"Belum Mas." Saya mengaku malu dan jujur saat itu.
"Minta email dan Url akun Kompasiana kamu, kirim WA. Jangan bilang gak punya akun?" Sambung Mas Aldi.
"Kalau akun punya, Mas."
"Kirim WA, saya urus, nanti kamu datang pas acara ya. Habis itu ikuti formatnya biar bisa daftar sendiri kalau nangkring lagi."
"Tolong buatkan jadwal wawancara dengan Kang Pepih, Mas. Saya butuh wawancara Kang Pep", sambung saya.
"Iya, dilihat dulu waktunya, ya" Tutup Mas Aldi.
Sebuah percakapan yang sekarang saya sadari, benar-benar sabar.
**
Entah gimana caranya, saya diemail konfirmasi untuk datang nangkring Kompasiana Bauksit akhir Mei itu. Selain acara nangkring itu, saya juga bergriliya cari narasumber lewat tulisan di Kompasiana, saya tulislah artikel ini.
Tulisan sederhana yang mengundang respon saat itu, setidaknya dari situ saya jadi tahu harus cari siapa saat nangkring pertama. Beberapa Kompasianer setuju untuk diwawancara. saya juga kontak bunda Fey, yang ternyata Jauuuuh.. Di negeri Kangguru.
Datanglah saya di Nangkring Bauksit Peninsula itu, ketemu dan kenal langsung dengan Pak Thamrin Sonata yang lantas mengarahkan saya ke Kompasianer lain, Pak Syaiful W. Harahap, Mas Rahab, Pak Te De, Mbak Arum, Mbak Popy, Dll. Kami sepakat untuk wawancara skripsi setelah acara Nangkring, sementara saya ikuti jalannya acara sambil ngetweet, yang saya waktu itu gak tahu ada lomba livetweet, ngetweet aja, memang wajib kali. Gitu pikiran saya, dan diakhir acara, Mbak Citra yang saat itu jadi MC membacakan kalau saya menang livetweet-nya Bauksit, saya bingung, maksudnya apaan.
"Kamu maju," kata Mas Rahab memberi Komando, ya sudah saya turuti". Baru saya tahu, begitu toh namanya lomba livetweet dan ternyata berhadiah.
**
Sepakat wawancara setelah acara nangkring, ternyata saya kurang cepat, selesai acara, Kompasianer sudah pada mencar, tinggal Mas Rahab yang dedengkot komunitas KPK- 'madyang' lagi ngobrol dengan Mbak Wawa, yang saat itu menjadi admin Kompasiana.