Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

HPN 2017: Perihal Peringatan yang Dirayakan dan Sekelumit Catatan Kritis Warga untuk Wartawan

9 Februari 2017   11:03 Diperbarui: 9 Februari 2017   13:59 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Di masyarakat Indonesia, ada anggapan kalau profesi wartawan adalah salah satu profesi yang disegani bahkan ditakuti sebagian masyarakat. Tapi menurut Pepih Nugraha, orang yang memegang status wartawan dan 'kartu sakti' pers harusnya lebih mawas diri ketimbang masyarakat biasa. Wartawan yang memiliki sikap arogan selayaknya dilempar ke laut. Wartawan Arogan ke Laut aja, mengapa? Ulasan selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.

4. Wartawan Melekat Jangan Ikutan Galak!

Fenomena wartawan melekat seperti misalnya wartawan yang ikut meliput penggerebekan narkoba bersama polisi menjadi hal yang cukup sering ditemui di televisi belakangan ini.

Menurut Kompasianer Maman Suherman,fenomena ini sebenarnya membawa banyak keuntungan bagi jurnalis dengan beragamnya sudut pandang berita yang bisa diliput, tapi seringkali jurnalis yang melekat dalam kelekatannya kerap tergoda untuk menjadi lebih galak dari pihak berwenang yang ditempelnya.

"Jurnalis membentak tersangka, jurnalis mendobrak pintu, menjadi cerita yang cukup sering ditemui dibalik layar sebuah berita "gerebek", padahal jurnalis itu 'hanya' menempel. Papar Maman.

Menurut Maman, wartawan melekat tak seharusnya ikut galak dan mengadili moral obyek liputannya, karena tugas jurnalis adalah memberitakan.

Artikel menarik yang sarat dengan refleksi, untuk ulasan selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.

**
Menjejak Hari Pers Nasional yang ke 69 pada 9 Febuari 2017, setangkup semangat bergema untuk pers yang (semoga) semakin aktual tajam terpecaya, meski pers yang sepenuhnya mengayomi sepertinya masih jauh panggang dari api tapi tak ada kata terlambat untuk berusaha lebih baik lagi kini dan nanti. Berani berubah dan berbenah menjadi kuncinya.

Selamat berkarya, insan pers nasional, semoga semakin dapat mencerahkan dan mencerdaskan!

Salam Kompasiana!
*Penulis masih belajar, mohon koreksinya! :)
*Tulisan sejenis lainnya bisa dibaca dalam tag Intisari.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun