Mohon tunggu...
Syifa Salsabila Ramadhani
Syifa Salsabila Ramadhani Mohon Tunggu... Lainnya - Syifa

Senang menulis, merajut, dan memberi makan kucing

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

7 Jenis dan Cara Mengatasi Distorsi Kognitif, Penyebab Kita Merasa Tidak Berharga

10 September 2020   20:26 Diperbarui: 6 April 2021   10:57 8019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jenis dan cara mengatasi distorsi kognitif (Sumber : Gianfranco Grenar via unsplash.com)

Pernahkah kalian merasa tidak berharga? Merasa kita lebih buruk dari orang lain dan begitu tidak percaya diri? Merasa cemas, gugup, dan khawatir tentang masa depan? Merasa takut saat melakukan hal baru? Ternyata, semua hal tersebut memiliki sumber yang sama, yaitu distorsi kognitif.

Apa itu Distorsi Kognitif?

Distorsi kognitif adalah kesalahan dalam cara berpikir yang membuat kita meyakinkan diri tentang sesuatu yang tidak benar atau belum tentu kebenarannya. Jika kesalahan ini dilakukan terhadap diri sendiri secara terus menerus, kita hanya akan merasakan emosi negatif. Kemudian, emosi negatif akan terpatri dalam kepribadian kita dan menghambat segala aktivitas. Karena itulah, distorsi kognitif harus kita atasi.

Distorsi kognitif memiliki beberapa jenis. Jenis-jenis distorsi kognitif di bawah ini mungkin saja sangat familiar di antara kalian. Beberapa di antaranya juga disertakan dengan contoh kasus yang akan membuat kalian merasa 'aku banget'.

Jenis Distorsi Kognitif

1. Mental Filtering (Filter Mental)

Mental filtering adalah pemikiran yang melihat segala hal dari kacamata negatif tanpa menengok sisi positif yang ada. Meskipun kita menyadari ada hal positif, biasanya tidak kita pedulikan. Sebagai contoh, bisa disimak kasus di bawah ini.

Suatu hari, aku bercermin. Aku melihat wajahku di cermin. Wah, lihat aku punya jerawat besar di dekat hidung. Pori-pori pipiku juga terbuka lebar sekali. Ternyata aku jelek sekali, ya.

Saat kita bercermin, kita hanya melihat bagian tubuh kita yang tidak sempurna. Tetapi, apakah ketika bercermin, hanya jerawat dan pori-pori besar yang terlihat? Bukankah ada mata, hidung, bibir, alis, dan rambut? Coba lihat kelebihan dari bagian tubuh lainnya. Lihatlah, hidungku mancung dan alisku tebal. Nah, jika kita menemukan sisi positif dari suatu hal, perasaan kita juga akan lebih tenang.

2. Labelling (Pemberian Cap)

Labelling adalah pemberian label negatif baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Misalnya, ketika kita melakukan kesalahan kita sering berkata, "aku bodoh, payah," atau ketika kita bercermin dan menemukan jerawat di wajah, kita akan bilang, "aku jelek banget".

Jika terbiasa melakukan labelling terhadap diri sendiri, kita akan merasa tidak berharga. Kita jadi merasa lebih buruk daripada orang lain. Padahal, belum tentu orang lain berpikir kita bodoh ataupun jelek, kan? Bisa saja orang lain justru berpikir sebaliknya.

3. Polarized Thinking (Berpikir Secara Terpolarisasi)

Polarized Thinking juga sering disebut dengan "black or white thinking" atau "semua atau tidak sama sekali". Artinya, kita hanya berpikir baik dan buruk atau sukses dan gagal. Contohnya seperti ini.

Aku baru menerima hasil ujian. Dari lima ujian, aku gagal di satu mata pelajaran. Nilaiku jelek sekali di mata pelajaran itu. Ujianku gagal total!

Hanya karena ada satu nilai yang jelek, kita menganggap seluruh ujian kita gagal total. Padahal, nilai ujian lain sangat baik dan kalau semua ujian dihitung rata-ratanya, kita tetap lulus. Hayo, siapa yang sering begini?

4. Jumping to Conclusion (Melompat ke Kesimpulan)

Kita sering merasa mengetahui pikiran dan perasaan orang lain. Terkadang, kita yakin orang lain memiliki pemikiran negatif terhadap kita berdasarkan satu atau dua hal yang dilakukan orang tersebut. Contohnya, bisa dilihat dari kasus berikut.

Suatu hari, aku berpapasan dengan seorang teman di jalan. Namun, dia tidak menyapaku. Boro-boro menyapa, begitu melihat mataku saja dia langsung membuang muka. Kenapa, ya? Apa dia tidak mau berteman denganku lagi?

Saat kita yakin seseorang tidak mau berteman lagi dengan kita karena dia tidak menyapa, di situlah kita melompat ke suatu kesimpulan yang belum terbukti. Padahal, bisa saja seseorang tersebut sedang sibuk, terburu-buru ingin ke kamar mandi, atau sedang menyimpan masalah. Cobalah untuk bertanya terlebih dahulu sebelum tergesa-gesa mengambil kesimpulan.

5. Fortune-telling (Ramalan)

Fortune-telling alias meramal adalah kesalahan kognitif di mana kita memprediksi hal-hal yang akan datang akan bernasib buruk. Kesalahan meramal seringkali membuat kita takut melakukan hal baru. Contoh kasusnya seperti ini.

Aku ingin daftar organisasi itu. Pasti keren kalau aku bisa menjadi salah satu anggotanya. Tapi, aku tidak pandai bicara. Aku pasti gagal dalam wawancara. Ya sudah deh, tidak jadi daftar.

Memprediksi sesuatu tidak akan berjalan dengan baik hanya akan membuat kita kehilangan kesempatan yang ada. Sebab, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi jika tidak dicoba. Anggap kesempatan yang ada sebagai media pembelajaran. Kalau berhasil, bersyukurlah. Kalau belum berhasil, evaluasi diri.

6. Emotional Reasoning (Penalaran Emosional)

Distorsi kognitif ini terjadi ketika kita terlalu mengedepankan perasaan dalam melihat atau melakukan sesuatu. Apa yang kita rasakan itu betul, begitulah orang-orang dengan penalaran emosional berpikir. Ketika kita merasa tidak sanggup melakukan suatu hal, berarti kita memang betul-betul tidak mampu. Atau ketika kita merasa menjadi orang yang membosankan, maka kita memang orang yang membosankan.

Perasaan negatif seperti itu sangat merugikan kita. Tidak jarang kita jadi kehilangan kesempatan karena perasaan negatif yang sebenarnya belum terbukti.

7. Personalization (Personalisasi)

Seseorang dapat dikatakan melakukan kesalahan berpikir personalisasi jika ia meyakini segala yang dikatakan atau dilakukan orang lain memiliki hubungan terhadap dirinya sendiri. Secara enteng, kita jadi membandingkan diri kita dengan orang lain dan menarik segala kesimpulan secara personal. Selain itu, kita jadi sering menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang mungkin tidak sepenuhnya salah kita. Kasus di bawah ini menjelaskan contoh personalization.

Aku adalah seorang pemain basket. Suatu hari, timku kalah. Ini semua kesalahanku karena aku tidak bermain dengan baik.

Padahal, olahraga basket tidak dimainkan secara individu. Kekalahan tim tidak dapat dibebankan kepada satu individu tertentu. Kita tidak perlu merasa bersalah dan malu terhadap segala kesalahan yang berada di luar kontrol kita.

Cara Mengatasi Distorsi Kognitif

Setelah mengetahui apa itu distorsi kognitif dan jenis-jenisnya, kita juga harus mengetahui cara mengatasinya. Terdapat dua tahap yang dapat kita lakukan untuk mengurangi distorsi kognitif.

1. Identifikasi Distorsi Kognitif

Pertama, identifikasi dulu jenis distorsi kognitif mana yang sering kita lakukan. Identifikasi ini dilakukan agar kita bisa fokus menentukan solusi untuk jenis distorsi kognitif yang spesifik.

2. Melawan Balik Pemikiran Negatif

Setelah itu, lawan balik pemikiran negatif yang muncul dengan memikirkan kebalikannya. Saat kita berpikir kita bodoh dan tidak bisa, pikirkan kita pandai dan bisa melakukannya. Tahap kedua ini membutuhkan latihan terus menerus agar dapat berjalan dengan lancar.

Ketika kita dapat mengatasi distorsi kognitif, tidak lagi berpikiran negatif, rasanya melegakan sekali. Kita jadi tidak mudah membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Kita juga tidak mudah merasa cemas dan takut. Dengan demikian, kualitas hidup kita pun akan meningkat karena banyak peluang dan kesempatan yang bisa kita jalani dengan baik.

Sumber:
pijarpsikologi.org
psychcentral.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun