Mohon tunggu...
Syifa Amalia
Syifa Amalia Mohon Tunggu... Penulis - Pencerita

Kadang nulis, kadang nonton film || Find me on Instagram @syifaamaliac.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "Army of Thieves", Memahami Seni Meretas Brankas

30 November 2021   22:43 Diperbarui: 1 Desember 2021   00:39 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Army of Thieves (Sumber: https://m.imdb.com/title/tt13024674/mediaviewer/rm1567225601/ )

Dalam hal memahami, terkadang seseorang perlu memperlakukan sesuatu yang mati itu seperti sesuatu yang hidup, sesuatu yang memiliki nyawa. Melalui Army of Thieves (2021), Matthias Schewighofer melakukan pendekatan yang berbeda ketika memandang sebuah brankas tua bukan sebagai benda mati melainkan sebagai sesuatu yang lebih personal lagi. Di sisi lain, ada pencurian besar-besaran yang sedang direncanakan di tengah wabah zombi yang secara masif menyerang Las Vegas.

Army of Thives merekam perjalanan awal mula bagaimana Dieter menjadi seorang peretas brankas handal dan lebih dalam mengungkapkan kecintaanya pada sebuah brankas karya master Hans Wagner yang fenomenal itu. Ludwig Dieter (Matthias Schewighofer) tengah berada di situasi yang menjemukan dengan menjadi pegawai bank di Jerman yang selalu berhadapan dengan hal yang sama setiap harinya. 

Di tambah lagi, rutinitas harian yang terasa hanya mengulang hari kemarin dan berlaku sama untuk hari yang akan datang. Hal ini terasa sangat related bagi sebagian orang karena seringkali memang dihadapkan pilihan seperti itu. Ketika ingin berpindah di suatu keadaan, namun tidak ada pilihan lain selain tinggal di sana. Bukan tidak mau, hanya saja tidak bisa. Mereka tidak bisa begitu saja meninggalkan sesuatu yang menjadi satu-satunya cara yang menahannya agar tetap hidup.

Talenta yang dimiliki Dieter terlalu besar jika hanya berhenti di pekerjaannya saat ini. Sebastian Schlencht Wohnert---nama yang sebenarnya sebelum ia ubah menjadi Ludwig Dieter, memiliki ketertarikan dalam dunia kebrankasan. Kemampuannya dalam memecahkan kode yang ada dalam brankas itu melebihi apa yang bisa dilakukan oleh orang pada umumnya. Seperti dalam adegan pembuka film ini, ketika Dieter sedang bercerita di depan kamera mengenai mitos The Ring Cycles milik seorang master pembuat brankas Hans Wagner (Christian Steyer).

Bisa dibilang Dieter tidak mendapat cukup banyak atensi dari video yang sudah ia unggah di internet. Namun, hidupnya mendadak berubah semenjak seseorang meninggalkan komentar pada videonya yang meminta Dieter untuk mendatangi suatu tempat dimana ia harus mengikuti perlombaan meretas brankas. Tidak secara kebetulan namun hal ini sudah direncanakan oleh Gwen. Gwendoline Starr (Nathalie Emmanuel) merasa potensi yang dimiliki Dieter sangat tepat untuk bergabung dalam komplotan pencuri miliknya yang saat ini menjadi burunan internasional interpol.

Gwen berencana untuk membobol seluruh brankas yang tergabung dalam The Ring Cycles atau Siklus Cincin yang kini dimiliki oleh Bly Tanaka (Hiroyuki Sanada). Dieter si penakut, pemalu dan tidak ada latar belakang seorang kriminal sama sekali ini menerima tawaran Gwen sebagai bentuk pelarian dari kehidupannya yang membosankan dan sekali lagi ini akan membawanya semakin dekat dengan The Ring Cycles, impiannya.

Kehadiran Dieter pada awalnya sempat diragukan oleh anggota yang lain seperti si hacker Korina ( Ruby O. Fee), si sopir yang gesit Rolph (Guz Khan) dan si jago bela diri Brad (Stuart Martin). Seiring berjalannya waktu dalam mengenal satu sama lain, chemistry yang dibangun antarkarakter cukup solid di tengah bumbu drama yang memecah belah menjadi dua kubu.

Sebuah Upaya Untuk Menemukan

Sesuatu yang besar telah terjadi dalam hidup Dieter. Tidak ada lagi keadaan yang monoton yang ia hadapi. Ia bahkan bisa melawan rasa takutnya ketika ia berusaha menyelamatkan dirinya dari kejaran polisi yang hampir menangkapnya. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Perjalanan dalam menemukan brankas itu dimulai dari Paris, Praha dan berakhir di St. Moriz, Switzerland. Visualisasi yang benar-benar memotret sisi masing-masing kota itu dengan sangat tepat dan indah. Gedung-gedung bergaya klasik tidak luput dari sorotan kamera dengan tone tone warna yang dingin.

Hal yang menarik dalam setiap upaya Dieter ketika meretas brankas adalah sesuatu yang berbeda. Ia tidak hanya bisa menemukan kode yang tepat untuk meretas namun bagaimana ia bisa masuk ke dalam cerita yang tersimpan dalam setiap brankas. Dieter seolah ditakdirkan untuk membuka The Rhengold, The Valkyne, The Siegfried, dan terakhir yang paling sulit The Gotterdammerung.

Dieter memandang brankas itu selayaknya ia akan mengetuk pintu hati seseorang. Tidak secara tiba-tiba namun melalui upaya pemahaman pada tiap masing-masing karakter brankas. Seperti yang dikatakan Gwen sebelumnya, bahwa yang membedakan Dieter dengan peretas brankas lainnya adalah hanya dirinya satu-satunya yang lebih 'mengenal' bagaimana brankas-brankas itu termasuk cerita dibaliknya. Seperti yang terkandung pada The Siegfried tentang upaya memahami rasa takut.

Tidak hanya itu, sisi humor juga turut diselipkan justru berasal dari karakter Dieter itu sendiri. Humor yang muncul terasa natural seperti ritual yang menjadi kebiasan Dieter sebelum meretas brankas. Seperti menyetel musik klasik dan seolah melakukan gerakan merapalkan mantra-mantra, dan mendengarkan dengan khidmat setiap gerak kunci-kunci yang bergerak dari dalam sana.

Menceritakan Masa Lalu

Seperti yang sudah diketakui bersama bahwa Army of Thieves ini merupakan prekuel film sebelumnya Army of The Dead yang menceritakan perampokan brankas The Gotterdammerung di kasino di tengah wabah zombi yang melanda Las Vegas. Film Army of Thieves berlatar enam tahun sebelum ia kembali direkrut kelompok pencuri lainnya.

Sebagai film yang menampilkan sosok Ludwig Dieter secara lebih mendalam, film ini cukup berhasil menaruh simpatik pada karakter Dieter. Memiliki jalan cerita yang lebih kuat dibanding film sebelumnya, namun pada film Army of Thieves konsep pencurian dirasa kurang berani dan menantang. Selain itu motif mengenai mengapa Gwen dan kawan-kawan harus melakukan pencurian ini terasa hanya menyentuh permukaan saja.

Setidaknya melalui film ini, kita mengerti satu hal mengenai konsep memahami. Bahwa tidak banyak dari kita yang benar-benar mampu memahami seseorang. Seringkali kita hanya mengenal tanpa menyadari apakah kita sudah cukup memahaminya. Film Army of Thieves, memberikan penyelesaian bahwa dalam upaya memahami kita hanya memerlukan sebuah kerelaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun