"Revolusi mental sangat mendesak bukan hanya ada di atas kertas dan slogan kampanye dan kementerian saja, namun merasuk dalam jiwa dan raga anak bangsa. Paling parah, suka atau tidak suka ada di bidang pemerintahan seluruh jajarannya". Pangkas Suzy.
2. Ketika Nama Baik Dipertaruhkan Hanya Seujung Jari Jempol
Kompasianer Ryo Kusumo melihat kasus Sonya membuka mata kita tentang kejamnya sebuah sosial media. Ini masa di mana nama baik seseorang terletak pada ujung jempolnya.
Selain itu kasus ini juga dilihat sebagai salah satu momentum lunturnya budaya "Bapak Gue"pada era ini, dimana menjadi anggota keluarga dari seorang yang berkuasa tidak lagi bisa digunakan untuk membuat orang menjadi kebal hukum. Karena jika masih ada sifat seperti itu, si pelaku pasti akan di hujat oleh masyarakat.
" Sudah tidak ada gunanya membawa nama keturunan untuk memperbaiki atau mengangkat nama sendiri". Papar Ryo.
Sebuah kalimat singkat yang mengingatkan jika zaman telah berubah.
3. Tindakan Sonya Cuma Psikologi Terbalik, Netizen Diimbau Tidak Mem-bully
Menurut Kompasianer Satria Zulfikar Rasyid netizen tidak perlu membully kasus sonya karena tindakan yang dilakukan Sonya pada sang Polwan hanyalah sebuah bentuk psikologi terbalik. Lebih lanjut Satria menjelasjan dalam artukelnya bahwa:
Tindakan Sonya ini tidak lain adalah Psikologi Terbalik (reversed psychology) yang sering dialami banyak orang. Psikologi Terbalik adalah teknik “memaksakan pengertian” sedemikian rupa sehingga target melakukan tindakan yang berlawanan daripada yang didiktekan.
Dalam perdebatan antara Sonya dan Polwan, Sonya sempat mengatakan, “Oww mau dibawa? Oke mau dibawa, siap-siap….” Dari pernyataan tersebut seakan-akan Sonya menerima tindakan yang dilakukan Polisi terhadap dirinya, namun itu semua tidak lain agar target (polisi) melakukan tindakan yang berlawanan dengan kehendak awalnya, yaitu tidak membawa Sonya.
" Perbuatan Sonya sebenarnya tidak perlu mendatangkan bully dengan alasan apa pun, apalagi Sonya masih labil dalam usianya yang baru akan tamat SMA. Netizen pun pernah melakukan hal semacam itu (psikologi terbalik)". Papar Sartia.
4. Menelaah "Masyarakat-lah yang Salah, Bukan Sonya"
Sudut pandang lain dikemukakan oleh Kompasianer Dee Shadow, melalui artikelnya, Dee mengajak penbaca berfilsafat mengenai konsep hukum benar-Salah sampai pada sebuah simpul bahwa sesuatu yang tanpa struktur tidak bisa dibela.