Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Serba-Serbi Sekolah Dasar di 4 Negara dalam Catatan Kompasianer

12 Agustus 2016   16:10 Diperbarui: 13 Agustus 2016   08:29 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

※   [caption caption="Safarikidslearningcenter.com"][/caption]

Masa Sekolah Dasar (SD) merupakan salah satu masa pendidikan yang krusial bagi anak-anak, berbeda dengan masa Taman Kanak-Kanak (TK) pada masa sekolah Dasar, anak mulai dikenalkan lebih dalam terhadap tanggung jawab, etika, empati dan penyesuaian prilaku. Masa sekolah Dasar juga seringkali menjadi gerbang pertama pendidikan karakter dan awal sosialisasi anak di dunia pendidikan.

Masa-masa Sekolah Dasar adalah masa-masa pembibitan dan pendidikan yang perlu banyak perhatian dan bimbingan. dibutuhkan kolaborasi yang baik antara orangtua dan guru demi menanamkan nilai pendidikan yang berbudi dalam diri anak. Bermacam cara dan metode ditempuh, semua semata demi mendapatkan hasil dan kondisi terbaik.

Nah, seperti apa gambaran pendidikan Sekolah Dasar di luar negeri? Sejumlah Kompasianer diaspora yang tersebar di berbagai negara berbagi cerita tentang serba-serbi jenjang pendidikan SD di wilayah tempat tinggal mereka. Yuk intip intisarinya:

1.Bagaimana Pendidikan Anak SD di Jepang?

Menjadi warga Indonesia yang tinggal di Jepang dan memiliki anak yang sudah bersekolah di SD di Jepang membuat Tori Minamiyama  sedikit banyak mengerti tentang sistim pendidikan di Jepang khususnya di jenjang Sekolah Dasar. Dalam tulisannya, Tori mencoba berbagi sedikit banyak potret Sekolah Dasar di Jepang dari kacamata orangtua yang anaknya bersekolah di SD di Jepang.

Menurut Tori, setiap anak usia sekolah khususnya anak SD sudah ditentukan tempatnya di mana harus bersekolah berdasarkan alamat tempat tinggalnya di suatu distrik, sehingga setiap orang tua tidak boleh menyekolahkan anaknya ke distrik yang lain, selain itu, di Jepang fasilitas yang dimiliki tiap Sekolah Dasar (shougakkou) hampir sama walaupun ukuran ruangnya berbeda. Ruang yang tersedia meliputi ruang kelas, perpustakaan, asosiasi guru dan orang tua (PTA), ruang guru, toilet, gudang olahraga tertutup (taiikukan), kolam renang dan lapang olah raga terbuka.

Kegiatan belajar siswa tidak hanya di dalam ruangan. Secara berkala mereka melakukan kegiatan kunjungan ke tempat bersejarah dan lahan pertanian atau perkebunan untuk belajar memetik teh, jeruk, menggali umbi-umbian bahkan belajar menanam padi di sawah.

Di lain waktu, siswa secara berkelompok diajarkan cara menumpang kereta (densha) untuk melatih kemandirian. Tentunya ada kegiatan wawancara kepada orang-orang tertentu sebagai narasumber dan kemudian siswa membuat penelitian-penelian kecil untuk dipresentasikan di depan kelas.

Menjelang akhir semester orang tua siswa diundang ke sekolah dan bertemu satu persatu dengan guru kelasnya. Guru kelas memberikan informasi tentang aktivitas belajar anak kita, meliputi interaksi dengan teman sekelasnya, teman dekatnya, keterampilannya, kemampuan menulis/bahasa dan berhitungnya.

Hal yang menarik bagi Tori yaitu sewaktu diadakan kegiatan "jugyousanka" atau orang tua siswa diperbolehkan ikut bersama dengan anaknya di dalam ruang kelas untuk belajar dan berpartisipasi selama jam pelajaran tertentu.

Dengan fasilitas dan kualitas guru yang sama di setiap Sekolah Dasar, maka mutu siswa dapat dikatakan 'sama'. Kurikulum pendidikan Sekolah Dasar di Jepang dan di Indonesia jauh berbeda.

Untuk siswa SD kelas 1-3, bobot kegiatan olahraga sangat besar, hampir tiap hari anak didik diberikan mata pelajaran tersebut. Kegiatan akademiknya berlangsung dari pukul 8 pagi sampai 3 sore dengan diselingi istirahat dan makan siang bersama. Tidak nampak adanya kantin dan jajanan kaki lima dipinggir luar pagar, Papar Tori.

Hal yang membedakan lagi yaitu masalah penanganan anak setelah pulang sekolah jam 3 sore yang kedua orang tuanya bekerja sampai jam 5 sore lebih seperti halnya saya. Masalah seperti ini ternyata pihak sekolah atau formalnya pemerintah menyediakan suatu tempat dalam bentuk gedung yang ada di dalam komplek sekolah dinamakan "gakudo" atau tempat bermain dan belajar di dalam sekolah pada jam luar sekolah.

Anak-anak yang berada di gakudo ini akan pulang sendiri atau dijemput orang tuanya pada jam yang orang tuanya bisa dan inginkan. Walaupun disediakan fasilitas seperti ini tapi pihak orang tua murid harus membayar tersendiri terutama untuk biaya makan dan pengasuh-pengasuhnya, lanjutnya. Artikel yang menarik, ulasan selengkapnya bisa dibaca di artikel tersebut.

2. Membaca Bukan Sekedar "ABC" ala SD di Australia

Memiliki Anak yang duduk di bangku kelas 2 SD dan sedang bersekolah di Negeri Kangguru membuat Mariam Umm jadi tahu, kalau setiap hari Kamis di sekolah anaknya adalah Libary Day, pada kegiatan Libary Day, dengan ditemani wali kelas masing masing, siswa diijinkan meminjam buku sesuai tingkat kemampuan baca mereka, kelas KG--Tk nol besar-- sampai kelas Enam yang akan dibeda bedakan jenis buku bacaanya. [caption caption="Pelajaran baca Ala SD di Australia (Dok Mariam Umm)"]

[/caption]

Apa membuat kegiatan ini menarik adalah motto yang diberikan sekolah untuk library day yaitu "Membaca bukan sekedar abc" Lebih lanjut, wanita yang biasa disapa Sisi itu menguraikan mekanisme kegiatan Libary Day yang berlaku di sekolah anaknya, mekanisme kegiatan sesuai mottonya adalah seperti ini:

★ Siswa akan meminjam satu buku yang mereka sukai selama satu minggu. Dari buku yang mereka pinjam itu, siswa tidak hanya diwajibkan membacanya, tetapi saat buku tersebut selesai mereka baca, siswa diwajibkan menuliskan tentang buku yang mereka baca itu dengan bahasa mereka sendiri, ini seperti membuat ringkasan cerita versi siswa. Reading comprehension istilahnya.

★ Setelahnya siswa juga diminta menuliskan kata baru atau kata yang tidak mereka mengerti, biasanya saat kita membaca satu buku,kita akan bertemu kata yang tidak kita mengerti bukan? disinilah siswa diwajibkan menuliskan kata baru yang mereka temukan tersebut, melihat artinya dikamus, kemudian membuat kalimat dengan menggunakan kata baru tersebut, masing masing 5 kalimat perkata baru.

★ Saat siswa mampu membuat ringkasan cerita dari buku yang mereka baca tersebut, serta mampu membuat kalimat dengan menggunakan kata baru yang mereka temui saat membaca satu buku, siswa dianggap sudah selesai membaca buku tersebut, DONE! dan diijinkan meminjam buku yang lainnya.

★ Jika siswa belum bisa membuat ringkasan cerita dan tidak mampu membuat kalimat dengan kata baru yang mereka temukan, maka buku yang sama akan tetap dipinjam lagi oleh siswa seminggu kedepan, karena siswa dianggap belum mengerti akan buku yang mereka baca.
Paparan yang edukatif dan menarik.

3. Rapor SD Kelas 1-2 Jerman, Tanpa Angka

Setelah lulus SD di Indonesia dan memiliki anak-anak yang sekolah SD di Jerman (satu dari tiga anak sudah lulus), Gaganawati Stegmann jadi bisa membedakan antara pola dan sistem pendidikan Indonesia dan Jerman.

Melalui tulisannya Gana bercerita bahwa Jerman tidak memberikan nilai berupa angka pada anak-anak kelas 1-2 SD. Jadi hanya catatan penting tentang Verhalten, ( Prilaku), Arbeiten (Cara Kerja) dan Lernen (Hasil Belajar) saja yang tertulis disana. Tak ada kompetisi bernama ranking! Angka baru dimulai di dritte Klasse, kelas 3 SD seumuran 9 tahun.

SD di Jerman tidak memberikan ranking. Pun ketika anak sudah masuk OHG Gymnasium (setara SMA Indonesia, eksakta, yang bahasa di kota kami disebut IKG). Mereka hanya mengenal Striche (berapa kali tidak membuat PR/tugas). Papar Gana.

" Anak-anak di Jerman sangat beruntung bahwa mereka bisa jadi mengerti lebih banyak bahwa sekolah dasar bukan untuk mengejar angka, melainkan lebih pada pemahaman diri dari masa peralihan TK ke SD. Dimana masa bermain, berubah menjadi periode mulai mengenal membaca, menulis dan berhitung". Pangkas wanita yang hobi menari itu.
Artikel yang menarik.

4. Mengintip Sekolah Dasar di Inggris

Melalui Tulisannya, Septin Puji Astuti mengajak pembaca mengintip pendidikan ala sekolah dasar di Inggris. Dalam uraiannya Septin menjelaskan, Kurikulum di Inggris untuk anak SD sangatlah ringan. Pelajarannya hanya reading, writing, speaking, listening, Math dan Science. Ini yang dilaporkan di progress report anak-anak. Jika kita cermati, intinya hanya dua mata pelajaran yaitu bahasa yang dijabarkan di dalam empat kemampuan dan matematika. Sementara dalam science juga banyak membaca. Lebih tepatnya memahami bacaan.

Bagaimana pelajaran-pelajaran itu diajarkan di kelas?

Tiap hari senin anak belajar beberapa 10-20 kata. Guru mendiktekan kata-kata, dan anak menuliskan di buku kecil yang diberi oleh sekolahan. Dari sini anak belajar listening, writing sekaligus reading. Begitu selesai didekte, guru mengoreksi pekerjaan anak-anak. Kemudian guru memberikan lembaran kertas berisi daftar kata-kata yang telah didiktekan tadi. Di lembaran itu, kata-kata yang salah tulis dikasih highlight menggunakan stabilo warna. Jika anak tidak melakukan kesalahan atau salahnya sedikit, guru akan menambah 5 kata lagi di lembaran daftar kata. Kemudian lembar kata-kata tadi dibawa pulang untuk dipelajari di rumah. Guru sudah menyiapkan tiga kolom di lembaran itu, untuk membantu orangtua mengoreksi listening, reading, writing dan spelling kata-kata itu di rumah. Hari jumat, kata-kata itu didiktekan lagi ke anak-anak untuk evaluasi sejauh mana anak bisa melakukan keempat kemampuan itu.

SD di Inggris menganut sistem tematik. Tiap semester ada temanya, misal temanya tentang kehidupan laut dan hutan hujan tropis. Bagaimana mengintegrasikan pelajaran itu dengan tema? Sebagai contoh, misal temanya tentang kehidupan laut. Kata-kata yang didiktekan tiap hari senin adalah kata-kata tentang laut. Misal hiu, paus, lumba-lumba, batu karang, ombak, koral, rumput laut dan seterusnya. Dari berbagai jenis ikan bisa dipelajari kehidupannya. Misal: apa ikan hiu? apa lumba-lumba termasuk ikan? bagaimana kehidupan ikan pari? bagaimana makan dan cara makannya, dan seterusnya.

Selain menulis kata-kata, anak juga belajar menulis serangkaian kalimat dalam suatu paragraf atau beberapa paragraf. Tapi itu bukan pelajaran mengarang atau menulis fiksi, tetapi menulis suatu tulisan dimana anak diajak belajar berfikir secara ilmiah, logis dan runtut. Tentu saja, standar level menulis anak kelas 1 lebih mudah dibandingkan dengan yang kelas 6. Pemerintah Inggris sudah memmiliki standard nasionalnya. Begitu juga dengan empat kemampuan lain dan pelajaran matematika.

Belajar membaca juga tidak hanya melalui kata-kata yang didiktekan saja, tetapi juga dengan membaca buku. Ya, membaca buku diharuskan bagi setiap anak. Setiap Senin, anak dipinjami buku-buku yang harus dikembalikan senin berikutnya. Bukunya bermacam-macam, tergantung minat anak dan anak bisa memilih sendiri di perpustakaan sekolah. Umumnya yang dipinjamkan adalah buku-buku fiksi. Urai Septin.

Setelah meminjam buku, guru akan meminta anak membacakan buku. Ini untuk belajar membaca sekaligus pengucapan. Setelah guru mendengarkan anak membaca, guru meminta anak untuk menceritakan kembali menggunakan bahasa mereka. Tidak hanya itu, guru juga menanyakan beberapa hal yang sudah disebutkan dalam buku tersebut. Ini berarti belajar memahami isi buku. Tetapi tidak ditulis, melainkan diucapkan langsung oleh si anak.

Sedangkan, untuk melatih kemampuan berbicara (speaking) anak juga diajak untuk berdiskusi. Di sini anak dikelompokkan dalam beberapa kelompok, kemudian guru memimpin diskusi. Lanjutnya.

Paparan yang menarik, untuk ulasan selanjutnya bisa dibaca di artikel tersebut.

**
Pendidikan merupakan investasi terbaik untuk masa depan, terlebih pada jenjang pendidikan dasar yang merupakan preode emas untuk mengenalkan anak akan tugas dan tanggung jawab sebagai pelajar dengan dunianya.

Itulah serba-serbi pendidikan jenjang SD di luar negeri dalam catatan Kompasianer, semoga bermanfaat!

Salam Kompasiana!
*Penulis masih belajar, mohon koreksinya :)
*Tulisan sejenis lainnya bisa dibaca dalam tag Intisari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun