Internet berkembang pesat seiring kemajuan teknologi, di zaman sekarang ini setiap orang bisa memiliki medianya sendiri termasuk warga biasa yang menulis di beberapa blog sosial yang mengklaim diri sebagai media warga. Tempatnya menulis bagi orang biasa. Media warga tentu menjadi salah satu auternatif yang dapat memudahkan orang-orang biasa menyalurkan opininya terhadap hal-hal yang tidak dapat diakomodir sepenuhnya oleh media massa arus utama. Penyampaian opini warga umumnya paling banyak dilakukan melalui tulisan.
Menulis di media warga memang menimbulkan keasyikan tersendiri bagi peminatnya; dengan menulis di media warga, suara orang-orang biasa punya peluang untuk memperoleh perhatian dan dukungan.
Menulis di media warga, seharusnya bisa menjadi pelejit daya kreativitas bagi para anggota yang tergabung didalamnya, Namun bagaimana jika keberadaan sebuah media warga justru menjadi cermin matinya kreativitas anggotanya?
Salah satu ciri matinya kreativitas dalam  menulis di ruang publik virtual adalah ketika seseorang seenaknya menternak tulisan orang lain dari media lain dipindahkan ke media nya sendiri dengan atau tanpa sumber. Di-Ter-Nak. Dikatakan diternak disini, karena pengambilan tulisan itu dilakukan dalam jumlah banyak,-bukan satu dua kali - baik dengan atau tanpa sumber.
Adalah Infonetizen yang beralamat di www.infonetizen.com sebuah situs yang mengklaim diri sebagai media warga berusaha menjadi saudara kembarnya Kriko- Kompasana. Bisa dikatakan. 80% konten tulisan di situs Infonetizen mengambil dari tulisan-tulisan kompasianer di kompasiana sebagian dilakukan dengan menyebutkan sumber dan sebagian lagi tanpa sumber;
Sebagai Contoh;
Pada capture diatas terlihat 3 tulisan Kompasianer Pak Dos Armand dengan Puisinya Raib Tak Berimba, Evy Sofia dengan artikelnya Sedikit- Sedikit Lupa dan Pebrianov dengan artikelnya tentang Puan Maharani di catut di situs Infonetizen, Tapi pencatutan dengan menyebutkan sumber.
Sementara artikel yang ditulis oleh tim Komunitas kereta Kompasiana Click berjudul Robiatul Adawiah, Si Bungsu dari Lintasan Kereta Ingin Terus Sekolah dicatut tanpa menyebutkan sumbernya dari Kompasiana. Duh Apa susahnya menyebut kalau artikel itu bersumber dari kompasiana? Terlebih artikel tersebut dibuat. Untuk menggalang donasi
"Ya kalau diambil dengan sumber gakpapalah toh memperluas keterbacaan juga."
Â
Nah iya kalau diambil satu atau dua kali dengan sumber masih bisa dimaklumi, tapi kalau diambil terus-terusan dan dalam jumlah banyak itu namanya Men Ter Nak. Tulisan Kompasianer Di Ter- Nak. Lebih celakanya ada sebagian tulisan yang dicatut tannpa sumber.
Mungkin Kompasianer akan memberikan pemakluman lagi seperti:
"Okelah mereka baru merintis, mungkin lagi mencari model".
Sampai disini Oke. Tapi bukankah sesuatu yang baru itu biasanya harus dibarengi dengan kreativitas? Kalau terus-terusan main comot, kapan mau belajar bikin sendiri, isi sendiri? Toh Kompasianer yang bermukim di rumah kriko ini juga perlahan belajar mandiri, meski tulisan 'seadaynya' tapi buatan sendiri.  Sangat disayangkan jika keberadaan sebuah media warga justru menjadi cermin matinya kreativitas anggotanya. yang terlalu banyak menternak tulisan dari tempat lain. Karena untuk bertahan di dunia di dunia maya, harus berani mandiri; isi dan bikin konten sendiri sebab persaingan semakin ketat. Tentu harus diimbangi dengan konten yang beragam dan yang terpenting asli karya sendiri!Â
Kompasianer, Jangan pernah berhenti untuk belajar mandiri, isi konten tulisan kita dengan karya sendiri. Karena setiap konten yang termuat pasti memiliki dampaknya.
Yuk mari. Belajar mandiri belajar eksis dengan tulisan karya sendiri #NeverSurrender
Salam Karya!
Lebih lanjutnya silahkan dipantau
www.infonetizen.com
Semua Capture Dok Pri- Syifa
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H