Mohon tunggu...
Syifa Helsiana
Syifa Helsiana Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Suka membaca dan menonton film, sehingga ingin mencoba menuangkan pendapat dan ide ke dalam bentuk tullisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perang Tabuk: Peperangan Tanpa Adu Pedang

12 Desember 2023   23:52 Diperbarui: 13 Desember 2023   07:56 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama kira-kira dua puluh tahun pasca hijrah ke Madinah, terakumulasi Rasulullah telah mengikuti banyak peperangan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa beliau berperang sebanyak dua puluh tujuh kali, dua puluh lima kali, ataupun dua puluh sembilan kali.[1] Terhitung ada tujuh perang besar yang terjadi pada masa Rasulullah Saw., yaitu perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perang Khaibar, perang penaklukan kota Makkah, perang Hunain, dan perang Tabuk. Ketujuh pertempuran ini disinggung Allah SWT. di dalam Al-Qur'an. 

Peperangan merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan di masa itu. Bahkan setelah Fathu Makkah. Ada dua perang yang dilakukan umat muslim setelah peristiwa penaklukan ini terjadi, yakni perang Hunain dan perang Tabuk. Perang Hunain terjadi pada abad ke 8 Hijriyah, sedang perang Tabuk berlangsung setahun setelahnya, yaitu pada pada Rajab tahun 9 Hijriyah. Perang Tabuk terjadi saat Nabi Muhammad Saw. sedang berada di Madinah. Rasulullah saat itu tengah berusaha menyiapkan pasukan muslim untuk berperang melawan bangsa Romawi. Ketika itu, Madinah sedang mengalami kekeringan yang berkepanjangan dan buah-buahan sedang dalam masa terbaiknya untuk berbuah. Berbeda dengan ajakan peperangan yang biasanya diisyaratkan dengan bahasa kiasan, dalam perang ini beliau secara terang-terangan meminta kaum muslimin agar mempersiapkan diri disebabkan musuh yang akan mereka hadapi sekarang amatlah besar dan kuat.[2]

 

Para ulama seperti Az-Zuhri, Yazid bin Ruman, Abdullah bin Abu Bakr dan Ashim bin Umar bin Qatadah telah mengabarkan kepada Ibnu Hisyam bbahwasanya saat akan terjadinya perang, kaum muslimin sedang dilanda masa-masa sulit, cuaca panas membakar, buah-buahan mulai ranum sehingga orang-orang lebih menyukai berada di buah-buahan dan tempat tempat bernaung mereka, serta malas untuk keluar dalam kondisi seperti itu, apalagi perjalanannya sangat jauh dan banyaknya musuh.[3] Disaat bersiap-siap untuk perang, Rasulullah mengajak Al-Jadd bin Qais dari Bani Salamah untuk bersiap, namun ia meminta izin tidak ikut dikarenakan takut terkena fitnah wanita dan tidak mampu sabar atasnya. Rasul pun memalingkan wajah dan memberi izin untuknya. Sehubungan dengan situasi ini, turunlah wahyu Allah surah at-Taubah ayat 49, "Di antara mereka ada orang yang berkata: 'Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah.' Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus kedalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir." 

 

Dalam keadaan ini tampak jelas bahwa orang-orang munafik enggan untuk ikut berjihad dan berkumpul di rumah Suwailim, seorang Yahudi yang tinggal di Jasum. Mereka menghasut umat muslim lainnya agar tidak ikut bersama Rasulullah di perang Tabuk. Mendengar itu, Rasulullah memerintah Thalhah bin Ubaidillah dan beberapa sahabat untuk membakar rumah Suwailim.

 

Meski ada lumayan banyak yang tidak ikut berperang, tetap ada para sahabat yang sangat totalitas membantu Rasulullah Saw., contohnya saja sahabat Usman bin Affan yang berinfak sebanyak seribu dinar untuk membantu para tentara yang mengalami kesulitan saat perang Tabuk. Ada berbagai kejadian unik yang dialami umat muslim pada saat perang Tabuk terjadi, seperti saat baru berangkat saja, ada beberapa sahabat yang tertinggal rombongan Rasulullah, sahabat itu ialah Ka'ab bin Malik bin Abu Ka'ab saudara Bani Salamah, Murarah bin Rabi' saudara Bani Amr bin Auf, Hilal bin Umayyah saudara Bani Waqif, dan Abu Khaitsamah saudara Bani Salim bin Auf. Mereka tertinggal bukan karena termasuk golongan orang munafik, hanya saja belum selesai mempersiapkan diri. Dikatakan oleh Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Darawardi tatkala Rasulullah berangkat ke Tabuk, beliau menunjuk Siba' bin Urfuthah sebagai wakil sementara beliau di Madinah.

 

Ada juga kejadian dimana Ali yang awalnya di Madinah menyusul nabi ke Tabuk karena ditertawakan oleh munafiqin, ia disebut sebagai beban Rasulullah Saw.[4] dan ditinggal karena lebih meringankan. Sesampainya kepada rasul, beliau memerintah Ali untuk kembali ke Madinah dan menjaga keluarganya disana. Rasul bersabda, "Mereka dusta. Aku meninggalkanmu di Madinah untuk menjaga keluargaku, oleh karena itu, pulanglah dan jagalah keluargaku dan keluargamu. Wahai Ali, apakah engkau tidak rela jika kedudukanmu di sisiku itu bagaikan kedudukan Nabi Harun di sisi Nabi Musa? Namun, tidak ada nabi setelahku."[5]

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun