Mohon tunggu...
Syifa El Sahla Jayadi
Syifa El Sahla Jayadi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta 2023

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Kebudayaan Literasi Membaca dalam Kehidupan Sosial Masyarakat di Era Digital

26 Oktober 2023   18:14 Diperbarui: 26 Oktober 2023   18:21 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Literasi memiliki peranan sangat signifikan, karena menjadi cerminan dalam menilai perkembangan sebuah peradaban baru dalam tiap negara, termasuk Indonesia. Hal ini diperlihatkan dengan sangat jelas dalam hasil skor Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 yang menunjukkan tingkat literasi membaca di Indonesia yang sangat mengkhawatirkan. Indonesia berada di peringkat 70 dari 78 negara yang menjadi anggota organisasi OECD dalam hal kemampuan membaca (Ginting, 2021).

Data tersebut menggambarkan tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Di era teknologi canggih dan akses informasi yang semakin mudah, ada ketidaksesuaian antara kemampuan literasi dan kesempatan yang diberikan oleh kemajuan digital. Era digital seharusnya menjadi waktu yang paling tepat untuk memperkuat budaya literasi di seluruh wilayah. Melalui upaya meningkatkan literasi, kita dapat secara positif memengaruhi ketrampilan berpikir kritis dan pemahaman masyarakat Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi sehari-hari. Dengan literasi digital, masyarakat dapat menghasilkan gagasan baru, berinovasi, dan merespon tuntutan zaman. Hal Ini akan membentuk generasi yang cerdas dan memiliki kualitas yang lebih baik. Dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang lebih baik, diharapkan Indonesia dapat menciptakan budaya literasi yang kuat.

Dalam rangka menumbuhkan budaya literasi,meningkatkan minat baca,memberantas buta aksara, meningkatkan minat baca, serta meningkatkan daya saing dalam pendidikan, maka pemerintah pada tahun 2016 telah menyepakati program pendukung penyelarasan budaya literasi bagi masyarakat yaitu program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Program ini merupakan program yang bertujuan untuk mengembangkan budaya literasi dilingkungan sekolah dengan menekankan pembelajaran pada peningkatan budaya literasi. Sehingga dalam pelaksanaannya gerakan ini melibatkan para siswa,pendidik,tenaga pendidik dan juga orang tua dalam menjalankan program yang disediakan. Salah satu program GLS adalah menerapkan aktivitas 15 menit membaca buku pada anak (Astuti, dkk, 2022).

Budaya literasi ini memiliki peran penting dalam menciptakan masyarakat yang cerdas dan berkualitas, serta berkontribusi pada pembentukan bangsa yang unggul. Selain itu, Indonesia juga dihadapkan pada masalah defisit sumber daya manusia yang cerdas dan berkualitas, terutama jika generasi penerus dan para pendukung literasi mampu meningkatkan kapasitas diri secara mandiri dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan bijak. Dengan demikian, perubahan positif dalam budaya literasi menjadi kunci untuk memperbaiki kemampuan literasi di Indonesia dan mempersiapkan generasi yang lebih berkualitas di masa depan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembangunan Kebudayaan Literasi Membaca

Pembangunan kebudayaan literasi membaca merupakan upaya penting dalam mengatasi masalah pendidikan dan mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi tantangan globalisasi di era digital. Beberapa faktor kunci memengaruhi pembangunan kebudayaan literasi membaca, dan faktor-faktor ini menjadi dasar dalam upaya meningkatkan literasi masyarakat. Salah satu faktor utama yang memengaruhi pembangunan kebudayaan literasi membaca adalah akses. Aksesibilitas terhadap sumber-sumber bacaan dan literatur sangat penting dalam merangsang minat dan keinginan untuk membaca.

Tanpa akses yang memadai, masyarakat mungkin tidak memiliki kesempatan untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman mereka melalui bacaan. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan yang mendukung akses yang lebih luas dan mudah terhadap buku, perpustakaan, dan sumber-sumber bacaan lainnya. Di era digital, akses juga berkaitan dengan konektivitas internet dan perangkat elektronik yang memungkinkan akses ke informasi digital.

Selain akses, faktor kecakapan memainkan peran penting dalam pembangunan kebudayaan literasi membaca. Kemampuan membaca, memahami, dan menganalisis teks merupakan keterampilan inti dalam literasi. Meningkatkan kemampuan ini memerlukan pendidikan yang efektif dan metode pengajaran yang mendukung. Guru yang kompeten dalam pengajaran literasi serta kurikulum yang memadai sangat diperlukan untuk mengembangkan kecakapan literasi di kalangan siswa. Selain itu, pelatihan dan pengembangan kemampuan literasi bagi masyarakat umum juga dapat membantu meningkatkan kecakapan literasi.

Faktor alternatif merujuk pada variasi dalam bacaan dan sumber informasi. Masyarakat cenderung lebih tertarik untuk membaca jika mereka memiliki akses ke berbagai jenis bacaan yang sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk menghadirkan beragam pilihan bacaan yang mencakup berbagai topik, genre, dan format. Diversifikasi bahan bacaan ini akan membuat literasi menjadi lebih menarik dan relevan bagi masyarakat.

Selain faktor-faktor di atas, budaya juga memainkan peran kunci dalam pembangunan kebudayaan literasi membaca. Budaya membaca adalah seperangkat norma, nilai, dan kebiasaan yang mendukung minat dan praktik membaca dalam masyarakat. Budaya membaca yang kuat menciptakan lingkungan yang mendukung pembangunan literasi. Oleh karena itu, penting untuk mempromosikan budaya literasi di tingkat masyarakat. Hal ini dapat melibatkan kegiatan seperti kampanye literasi, kelompok diskusi buku, dan upaya kolaboratif antara sekolah, perpustakaan, dan komunitas.

Permatasari dkk (2022) menemukan bahwa berdasarkan keempat dimensi faktor yang diukur tersebut diperoleh hasil kecakapan sebesar 75,92%; akses sebesar 23,09%; alternatif sebesar 40,49%; dan budaya sebesar 28,50%. Oleh karena itu, diperoleh hasil Indeks Alibaca Nasional rata-rata sebesar 37,32% (termasuk kategori rendah). Meningkatkan budaya literasi di era digital bukan hanya tentang meningkatkan kemampuan membaca, tetapi juga tentang mengubah pola pikir dan bernalar masyarakat dalam menghadapi perkembangan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun