Tidak ada orang yang sukarela ingin menjadi pengungsi, tercerabut dari tempat asalnya karena suatu bencana, perang atau wabah. Sayangnya ada saja kondisi tertentu yang kemudian memaksa orang untuk mengungsi, keluar kota, bahkan keluar negeri, tak jarang mereka para pungungsi harus tinggal di negara baru untuk waktu yang lama, beradaptasi membangun kehidupan yang baru pula.
Dari kehidupan baru para pengungsi ada banyak kisah yang terjadi, ada yang gagal beradaptasi, namun adapula yang sukses dan berprestasi meski menyandang status sebagai pengungsi.
Mari kita menengok sekilas kehidupan pengungsi asing di  Indonesia, sebagian dari mereka adalah orang-orang yang menolak takluk oleh keadaan meski dihimpit kondisi yang serba minimalis serta nasib yang tak menentu, mereka tetap melanjutkan hidup, mengasah talenta dan membaur dengan warga lokal di bumi Indonesia.
Berstatus pengungsi tak berarti minim prestasi; Talenta Pencari Suaka di Khatulistiwa. Inilah sebagian di antaranya:
1. Ali Froghi; Menari Diatas Kanvas
Pengungsi asal Afghanistan di Makassar ini mengakali sulitnya hidup di asrama pengungsian dengan menggambar sketsa dan mempamerkan hasil gambarnya melalui instagram.
Gambar yang dibuat pemuda berusia 23 tahun ini cukup detil dan matang, ia mengakui sudah mempelajari seni lukis dan pembuatan sketsa sejak tahun 2011 saat dirinya mengungsi sementara di Qoetta Pakistan. Hampir 6 tahun menetap di kota Makassar, membuat Ali cukup luwes membaur dan berteman dengan orang Indonesia. Ia pun sudah bisa berbahasa Indonesia dengan lancar, dan saat ini, Ali mengaku sedang mempelajari bahasa Bugis, selain itu keahliannya dalam seni  fotografi membuat jasanya sebagai fotografer dan vedeo maker lepas banyak dipakai di berbagai acara di kota Makassar. Sesekali, Ali juga menyempatkan diri menjadi relawan di sebuah komunitas lukis di Makassar. Ia mengajar melukis bagi anak-anak Indonesia usia SD di Makassar.
Karya lukis dan fotografinya juga pernah ditampilkan dalam sebuah pameran lukisan bertajuk "Berdiam Bertandang" di Galeri Nasional Jakarta tahun 2018.
Berbagai pengalaman mulai dari ditipu supir taksi, lika-liku perlakuan pihak imigrasi Makassar, hingga rasanya jatuh sakit di asrama pengungsian hingga harus menjalani oprasi dengan proses berliku rumah sakit Indonesia telah dialami Javed dan semua itu tidak mematahkan semangatnya, sebaliknya kisah-kisah tersebut dituliskan dengan menyentuh di blognya. Menggugah simpati dan sisi kemanusiaan pembaca tanpa tendensi menghakimi siapapun.
Kontribusi Pria asal Pakistan yang sudah tiga tahun berstatus pengungsi di Indonesia ini menakjubkan sekali. Menolak meratapi nasibnya sebagai pencari suaka di Indonesia serta sadar dengan keadaan dan akses bagi para pencari suaka yang serba minim di Indonesia, Baqir tak tinggal diam. Ia memilih mendirikan lembaga Help for Refugees sebuah wadah yang memberikan pelatihan dan peningkatan keahlian bagi para pencari suaka di Indonesia Khususnya di Jakarta.Â
Selain memberdayakan sesama pengungsi lewat lembaga Help For Refugees yang dibentuknya, Baqir juga mengisi waktunya dengan menjadi Koredponden untuk Al Jazeera di Indonesia dan sesekali menulis cerpen untuk The Jakarta Post.
Hati yang lapang akan melapangkan jalan orang-orang di sekitarnya, salutku kepada mereka.
**
Ditengah maraknya krisis pengungsi dunia dan stigma negatif sejumlah negara terhadap pengungsi, sosok-sosok yang dituliskan di atas menyiratkan sekelumit cerita lain tentang potret pengungsi di negeri orang. Sebuah sisi lain dari manusia-manusia tangguh yang pantang mengeluh,dan memilih mensiasati kerasnya hidup dengan semangat, talenta dan kreativitasnya.
#Salut
Salam Kreatif!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI