Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

HPN 2017: Perihal Peringatan yang Dirayakan dan Sekelumit Catatan Kritis Warga untuk Wartawan

9 Februari 2017   11:03 Diperbarui: 9 Februari 2017   13:59 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Setiap tanggal 9 Febuari, Indonesia memperingati Hari Pers Nasional (HPN) Hari Pers Nasional diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 9 Februari bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Pengukuhan tanggal 9 Febuari sebagai hari pers nasional awalnya ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No. 5 tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1985. Dewan Pers kemudian menetapkan Hari Pers Nasional dilaksanakan setiap tahun secara bergantian di ibukota provinsi se-Indonesia.

Insan pers, mulai dari wartawan level reporter junior, reporter lepas, hingga pemimpin redaksi, bisa dikatakan sebagai ujung tombak informasi untuk masyarakat. Tak terhitung banyak pihak yang punya harapan besar pada profesi wartawan sebagai salah satu pilar pengayom masyarakat, penjaga demokrasi melalui kebebasan pers yang terbuka sejak era reformasi. Namun kebebasan pers yang kini terbuka luas juga membawa dua sisi, banjir informasi menjadi berkat sekigus bencana bagi jurnalisme.

Berbicara jurnalisme dan profesi jurnalis tentu tak lepas dari pekerjaan dan peran untuk masyarakat, prodak jurnalisme adalah berita dan obyek berita adalah kehidupan masyarakat.

Bertepatan dengan Hari Pers Nasional, masyarakat tentu mengharapkan mutu pers yang semakin baik dan mengayomi, kultur jurnalisme yang baik sudah selayaknya mau mendengarkan suara masyarakat, menampung kritik dan saran.

Di Kompasiana, sejumlah warga biasa sumbang suara melalui tulisan, ada beragam catatan sarat refleksi, harapan dan pelajaran dari warga untuk jurnalis. Hari Pers Nasional dan 4 Catatan Kritis Warga untuk Jurnalis, inilah intisarinya:

1. Berita Tak Akurat, Jangan Bilang karena Wartawan Juga Manusia

Akurasi berita seharusnya menjadi salah satu syarat penting sebuah berita sebelum diturunkan ke publik luas, namun sayangnya akurasi informasi seringkali diabaikan dalam berbagai berita di layar kaca kita, melalui tulisannya, Kompasianer Ajat R. Sudrajatmencontohkan pada pemberitaan Bom Sarinah Januari 2016 silam 4  stasiun TV berita kita menyiarkan informasi yang berbeda-beda mengenai lokasi persis bom tersebut. Informasi berbeda-beda yang menimbulkan kepanikan di masyarakat.

Menurut Ajat, memang dalam setiap peristiwa yang menjadi perhatian publik selalu saja ditemukan ‘kejanggalan’ dari media dalam pemberitaannya. Lalu bila terjadi kekeliruan, boro-boro menyampaikan permintaan maaf, meralatnya pun seringkali telat. Itu pun kalau sudah ada teguran dari KPI.

Sampai disini, seringkali ada argumen kalau wartawan juga manusia yang wajar dimaklumi kalau salah, namun argumen tersebut menurut Ajat tak bisa dibenarkan. Mengapa?

Ulasan selengkapnya bisa dibaca di artikel tersebut.

2. HPN 2017, Menggugat Kepedulian Pers Nasional terhadap Penanggulangan HIV/AIDS

Penyakit HIV/AIDS sampai saat ini masih dianggap momok oleh banyak kalangan masyarakat di Indonesia, Menurut Kompasianer Syaiful W Harahap, Aids yang masih menjadi momok bagi masyarakat, serta lambatnya penanggulangan AIDS tak lepas dari lemahnya peran media untuk peduli pada isu Aids itu sendiri.

Di mana kelemahan media kita terkait dengan isu HIV/AIDS? Ulasan selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.

3. Wartawan Arogan? Ke Laut Aja.....

Di masyarakat Indonesia, ada anggapan kalau profesi wartawan adalah salah satu profesi yang disegani bahkan ditakuti sebagian masyarakat. Tapi menurut Pepih Nugraha, orang yang memegang status wartawan dan 'kartu sakti' pers harusnya lebih mawas diri ketimbang masyarakat biasa. Wartawan yang memiliki sikap arogan selayaknya dilempar ke laut. Wartawan Arogan ke Laut aja, mengapa? Ulasan selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.

4. Wartawan Melekat Jangan Ikutan Galak!

Fenomena wartawan melekat seperti misalnya wartawan yang ikut meliput penggerebekan narkoba bersama polisi menjadi hal yang cukup sering ditemui di televisi belakangan ini.

Menurut Kompasianer Maman Suherman,fenomena ini sebenarnya membawa banyak keuntungan bagi jurnalis dengan beragamnya sudut pandang berita yang bisa diliput, tapi seringkali jurnalis yang melekat dalam kelekatannya kerap tergoda untuk menjadi lebih galak dari pihak berwenang yang ditempelnya.

"Jurnalis membentak tersangka, jurnalis mendobrak pintu, menjadi cerita yang cukup sering ditemui dibalik layar sebuah berita "gerebek", padahal jurnalis itu 'hanya' menempel. Papar Maman.

Menurut Maman, wartawan melekat tak seharusnya ikut galak dan mengadili moral obyek liputannya, karena tugas jurnalis adalah memberitakan.

Artikel menarik yang sarat dengan refleksi, untuk ulasan selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.

**
Menjejak Hari Pers Nasional yang ke 69 pada 9 Febuari 2017, setangkup semangat bergema untuk pers yang (semoga) semakin aktual tajam terpecaya, meski pers yang sepenuhnya mengayomi sepertinya masih jauh panggang dari api tapi tak ada kata terlambat untuk berusaha lebih baik lagi kini dan nanti. Berani berubah dan berbenah menjadi kuncinya.

Selamat berkarya, insan pers nasional, semoga semakin dapat mencerahkan dan mencerdaskan!

Salam Kompasiana!
*Penulis masih belajar, mohon koreksinya! :)
*Tulisan sejenis lainnya bisa dibaca dalam tag Intisari.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun