitu kesejahteraan sosial sekaligus profitabilitas. BUMN seperti PLN, Pertamina, dan Telkom Indonesia memikul tanggung jawab besar untuk melayani masyarakat luas, bahkan di daerah-daerah yang tidak ekonomis secara bisnis. Hal ini sering kali menimbulkan beban tambahan dalam hal pengendalian biaya dan sumber daya. Studi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan bahwa salah satu faktor utama yang menghambat efisiensi operasional BUMN adalah birokrasi internal yang kompleks.

PLN, sebagai contoh konkret, menghadapi tantangan dalam mengurangi biaya produksi listrik yang tinggi, sebagian besar disebabkan oleh ketergantungan pada energi fosil dan subsidi yang diberikan pemerintah. Dalam Laporan Tahunan PLN tahun 2023, disebutkan bahwa PLN menghadapi kesulitan dalam mengimplementasikan efisiensi operasional karena proses pengambilan keputusan yang memerlukan persetujuan dari banyak pihak, baik dari pemerintah maupun lembaga pengawas.

Sebaliknya, perusahaan swasta yang berorientasi pada keuntungan sering kali lebih cepat dalam merespon perubahan pasar. Mereka memiliki fleksibilitas lebih besar dalam menyesuaikan struktur biaya, memperbaiki operasional, dan melakukan investasi dalam teknologi baru tanpa campur tangan yang berlebihan dari otoritas eksternal. Misalnya, Gojek mampu melakukan optimalisasi biaya operasional dengan memanfaatkan teknologi big data untuk memprediksi kebutuhan konsumen dan mengoptimalkan alokasi sumber daya manusia dan kendaraan. 

Inovasi: Keunggulan Perusahaan Swasta atau BUMN?

Inovasi menjadi elemen penting dalam meningkatkan daya saing di era digital, baik di BUMN maupun perusahaan swasta. Namun, faktor-faktor yang mendorong inovasi ini berbeda antara kedua entitas tersebut. Perusahaan swasta cenderung didorong oleh kebutuhan pasar dan tekanan untuk terus berinovasi agar tetap relevan dan kompetitif. Contoh nyata adalah Gojek dan Tokopedia yang secara konsisten mengembangkan layanan baru untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus berubah.

Berbeda dengan perusahaan swasta, inovasi di BUMN lebih sering dihadapkan pada tantangan birokrasi dan kebijakan pemerintah. Di sisi lain, ada juga BUMN yang telah berhasil mengadopsi inovasi dan teknologi secara efektif. PT Telkom Indonesia, misalnya, merupakan salah satu BUMN yang telah menunjukkan keberhasilan dalam melakukan transformasi digital. Telkom mengembangkan platform digital seperti IndiHome dan layanan berbasis cloud untuk melayani sektor korporasi, yang tidak hanya mendiversifikasi bisnisnya tetapi juga meningkatkan efisiensi operasional. Menurut laporan dari McKinsey pada tahun 2022, Telkom telah berhasil meningkatkan efisiensi hingga 20% dengan memanfaatkan otomatisasi digital dan analitik canggih untuk mendukung pengambilan keputusan strategis.

Studi Kasus: PLN vs Grab

Untuk memperdalam pemahaman kita, mari lihat perbandingan konkret antara dua perusahaan yang sangat berbeda: PT PLN (Persero), sebuah BUMN besar yang bergerak di sektor energi, dan Grab, perusahaan swasta di sektor transportasi dan teknologi.

PLN:

Sebagai satu-satunya penyedia listrik utama di Indonesia, PLN memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Meski demikian, perusahaan ini kerap dikritik karena inefisiensi operasionalnya, terutama dalam hal pemanfaatan sumber daya dan birokrasi internal yang menghambat inovasi. Salah satu tantangan utama PLN adalah kurangnya fleksibilitas dalam mengadopsi teknologi baru, seperti smart grid dan energi terbarukan. Proses pengambilan keputusan yang lambat, ditambah dengan tekanan politik untuk mempertahankan harga listrik yang terjangkau bagi masyarakat luas, membuat PLN sulit untuk berinovasi dan menjadi efisien.

Grab:

Sebaliknya, Grab, sebagai perusahaan teknologi yang berkembang pesat, telah memanfaatkan data dan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi dalam operasionalnya. Dengan menggunakan algoritma dan analisis big data, Grab mampu mengoptimalkan rute pengemudi, menurunkan biaya operasional, dan meningkatkan pengalaman pelanggan. Kecepatan adaptasi Grab terhadap perubahan pasar menjadi faktor utama dalam keberhasilannya di pasar Asia Tenggara. Berbeda dengan PLN, yang terikat oleh regulasi pemerintah dan birokrasi, Grab memiliki fleksibilitas lebih dalam menerapkan inovasi teknologi.

Pandangan Para Ahli

Menurut Michael Porter, salah satu ahli strategi bisnis terkemuka, inovasi dalam sistem pengendalian manajemen tidak hanya penting untuk meningkatkan efisiensi, tetapi juga untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Porter dalam bukunya. Competitive Advantage menekankan bahwa perusahaan yang mampu memadukan teknologi dengan pengendalian manajemen yang efektif akan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk beradaptasi dengan perubahan pasar yang dinamis.

Sementara itu, Robert Simons, dalam teori Levers of Control yang terkenal, menggarisbawahi pentingnya keseimbangan antara kontrol yang ketat dengan fleksibilitas dalam mendorong inovasi. Simons percaya bahwa perusahaan yang berhasil dalam era digital adalah mereka yang mampu memanfaatkan kontrol untuk menjaga stabilitas, tetapi pada saat yang sama memberikan ruang bagi inovasi untuk berkembang.

Peran Teori dalam Perbandingan

Teori Contingency dan Resource-Based View (RBV) relevan dalam membedah perbandingan ini. Teori Contingency menyatakan bahwa tidak ada pendekatan universal dalam pengendalian manajemen; setiap perusahaan harus menyesuaikan diri dengan kondisi internal dan eksternal yang dihadapinya. Dalam hal ini, BUMN dengan struktur birokrasi dan keterikatan pada kebijakan pemerintah perlu menerapkan pendekatan pengendalian yang berbeda dibandingkan perusahaan swasta yang lebih bebas menentukan arah dan kebijakan internal.

Sementara itu, Resource-Based View berfokus pada bagaimana perusahaan mengelola sumber daya yang dimiliki untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Dalam konteks ini, perusahaan swasta yang berhasil memanfaatkan teknologi sebagai sumber daya strategis memiliki keunggulan dalam berinovasi dan merespon kebutuhan pasar yang dinamis. Contoh nyata dari penerapan RBV ini terlihat pada perusahaan seperti Gojek dan Grab yang menjadikan teknologi sebagai inti dari sistem pengendalian manajemennya.

Kesimpulan: Apa yang Bisa Dipelajari?

Perbandingan antara BUMN dan perusahaan swasta dalam hal efisiensi dan inovasi sistem pengendalian manajemen menunjukkan bahwa perusahaan swasta memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dan kemampuan untuk berinovasi secara cepat. Di sisi lain, BUMN menghadapi tantangan yang lebih kompleks karena terikat oleh regulasi pemerintah, birokrasi, dan tekanan politik.

Namun, bukan berarti BUMN tidak bisa belajar dari perusahaan swasta. Dengan adopsi teknologi yang lebih agresif, pengurangan birokrasi, dan pendekatan yang lebih adaptif, BUMN juga bisa meningkatkan efisiensi dan daya saingnya di era digital. Perusahaan seperti PT Telkom Indonesia sudah membuktikan bahwa BUMN bisa menjadi pemain yang tangguh di era digital jika mereka mampu bertransformasi dan beradaptasi dengan cepat. Adopsi teknologi canggih seperti big data, artificial intelligence (AI), dan Internet of Things (IoT) merupakan langkah yang harus ditempuh jika BUMN ingin bersaing dengan perusahaan swasta yang lebih gesit.

Namun, upaya transformasi ini tidak hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan budaya organisasi. Salah satu kendala terbesar BUMN adalah resistensi terhadap perubahan, yang sering kali datang dari berbagai tingkat manajemen. Sebagaimana diungkapkan oleh Simons dalam teorinya tentang Levers of Control, inovasi tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh manajemen yang memiliki visi untuk mendobrak status quo. Proses pengambilan keputusan di BUMN yang hierarkis dan lambat perlu ditransformasi menjadi lebih partisipatif dan desentralisasi, di mana keputusan penting bisa diambil dengan cepat dan responsif terhadap perubahan eksternal.

Di sisi lain, perusahaan swasta tidak boleh merasa nyaman dengan keunggulan inovasi dan fleksibilitas yang mereka miliki. Dalam menghadapi perubahan yang semakin cepat dan tuntutan pasar yang lebih dinamis, mereka harus terus memperkuat sistem pengendalian manajemen yang adaptif. Teknologi yang digunakan bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga alat untuk menciptakan strategi jangka panjang yang berkelanjutan. 

Sebagai contoh, perusahaan seperti Gojek dan Tokopedia harus terus berinovasi agar tidak terjebak dalam zona nyaman mereka. Meskipun mereka saat ini dianggap sebagai pionir dalam industri teknologi, kecepatan perubahan dalam industri ini menuntut mereka untuk terus mengoptimalkan operasional, menjaga kualitas layanan, dan memperkenalkan model bisnis baru yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Tantangan dan Peluang di Masa Depan

Di masa depan, baik BUMN maupun perusahaan swasta di Indonesia akan dihadapkan pada tantangan yang lebih besar seiring dengan perkembangan teknologi dan globalisasi. BUMN, meskipun memiliki keterikatan kuat dengan pemerintah, dapat memanfaatkan posisinya sebagai penyedia infrastruktur publik utama untuk mempercepat transformasi digital di Indonesia. Perusahaan-perusahaan ini memiliki peluang besar untuk memanfaatkan sinergi antara kebijakan pemerintah dan teknologi baru untuk menciptakan sistem pengendalian yang lebih efektif dan inovatif.

Sementara itu, perusahaan swasta, dengan fleksibilitas yang lebih besar, memiliki peluang untuk terus menjadi pelopor dalam pengembangan teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing. Namun, tantangan bagi mereka adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara pertumbuhan yang cepat dan pengelolaan risiko yang efektif. Sistem pengendalian manajemen harus dirancang sedemikian rupa agar perusahaan swasta tetap bisa bertahan dalam situasi yang sangat kompetitif, di mana inovasi harus terus berlanjut tanpa mengorbankan stabilitas operasional.

Rekomendasi

  • BUMN: Perlu mengadopsi pendekatan yang lebih desentralisasi dalam pengambilan keputusan dan lebih agresif dalam mengintegrasikan teknologi digital ke dalam sistem pengendalian manajemen mereka. Selain itu, perubahan budaya organisasi yang mendorong inovasi perlu diakselerasi agar mereka tidak tertinggal dari perusahaan swasta.
  • Perusahaan swasta: Harus terus berinovasi dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi. Mereka juga harus mulai mempertimbangkan pengendalian risiko yang lebih matang, mengingat lingkungan bisnis yang semakin tidak pasti dan kompetitif.
  • Pemerintah: Sebaiknya mendorong sinergi antara BUMN dan sektor swasta dalam hal inovasi teknologi dan efisiensi manajemen. Dengan menciptakan kebijakan yang mendukung kolaborasi antara kedua sektor, Indonesia dapat mempercepat transformasi digital yang inklusif.

Penutup

Efisiensi dan inovasi dalam sistem pengendalian manajemen merupakan kunci kesuksesan perusahaan di era digital. BUMN dan perusahaan swasta memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam menghadapi tantangan ini. Namun, pelajaran penting yang bisa dipetik adalah bahwa perubahan teknologi dan budaya organisasi adalah dua elemen krusial yang akan menentukan apakah perusahaan tersebut akan mampu bertahan dan berkembang di masa depan. 

Perusahaan yang mampu beradaptasi dengan cepat, memanfaatkan teknologi dengan bijak, dan membangun sistem pengendalian manajemen yang tangguh akan menjadi pemimpin di era digital. Bagi BUMN, ini adalah kesempatan untuk memperbaiki citra yang kerap dianggap lambat dan birokratis, sementara bagi perusahaan swasta, ini adalah momen untuk mempertahankan inovasi sebagai jantung dari keberhasilan mereka. Dengan demikian, baik BUMN maupun perusahaan swasta memiliki potensi besar untuk belajar satu sama lain dan berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi digital Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun