Mereka berdua bukan atlet sembarangan, karena mereka kerap berprestasi dalam turnamen olahraga yang diikuti atlet berfisik normal. Mereka adalah Zahra Nemati dari Iran dan Natallia Patyka dari Polandia. Tutur Yos Mo dalam artikelnya.
Zahra menjadi lumpuh akibat kecelakaan mobil tahun 2004, sebelumnya Zahra Nemati terlahir dalam kondisi fisik normal. Zahra sejak kecil menggeluti taekwondo, merupakan pemegang sabuk ban hitam dalam olahraga ini. Zahra bahkan pernah jadi anggota tim nasional taekwondo Iran. Jelas Yos lebih rinci.
Tak bisa lagi beraktifitas normal tak membuat Zahra Nemati tenggelam dalam kesedihan. Zahra mulai menggeluti olahraga panah sejak tahun 2006. Baru enam bulan menggeluti panahan, Zahra sudah mampu berprestasi menjadi juara 3 kompetisi nasional Iran, bersaing dengan pepanah yang memiliki fisik normal. Karena prestasinya yang hebat, Zahra Nemati mendapat kepercayaan tampil dalam event Paralympic tahun 2012 di London. Zahra sukses merengkuh satu medali emas dan satu medali perak Paralympic 2012.
Bulan Januari 2016 silam, Zahra Nemati diumumkan sebagai pembawa bendera Iran dalam defile pembukaan Olimpiade 2016 Rio. Hijaber berparas manis ini bakal membawa bendera Iran dari kursi rodanya. Zahra juga berpeluang meraih medali olimpiade, karena saat ini dia merupakan pepanah ranking 37 dunia. Kisah inspiratif Zahra Nemati rencananya akan dipublikasikan dalam film dokumenter seusai gelaran Olimpiade Rio De Janeiro. Lanjut Yos.
Kisah inspiratif lainnya ada juga Natalia Patyka atlet difable olimpiade yang diulas Yos Mo dalam artikelnya.
Natalia Partyka sosok populer di negara Polandia berkat prestasi hebat dalam olahraga tenis meja. Ia sudah mengoleksi 3 medali emas, 1 medali perak, 1 medali perunggu dari empat kali ikut Paralympic
Natalia Partyka terlahir dalam kondisi fisik tidak sempurna, tak memiliki telapak tangan kanan. Walau hanya memiliki satu tangan normal, Natalia sejak kecil sudah menggeluti tenis meja yang membutuhkan keterampilan tangan untuk memukul ping-pong. Saat masih berusia 11 tahun, Natalia Partyka sudah mengikuti ajang Paralympic tahun 2000 yang berlangsung di Sydney. Empat tahun berselang Natalia meraih medali emas perdana tenis meja Paralympic yang berlangsung di Athena, Natalia Partyka sukses mempertahankan gelar juara tenis meja dalam Paralympic tahun 2008 dan 2012.
Tahun ini Natalia Partyka bakal tampil kembali dalam ajang olimpiade dalam nomor beregu. Ini merupakan prestasi fenomenal bagi seorang difabel, Pangkas Yos.
Artikel yang menarik, untuk ulasan selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.
Itulah sekelumit sisi lain dari Olimpiade 2016 dalam catatan warga biasa, tulisan-tulisan yang tersaji di atas merupakan potret bahwa ada hal lain yang patut dicari dari sebuah kompetisi selain tentang meraih medali.
Lebih dari itu, sebuah kompetisi adalah arena pembelajaran tentang tekad, semangat juang dan tentang orang-orang yang menolak menyerah. Semoga bermanfaat!
Salam Kompasiana!
*Penulis masih belajar, mohon koreksinya :)
*Tulisan sejenis lainnya bisa dibaca dalam tag Intisari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H