Pendidikan Karakter tidak hanya mengajarkan untuk memilih mana yang salah dan mana yang benar. Tetapi, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga siswa menjadi paham mana yang baik dan mampu merasakan nilai yang baik. Pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik, moral yang baik, dan perasaan yang baik. Oleh sebab itu, pendidikan karakter harus lebih diperhatikan dan dipraktikkan di kehidupan sehari-hari siswa.
Peran keluarga dalam karakter anak diajarkan melalui cara mendidik anak untuk memiliki etika yang baik. Keluarga merupakan agen sosialisasi primer yang berperan untuk memperkenalkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat pada umumnya guna menjadi bekal anak untuk memasuki lingkungan sosial yang lebih luas di luar keluarga.Â
Sosialisasi nilai dan norma dalam keluarga ini bertujuan agar anak mampu berperan dalam setiap lingkungannya sesuai dengan nilai dan norma yang telah orang tua tanamkan pada anak. Sosialisasi nilai dan norma dalam keluarga dapat membentuk perilaku anak sebagai upaya menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan individu atau kelompok sosial lainnya diluar lingkungan keluarga di mana pada hakikatnya nilai dan norma dibuat untuk ditaati oleh anggota kelompok sosial agar tidak terciptanya suatu perilaku menyimpang.Â
Sosialisasi nilai dan norma pada anak dalam keluarga ini diharapkan mampu memberikan pemahaman pada diri anak dalam menaati nilai dan norma yang berlaku.
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani, yaitu charassein yang berarti "to engrave"(Kevin Ryan & Karen E. Bohlin,1999). Kata "to engrave" dapat diterjemahkan "mengukir, melukis"(John M. Echols dan Hassan Shadily, 1995).Makna ini dapat dikaitkan dengan persepsi bahwa karakter adalah lukisan jiwa yang termanifestasi dalam perilaku.Â
Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia di artikan dengan "tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,2008). Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Makna seperti itu menunjukkan bahwa karakter identik dengan kepribadian atau akhlak.
Pengembangan karakter dalam proses kegiatan pembelajaran saja tidak cukup, siswa juga seharusnya lebih aktif dalam proses berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Dengan begitu, karakter siswa akan terbentuk dengan baik dan akan lebih mudah dalam berteman.
B. Peran Sekolah sebagai Proses Sosialisasi Siswa
Ketika anak-anak dikirimkan ke sekolah, pasti ada ekspektasi tinggi dari kedua orangtuanya. Pada umumnya, anak-anak dikirim ke sekolah dengan tujuan agar mereka dididik menjadi manusia yang sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam artinya, orangtua yang menitipkan anaknya ke sekolah tentu ingin anaknya menjadi orang yang memiliki karakter baik dan nantinya akan berguna dan bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Sekolah sendiri memiliki peran dalam memberikan contoh berupa pengalaman kepada siswa agar siswa mampu bersikap sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku serta menerapkan nilai dan norma tersebut di dalam kehidupan sehari-hari.Â
Hal ini dikarenakan sekolah merupakan miniatur kehidupan bermasyarakat yang melibatkan anak-anak yang berstatus sebagai siswa di mana sekolah memiliki struktur organisasi yang jelas dan setiap anggotanya memiliki peran dan fungsinya masing-masing sehingga dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan, maka mereka dituntut untuk bersikap sesuai peran dan fungsinya. Sekolah merupakan salah satu lingkungan yang dihadapi serta dijalani oleh anak selain lingkungan keluarga. Sekolah pun dianggap sebagai lembaga formal yang berfungsi untuk mendidik anak dalam hal pengajaran pengetahuan melalui pengawasan oleh guru.
Di dalam lembaga formal sekolah terdiri dari siswa, guru, dan berbagai staf pengajar yang mendukung berjalannya kegiatan sekolah, terdapat suatu aturan yang terbentuk berdasarkan nilai dan norma yang berlaku di dalam lingkungan sekolah di mana peraturan ini perlu ditaati oleh seluruh anggota masyarakat sekolah. Peraturan sekolah dibentuk sebagai salah satu upaya untuk mengatasi perilaku menyimpang, di mana hal tersebut perlu ditaati oleh seluruh warga sekolah terutama siswa yang termasuk ke dalam kelompok individu yang perlu diawasi dan dibimbing oleh orang dewasa. Salah satu bimbingan tersebut diperoleh dalam agen sosialisasi primer yaitu keluarga melalui sosialisasi nilai dan norma. Selain melalui agen sosialisasi primer, pihak sekolah selaku agen sosialisasi sekunder memiliki peran dalam membiasakan atau mensosialisasikan peraturan sekolah yang berlaku agar dipatuhi oleh para siswa sebagai wujud dari upaya mengatasi perilaku menyimpang. Pentingnya peran sekolah dalam membentuk kesadaran siswa untuk mematuhi tata tertib untuk mendorong suatu kedisiplinan dan mengatasi terjadinya penyimpangan dikemukakan oleh Mushaf (2000 hlm. 1):