Mohon tunggu...
Syifa El Sahla Jayadi
Syifa El Sahla Jayadi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta 2023

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Kebudayaan Literasi Membaca dalam Kehidupan Sosial Masyarakat di Era Digital

26 Oktober 2023   18:14 Diperbarui: 26 Oktober 2023   18:21 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syifa El Sahla Jayadi

Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta

syifasahla157@gmail.com

Pendahuluan

Di era digital yang terus berkembang, kebudayaan literasi membaca menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih telah mengubah cara kita mengakses, berbagi, dan mencerna informasi. Seiring dengan kemajuan ini, masyarakat telah beralih dari membaca teks cetak ke literasi digital. Sebagai hasilnya, kita berada dalam era di mana sumber informasi melimpah, tetapi tingkat literasi membaca yang efektif dalam konteks digital menjadi semakin penting. Tantangan utama yang kita hadapi adalah bagaimana memastikan bahwa literasi membaca yang efektif tetap relevan di era digital ini. Saat kita terombang-ambing oleh aliran informasi yang tak henti-hentinya di media sosial, aplikasi berita, dan platform daring lainnya, pertanyaan muncul tentang sejauh mana kita benar-benar memahami apa yang kita baca, bagaimana kita menilai sumber informasi, dan bagaimana kita dapat membedakan antara berita yang sah dan informasi palsu.

Data UNESCO juga menunjukkan bahwa Indonesia negara dengan tingkat minat baca yang rendah. Pendapat tersebut dibuktikan dengan survei yang dilakukan terhadap penduduk di negara-negara ASEAN. Budaya membaca di Indonesia menempati peringkat paling rendah dari tujuh negara yang termasuk anggota ASEAN dengan nilai 0,001. Angka tersebut dapat diartikan dari sekitar seribu penduduk Indonesia hanya satu yang memiliki budaya membaca tinggi. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam mengupayakan budaya literasi masyarakat, utamanya di era digital seperti sekarang (Saadati & Sadli, 2019).

Dalam masyarakat yang semakin terfokus pada media digital, perubahan sosial ini memicu refleksi tentang peran literasi membaca dalam membentuk pandangan dunia, mengatasi perpecahan, dan memahami perubahan budaya yang tengah berlangsung. Oleh karena itu, relevansi tulisan ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari kita, di mana kita semua sebagai individu yang terlibat dalam media digital dan interaksi online. Mengingat dampak besar dari literasi membaca dalam era digital terhadap pemahaman kita tentang dunia, evolusi budaya, dan perubahan sosial, tulisan ini menyoroti pentingnya pemahaman terhadap konsep dasar ilmu sosial dalam konteks ini.

Upaya Perkembangan Kebudayaan Literasi Membaca dalam Era Digital

Perkembangan budaya literasi dalam era digital memunculkan tantangan yang signifikan yang tidak bisa diabaikan, melainkan harus dihadapi dengan bijak dan cerdik. Indikator keberhasilan dalam membangun budaya literasi digital telah menjadi tolok ukur penting dalam pengembangan pendidikan dan kebudayaan. Oleh karena itu, upaya membangun budaya literasi digital ini mengharuskan partisipasi aktif dari semua pihak, termasuk para pemangku kepentingan dan masyarakat secara keseluruhan.

Budaya literasi digital tidak hanya mencakup keterampilan operasional dalam menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak teknologi informasi dan komunikasi, tetapi juga melibatkan kemampuan "membaca" dan "memahami" konten digital serta kemampuan "menciptakan" dan "menulis" dalam konteks yang semakin berubah ini. Kita tidak dapat hanya menyalahkan internet, gadget, atau komputer sebagai penyebab rendahnya budaya literasi. Terdapat sejumlah faktor lain yang memengaruhi, termasuk kurangnya kebiasaan, pengetahuan, motivasi, dan ketersediaan sarana pendukung.

Membangun budaya literasi digital merupakan upaya yang sangat penting dan bisa diwujudkan dengan berbagai cara. Pertama, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya membaca. Hal ini memerlukan kerjasama dari keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat untuk membangun kesadaran ini. Orang tua, lembaga pendidikan, dan pemerintah daerah memiliki peran yang sangat vital dalam memastikan ketersediaan buku sebagai alat utama membangun budaya literasi.

Literasi memiliki peranan sangat signifikan, karena menjadi cerminan dalam menilai perkembangan sebuah peradaban baru dalam tiap negara, termasuk Indonesia. Hal ini diperlihatkan dengan sangat jelas dalam hasil skor Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 yang menunjukkan tingkat literasi membaca di Indonesia yang sangat mengkhawatirkan. Indonesia berada di peringkat 70 dari 78 negara yang menjadi anggota organisasi OECD dalam hal kemampuan membaca (Ginting, 2021).

Data tersebut menggambarkan tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Di era teknologi canggih dan akses informasi yang semakin mudah, ada ketidaksesuaian antara kemampuan literasi dan kesempatan yang diberikan oleh kemajuan digital. Era digital seharusnya menjadi waktu yang paling tepat untuk memperkuat budaya literasi di seluruh wilayah. Melalui upaya meningkatkan literasi, kita dapat secara positif memengaruhi ketrampilan berpikir kritis dan pemahaman masyarakat Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi sehari-hari. Dengan literasi digital, masyarakat dapat menghasilkan gagasan baru, berinovasi, dan merespon tuntutan zaman. Hal Ini akan membentuk generasi yang cerdas dan memiliki kualitas yang lebih baik. Dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang lebih baik, diharapkan Indonesia dapat menciptakan budaya literasi yang kuat.

Dalam rangka menumbuhkan budaya literasi,meningkatkan minat baca,memberantas buta aksara, meningkatkan minat baca, serta meningkatkan daya saing dalam pendidikan, maka pemerintah pada tahun 2016 telah menyepakati program pendukung penyelarasan budaya literasi bagi masyarakat yaitu program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Program ini merupakan program yang bertujuan untuk mengembangkan budaya literasi dilingkungan sekolah dengan menekankan pembelajaran pada peningkatan budaya literasi. Sehingga dalam pelaksanaannya gerakan ini melibatkan para siswa,pendidik,tenaga pendidik dan juga orang tua dalam menjalankan program yang disediakan. Salah satu program GLS adalah menerapkan aktivitas 15 menit membaca buku pada anak (Astuti, dkk, 2022).

Budaya literasi ini memiliki peran penting dalam menciptakan masyarakat yang cerdas dan berkualitas, serta berkontribusi pada pembentukan bangsa yang unggul. Selain itu, Indonesia juga dihadapkan pada masalah defisit sumber daya manusia yang cerdas dan berkualitas, terutama jika generasi penerus dan para pendukung literasi mampu meningkatkan kapasitas diri secara mandiri dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan bijak. Dengan demikian, perubahan positif dalam budaya literasi menjadi kunci untuk memperbaiki kemampuan literasi di Indonesia dan mempersiapkan generasi yang lebih berkualitas di masa depan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Kebudayaan Literasi Membaca

Pembangunan kebudayaan literasi membaca merupakan upaya penting dalam mengatasi masalah pendidikan dan mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi tantangan globalisasi di era digital. Beberapa faktor kunci memengaruhi pembangunan kebudayaan literasi membaca, dan faktor-faktor ini menjadi dasar dalam upaya meningkatkan literasi masyarakat. Salah satu faktor utama yang memengaruhi pembangunan kebudayaan literasi membaca adalah akses. Aksesibilitas terhadap sumber-sumber bacaan dan literatur sangat penting dalam merangsang minat dan keinginan untuk membaca.

Tanpa akses yang memadai, masyarakat mungkin tidak memiliki kesempatan untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman mereka melalui bacaan. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan yang mendukung akses yang lebih luas dan mudah terhadap buku, perpustakaan, dan sumber-sumber bacaan lainnya. Di era digital, akses juga berkaitan dengan konektivitas internet dan perangkat elektronik yang memungkinkan akses ke informasi digital.

Selain akses, faktor kecakapan memainkan peran penting dalam pembangunan kebudayaan literasi membaca. Kemampuan membaca, memahami, dan menganalisis teks merupakan keterampilan inti dalam literasi. Meningkatkan kemampuan ini memerlukan pendidikan yang efektif dan metode pengajaran yang mendukung. Guru yang kompeten dalam pengajaran literasi serta kurikulum yang memadai sangat diperlukan untuk mengembangkan kecakapan literasi di kalangan siswa. Selain itu, pelatihan dan pengembangan kemampuan literasi bagi masyarakat umum juga dapat membantu meningkatkan kecakapan literasi.

Faktor alternatif merujuk pada variasi dalam bacaan dan sumber informasi. Masyarakat cenderung lebih tertarik untuk membaca jika mereka memiliki akses ke berbagai jenis bacaan yang sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk menghadirkan beragam pilihan bacaan yang mencakup berbagai topik, genre, dan format. Diversifikasi bahan bacaan ini akan membuat literasi menjadi lebih menarik dan relevan bagi masyarakat.

Selain faktor-faktor di atas, budaya juga memainkan peran kunci dalam pembangunan kebudayaan literasi membaca. Budaya membaca adalah seperangkat norma, nilai, dan kebiasaan yang mendukung minat dan praktik membaca dalam masyarakat. Budaya membaca yang kuat menciptakan lingkungan yang mendukung pembangunan literasi. Oleh karena itu, penting untuk mempromosikan budaya literasi di tingkat masyarakat. Hal ini dapat melibatkan kegiatan seperti kampanye literasi, kelompok diskusi buku, dan upaya kolaboratif antara sekolah, perpustakaan, dan komunitas.

Permatasari dkk (2022) menemukan bahwa berdasarkan keempat dimensi faktor yang diukur tersebut diperoleh hasil kecakapan sebesar 75,92%; akses sebesar 23,09%; alternatif sebesar 40,49%; dan budaya sebesar 28,50%. Oleh karena itu, diperoleh hasil Indeks Alibaca Nasional rata-rata sebesar 37,32% (termasuk kategori rendah). Meningkatkan budaya literasi di era digital bukan hanya tentang meningkatkan kemampuan membaca, tetapi juga tentang mengubah pola pikir dan bernalar masyarakat dalam menghadapi perkembangan dunia.

Urgensi Kebudayaan Literasi Membaca dalam Kehidupan Sosial Masyarakat di Era Digital

Kebudayaan literasi membaca memiliki peran penting dalam membentuk dan memengaruhi kehidupan sosial masyarakat, terutama dalam era digital yang semakin berkembang. Literasi membaca bukan sekadar keterampilan teknis membaca teks, tetapi juga mencakup pemahaman, analisis, dan penggunaan informasi dengan bijak. Dalam konteks era digital, pentingnya kebudayaan literasi membaca menjadi semakin nyata, dan berikut adalah beberapa alasan mengapa keberadaannya sangat vital dalam kehidupan sosial masyarakat saat ini.

Menurut Beers, dkk. (2009) dua aspek utama dalam proses membaca. Yang pertama adalah keterampilan mekanis, yang dapat dianggap sebagai tahap awal yang lebih dasar. Keterampilan ini meliputi pengenalan bentuk huruf, pemahaman unsur-unsur linguistik seperti fonem, grafem, kata, frasa, pola klausa, dan kalimat, serta kecepatan membaca dengan tingkat yang lebih lambat. Kedua, terdapat aspek pemahaman yang merupakan tahap yang lebih tinggi dalam membaca. Aspek ini mencakup pemahaman makna leksikal, gramatikal, dan retorikal, kemampuan memahami signifikansi atau makna keseluruhan, kemampuan mengevaluasi isi dan bentuk teks, serta kemampuan membaca secara fleksibel yang dapat disesuaikan dengan konteks dan kondisi tertentu.

Kebudayaan literasi membaca memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam diskusi dan komunikasi publik. Di era digital, berita, opini, dan informasi tersebar luas melalui platform media sosial dan situs web berita. Tanpa literasi yang kuat, individu cenderung menjadi konsumen pasif informasi, rentan terhadap pemahaman yang dangkal dan manipulasi informasi. Masyarakat yang memiliki kecakapan literasi yang baik dapat membaca, mengevaluasi, dan berkontribusi pada diskusi publik dengan cara yang lebih kritis dan bermakna.

Jatnika (2019) mengemukakan bahwa literasi membaca membantu masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan budaya dan teknologi. Era digital membawa perubahan sosial dan budaya yang cepat, termasuk cara kita berkomunikasi, bekerja, dan bersosialisasi. Masyarakat yang memiliki budaya literasi yang kuat cenderung lebih mudah beradaptasi dengan perkembangan ini, sementara yang tidak memiliki literasi akan merasa terpinggirkan dan kehilangan kesempatan dalam berbagai aspek kehidupan.

Pada akhirnya, literasi membaca menjadi alat penting untuk pengembangan diri dan pemenuhan potensi individu. Masyarakat yang memiliki kecakapan literasi yang baik lebih mampu mengakses dan memanfaatkan sumber-sumber pengetahuan, termasuk buku, artikel, jurnal, dan sumber informasi digital. Literasi membaca memungkinkan individu untuk belajar sepanjang hidup, mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang berbagai topik, dan memajukan diri dalam karier dan kehidupan pribadi.

Lalu, Literasi membaca memiliki peran kunci dalam pembentukan pandangan dunia dan nilai-nilai masyarakat. Dalam era digital yang penuh dengan beragam perspektif dan sudut pandang, individu yang memiliki budaya literasi cenderung lebih mampu melakukan analisis kritis, menghargai perbedaan, dan menjalani kehidupan yang lebih inklusif. Literasi membaca membantu masyarakat untuk lebih memahami nilai-nilai sosial, politik, dan budaya yang membentuk dunia mereka.

Literasi membaca juga memainkan peran dalam peningkatan keterampilan komunikasi dan hubungan sosial. Masyarakat yang memiliki literasi yang baik cenderung lebih mampu berkomunikasi secara efektif, baik dalam menulis, berbicara, atau berpartisipasi dalam diskusi. Literasi membaca memfasilitasi interaksi sosial yang lebih baik dan memperkuat hubungan individu dengan lingkungan sekitarnya.

Kesimpulan

Dalam kesimpulan, pentingnya membangun kebudayaan literasi membaca dalam era digital sangat relevan dan mendesak. Era digital membawa tantangan baru dan perubahan dalam cara masyarakat mengakses, berbagi, dan memahami informasi. Literasi membaca yang efektif menjadi kunci untuk membantu individu dan masyarakat lebih mampu menghadapi dinamika perubahan ini. Upaya membangun budaya literasi harus melibatkan semua pihak, termasuk keluarga, sekolah, dan pemerintah daerah, dengan penekanan pada peningkatan kesadaran masyarakat, diversifikasi bacaan, dan pemahaman konten digital.

Selain itu, literasi membaca tidak hanya tentang kemampuan teknis membaca teks, tetapi juga tentang keterampilan kritis, analitis, dan pemahaman. Sehingga berguna membantu individu untuk berpartisipasi secara aktif dalam komunikasi publik, beradaptasi dengan perubahan budaya dan teknologi, serta meningkatkan kualitas komunikasi dan hubungan sosial. Oleh karena itu, membangun budaya literasi membaca di era digital bukan hanya suatu keharusan, melainkan juga investasi dalam membentuk masyarakat yang lebih cerdas, berkualitas, dan siap menghadapi masa depan yang semakin kompleks.

Daftar Pustaka

Astuti, A. P., Istianingsih, S., & Widodo, A. (2022). Pentingnya Membangun Budaya Literasi (Budaya Membaca) pada Anak SD di Era Digital. Jurnal Pembelajaran, Bimbingan, dan Pengelolaan Pendidikan, 2(12), 1184-1189.

Beers, dkk. 2009. A Principal’s Guide to Literacy Instruction. New York : Guilford Press

Ginting, E. S. (2021). Penguatan literasi di era digital. In Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia (SemNas PBSI)-3 (pp. 35-38). FBS Unimed Press.

Jatnika, S. A. (2019). Budaya Literasi untuk Menumbuhkan Minat Membaca dan Menulis. Indonesian Journal of Primary Education, 3(2), 1-6.

Permatasari, A. D., Iftitah, K. N., Sugiarti, Y., & Anwas, E. O. M. (2022). Peningkatan Literasi Indonesia Melalui Buku Elektronik. Kwangsan: Jurnal Teknologi Pendidikan, 10(2), 261-282.

Saadati, B. A., & Sadli, M. (2019). Analisis pengembangan budaya literasi dalam meningkatkan minat membaca siswa di sekolah dasar. Terampil: Jurnal pendidikan dan pembelajaran Dasar, 6(2), 151-164.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun