Kisah lain diceritakan oleh Muhammad Smiry-- Seorang guru Bahasa Inggris untuk tingkat SD di Khanyounis-- Gaza Selatan. Ia memposting di akun twitternya @MuhammadSmiry Suatu hari, dia pernah mendapati sebuah buku ajar bahasa Inggris di Gaza yang salah satu bab nya membahas tentang liburan ke luar kota.
Sebagai seorang guru muda berusia 28 tahun, Smiry merasa ironis bahwa keluar kota bagi mayoritas orang Palestina di Gaza hanya sebatas mimpi, blokade Israel terhadap Gaza telah menyulitkan orang Gaza untuk pergi keluar Gaza, jikapun bisa, prosesnya sangat rumit dan berbiaya mahal.Â
Hal ini dibenarkan pula oleh Omar Ghraieb lewat akun twitternya @Omar_Gaza dalam sebuah tweetnya, Omar menyiratkan bahwa pergi keluar dari Gaza tidak semudah urusan membeli tiket pesawat, prosesnya jauh lebih rumit dan memilukan.
Mendapatkan pekerjaan di tanah Palestina terjajah pun bukan hal yang mudah, angka pengangguran di Palestina khususnya di Gaza sangat tinggi mencapai 52 persen berdasarkan data dari ILO.Â
Hal itu membuat persaingan untuk mendapatkan pekerjaan beserta seleksinya sangat ketat hal ini diungkapkan oleh seorang pemuda Gaza dengan akun @YouthFromPalestine yang karena ketiadaan pekerjaan harus rela menunda pembangunan rumah dan pernikahannya setelah perusahaan tempatnya bekerja menghentikan kontrak kerjanya sebagai vedeo kreator karena akun twitter pemuda itu sempat dinonaktifkan oleh twitter.
Menunda pernikahan karena mendadak kehilangan pekerjaan. Sebuah pilihan yang sulit sekaligus pemikiran yang matang mengingat pernikahan adalah komitmen jangka panjang.