Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sekelumit Cerita Lain tentang Harian Kompas dari Mata Warga Biasa

27 Juni 2016   14:36 Diperbarui: 28 Juni 2016   17:03 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koran kompas dok pribadi

25 Tahun berkarya, bekerja dan mengembangkan diri di Kompas, pria kelahiran 11 Desember 1964 itu memiliki pengalaman yang tak biasa, bukan hanya ilmu kepenulisan dan kewartawanan yang di dapatnya selama seperempat abad, tetapi juga.. Perjumpaan dengan sejumlah mahluk halus. Pengalaman itu diceritakan Pepih dalam artikelnya. Beberapa di antaranya:

Menjelang tes akhir sebelum menjadi pustakawan Kompas, malang bagi Pepih yang kehabisan kamar untuk menginap di Wisma PGRI Tanah Abang.

Semua kamar penuh tamu karena sedang dipakai untuk acara pertenuan guru.

Mau tak mau terpaksa Pepih terima saja ketika petugas menawarkannya tidur di aula lantai atas dengan disediakan matras. Jadilah malam itu Pepih ditempatkan di sebuah aula yang luas dan gelap.

"Saya merasa menjadi noktah kecil saja di sudut aula besar itu. Saya heran, mengapa petugas tidak menyalakan lampu," kenang Pepih.

Dari jauh sayup-sayup terdengar kaset mengaji dari mesjid, menandakan tengah malam sudah berlalu dan akan menuju "malam kecil" atau dinihari. Baru saja kesadarannya akan hilang karena kantuk sudah mulai menyerang, tiba-tiba Pepih merasa tubuhnya terangkat, terpisah dari velbed seakan-akan menuju atap aula.

"Astaghfirullah Betul-betul badan saya terangkat dari kasur lipat dalam posisi tidur!" Kenang Pepih.

Perjumpaan lainnya antara Pepih dengan mahluk halus juga terjadi di kantor Harian Kompas, saat itu, Pepih sudah diterima menjadi pustakawan.

Menurut catatan harian Pepih, tanggal 15 Juni 1990, ia sedang menyelesaikan sebuah artikel untuk halaman opini Harian Kompas.

Pepih kemudian tertidur setelah selesai mengetik artikel. Lagi-lagi, saat tertidur pulas ia mendadak bangun karena merasa ada benda berat yang mengimpit dadanya sedemikian keras sampai-sampai ia sulit bernafas. Pepih membelalakkan mata, tetapi tidak melihat apa-apa. Anehnya, benda berat itu masih menduduki dadanya Lagi-lagi Pepih tidak bisa berteriak. Keringat dingin keluar karena menahan beban. Setelah berjuang dengan membaca ayat Kursi, barulah ia terlepas dari impitan makhluk kasat mata itu.

Artikel menarik dan menggelitik tentang jalan panjang karier seorang wartawan dan sisi lain Harian Kompas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun