Di balik sapa lembutmu, aku tahu ada gundukkan awan hitam yang sewaktu-waktu akan memecah keramahan.Â
Saat senyum berbalut hasad, aku tahu betapa kehadiran ini tak kau harapkan.Â
Tapi aku di sini untuk sebuah alasan. Sebuah alasan yang tetap memaksaku tinggal di ruang pengap dan beraroma busuk ini.
Selangkah demi selangkah kucoba tapaki dengan janji. Tentang kesetiaan bersama Mahacinta yang sejati.Â
Meski engkau belum bosan dengan cacian itu, aku mencoba usap air lelah di bawah dahi yang menetes tiada henti.Â
Kemarilah, duduklah di bangku ini! Kau kan rasakan betapa panasnya berada di sini.
Sehelai surat pengaduan ini telah rampung kutulis. Namun kemudian aku ragu, harus kepada siapa aku berikan ini?Â
Sedangkan mereka semua tak sedikitpun memberi pintu pertanda sudi menerima dan membaca lembaran hitam ini. Lalu kusimpan kembali ia di dalam diam.
Lelah!
Namun kesabaran itu tiada mengenal ujung. Ia setia dalam lingkaran yang tak berakhir.Â
Adakah waktu itu kan bergulir?Â