Mohon tunggu...
Syifa Nurmaulidha
Syifa Nurmaulidha Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa KKN Mandiri Misi Khusus Kel 52 Tahun 2022

UIN WALISONGO SEMARANG

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

BFO dan Persoalan Negara Federal

10 Desember 2019   23:25 Diperbarui: 21 Juni 2021   10:03 7132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan kemudahan sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik. Tak lupa sholawat serta salam saya junjungkan kepada Nabi Muhammad Saw.

Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini baik dalam materi maupun pikiran. 

Penulis juga berharap semoga makalah yang berjudul "BFO dan Persoalan Negara Federal" dapat menjadi referensi pembaca dalam mencari ilmu. Walau saya sudah berusaha maksimal dalam membuat makalah ini dengan baik, tetap saja ada kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran sangat diperlukan agar penulis dapat membuat makalah lebih baik lagi.

Pemalang, Oktober 2018
Penulis  
 
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang

Konsep Negara Federal dan "Persekutuan" Negara Bagian (BFO/ Bijeenkomst Federal Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan. 

Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang ingin bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang ingin Indonesia menjadi negara kesatuan.

Rumusan Masalah

  1. Siapakah tokoh BFO?
  2. Bagaimana penjelasan tentang BFO dan Persoalan Negara Federal?

Tujuan

  1. Memahami tokoh BFO dan Persoalan Negara Federal.
  2. Memahami arti dari BFO dan Persoalan Negara Federal.

Baca juga: Irak sebagai Negara Federal

BAB II
PEMBAHASAN

Tokoh BFO

Hubertus Johannes van Mook (lahir di Semarang, 30 Mei 1894 -- meninggal di L'Illa de Srga, Perancis, 10 Mei 1965 pada umur 70 tahun) secara de facto adalah Gubernur-Jenderal Hindia Belanda (pangkat sesungguhnya adalah Letnan Gubernur Jenderal) yang terakhir yang menjabat setelah Jepang menguasai Hindia Belanda.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar HBS di Soerabaja, van Mook pindah ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan tinggi teknik di Delft. Tahun 1914 sempat masuk dinas ketentaraan sukarela dan melanjutkan studi tentang Indonesia di Universitas Leiden pada tahun 1916 dan lulus tahun 1918. 

Setelah itu, ia kembali ke Hindia Belanda dan ditugaskan menjadi inspektur mengurusi distribusi pangan di Semarang. Tahun 1921 menjadi penasihat urusan pertanahan di Yogyakarta. Tahun 1927 menjadi asisten residen urusan kepolisian di Batavia. Dalam tahun 1930-an dia menjadi ketua departemen urusan ekonomi [1].

Tanggal 20 November 1941 van Mook diangkat menjadi Menteri Urusan Tanah Jajahan (Minister of Colonies). Awal 1942 menjelang masuknya Jepang ke Indonesia, van Mook menjadi Letnan Gubernur-Jenderal dan berusaha mendapatkan dukungan militer dari Amerika Serikat untuk pengadaan persenjataan melawan Jepang, namun bantuan yang dinanti-nantikan terlambat datang, meskipun telah dibayar tunai. 

Saat Jepang mendarat di Jawa, van Mook mengungsi ke Australia, sementara Gubernur-Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer tetap berada di Indonesia. Tjarda van Starkenborgh ditawan Jepang, kemudian dibawa ke Manchuria dan baru dilepaskan pada bulan September 1945.

Pada tahun-tahun akhir Perang Pasifik van Mook yang berada di Australia tetap menyandang pangkat Letnan Gubernur Jenderal meskipun secara de facto bertindak selaku Gubernur Jenderal karena Tjarda van Starkenborgh Stachouwer ditawan Jepang dan setelah dibebaskan diangkat menjadi Duta Besar Belanda di Perancis. 

Pangkat van Mook tetap Letnan Gubernur Jenderal tetapi secara de facto dia melakukan tugas sebagai Gubernur Jenderal. Dia menjabat dari tanggal 14 September 1944 sampai 1 November 1948.

Pada tahun 1949 van Mook menjadi profesor tamu di Universitas California dan pada tahun 1951 van Mook bekerja di Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai pakar pengembangan kawasan. Sejak 1960 van Mook memilih menetap di L'Illa de Sorga, Perancis sampai akhir hayatnya, tahun 1965.

Penjelasan BFO dan Persoalan Negara Federal

Permasalahan ini muncul dimulai sejak Perundingan Linggarjati disetujui dan ditanda tangani dan di perparah dengan penandatanganan perundingan yang lainnya, seperti Roem-Royen. Konsep Negara Federal dan "Persekutuan" Negara Bagian (BFO/Bijeenkomst Federal Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan.  

Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang ingin bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang ingin Indonesia menjadi negara kesatuan.

Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya, pertemuan untuk membicarakan tatanan federal yang diikuti oleh wakil dari berbagai daerah non RI itu, ternyata mendapat reaksi keras dari para politisi pro RI yang ikut serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar bahkan begitu kuatnya mengkritik hasil konferensi.

Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu Indonesia Raya digunakan atau tidak oleh Negara Indonesia Timur (NIT) juga menjadi persoalan yang tidak bisa diputuskan dalam konferensi. Kabinet NIT juga secara tidak langsung ada yang jatuh karena persoalan negara federal ini (1947).

Baca juga: Pemilihan Langsung Kepala Daerah Mindset Negara Federal Bukan NKRI

Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati sebagaimana kita ketahui memiliki dampak negatif khususnya bagi rakyat indonesia dan hal ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. 

Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. 

Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati.

Perundingan Roem Royem

Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan, Belanda tetap saja tidak mau mengakui kelahiran negara indonesia. Dan Belanda pun membuat negara boneka yang bertujuan mempersempit wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Negara boneka tersebut dipimpin oleh Van Mook. Dan Belanda mengadakan konferensi pembentukan Badan Permusyawaratan Federal(BFO) 27 Mei 1948.

Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda mengadakan Agresi Militer Belanda dengan menyerang kota Yogyakarta dan menawan Presiden dan Wakil Presiden beserta pejabat lainnya. Namun sebelum itu Presiden mengirimkan radiogram kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara yang mengadakan perjalanan di Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Dengan begitu Indonesia menunjukkan kegigihan mempertahankan wilayahnya dari segala agresi Belanda. Akhirnya konflik bersenjata harus segera diakhiri dengan jalan diplomasi. Dan atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia, maka pada tanggal 14 April 1949 diadakan perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, Anggota Komisi Amerika.

Konferensi Inter Indonesia

Merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung dalam BFO. 

Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap negara-negara yang tergabung dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap Indonesia. 

Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia pada bulan Juli 1949.

BFO yang didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 merupakan lembaga permusyawaratan dari negara-negara federal yang memisahkan dari RI. Perdana Menteri negara Pasundan, Mr. Adil Poeradiredja, dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur, Gede Agung, memainkan peran penting dalam pembentukan BFO.

Baca juga: Mungkinkah Indonesia Jadi Negara Federal?

Dalam tubuh BFO juga terjadi pertentangan. Sejak pembentukannya di Bandung pada bulan Juli 1948, BFO telah terpecah ke dalam dua kubu. Kelompok pertama menolak kerjasama dengan Belanda dan lebih memilih RI untuk diajak bekerjasama membentuk Negara Indonesia Serikat. 

Kubu ini dipelopori oleh Ide Anak Agung Gde Agung (NIT) serta R.T. Adil Puradiredja dan R.T. Djumhana (Negara Pasundan). Kubu kedua dipimpin oleh Sultan Hamid II (Pontianak) dan dr. T. Mansur (Sumatera Timur).

Setelah Konferensi Meja Bundar atau KMB (1949), persaingan antara golongan federalis dan unitaris makin lama makin mengarah pada konflk terbuka di bidang militer, pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) telah menimbulkan masalah psikologis. 

Salah satu ketetapan dalam KMB menyebutkan bahwa inti anggota APRIS diambil dari TNI, sedangkan lainnya diambil dari personel mantan anggota KNIL. TNI sebagai inti APRIS berkeberatan bekerjasama dengan bekas musuhnya, yaitu KNIL. 

Sebaliknya anggota KNIL menuntut agar mereka ditetapkan sebagai aparat negara bagian dan mereka menentang masuknya anggotaTNI ke negara bagian (TaufiAbdullah danAB Lapian, 2012.).
 
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Negara Federal maupun BFO prinsipnya sama, yakni  adalah suatu negara yang secara resmi merdeka dan diakui kedaulatannya namun secara de-facto berada di bawah kontrol negara lainnya. 

Negara boneka secara harfiah berarti negara di mana pemerintahannya dapat disamakan seperti boneka yang dimainkan oleh pemerintah negara lainnya sebagai dalang. Terdapat kelompok federal dan unitaris di dalamnya.

Saran

Bagi siswa: Teruslah bersemangat dalam mengali ilmu, karena belajar itu tidak ada ruginya.

Bagi pembaca: Cermatilah setiap kata pada buku sejarah, maka kau megerti makna yang terkandung di dalamnya.
 
DAFTAR PUSTAKA:

  1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (ed.).2018. Buku Pelajaran Sejarah Indonesia
  2. untuk SMA Kelas 3. Jakarta
  3. https://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Permusyawaratan_Federal
  4. https://id.wikipedia.org/wiki/Hubertus_Johannes_van_Mook

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Sejarah Indonesia
SMA Negeri 1 Pemalang
Tahun Pelajaran 2018/2019

Disusun oleh :
Nama: Syifa Nurmaulidha
NISN: 20317
Kelas : XII MIPA 6

PROGRAM STUDI MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (MIPA)
SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 1 PEMALANG
2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun