1) Bagi peserta didik sendiri, orientasi peserta didik berfungsi sebagai: (a) Wahana untuk menyatakan dirinya dalam konteks keseluruhan lingkungan sosialnya. Di wahana ini peserta didik dapat menunjukkan: inilah saya kepada teman sebayanya; (b) Wahana untuk mengenal siapa lingkungan barunya, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan sikap.
2) Bagi personalia madrasah dan atau tenaga kependidikan, dengan mengetahui siapa peserta didik barunya, akan dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam memberikan layanan-layanan yang mereka butuhkan.
3) Bagi para peserta didik senior, dengan adanya orientasi ini, akan mengetahui lebih dalam mengenai peserta didik penerusnya di madrasah tersebut. Hal ini sangat penting terutama berkaitan dengan kepemimpinan estafet organisasi peserta didik di madrasah tersebut.
c. Pekan Orientasi Peserta Didik
Pekan orientasi peserta didik adalah kelanjutan dari orientasi hari-hari pertama masuk madrasah. Jika pada hari-hari pertama masuk madrasah, peserta didik diperkenalkan dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial madrasah secara global, maka pada pekan orientasi studi ini mereka diperkenalkan secara rinci.
Adapun lingkungan madrasah yang diperkenalkan secara rinci tersebut adalah: (1) peraturan dan tata tertib madrasah, (2) guru dan personalia madrasah, (3) perpustakaan madrasah, laboratorium madrasah, bengkel madrasah, (4) kafetaria madrasah, bimbingan dan konseling madrasah, layanan kesehatan madrasah, (5) layanan asrama madrasah, (6) orientasi program studi, (7) cara belajar yang efektif dan efisien di madrasah dan (8) organisasi peserta didik.
Kedua, Pengaturan Kehadiran Peserta Didik Kehadiran peserta didik di madrasah (school attandence) adalah kehadiran dan keikutsertaan peserta didik secara fisik dan mental terhadap aktivitas madrasah pada jam-jam efektif di madrasah. Sedangkan ketidakhadiran adalah ketiadaan partisipasi secara fisik peserta didik terhadap kegiatan-kegiatan madrasah.
Pada jam-jam efektif madrasah, peserta didik memang harus berada di madrasah. Kalau tidak ada di madrasah, haruslah dapat memberikan keterangan yang syah serta diketahui oleh orang tua atau walinya. Hal demikian sangat penting, oelh karena ada insiden-insiden seperti: peserta didik menyatakan kepada orang tua atau walinya bahwa ia berangkat ke madrasah, tetapi ternyata tidak hadir di madrasah. Carter V. Good (1981) memberi batasan kehadiran sebagai berikut: "The act of being present, particulary at school (certain court dicisions have defined attendance at school as not merely being bodily presence but incluiding actual participation in the work and activities orientasi the school)." Maksudnya: "Tindakan kehadiran, khususnya di sekolah (keputusan pengadilan tertentu telah menetapkan kehadiran di sekolah tidak hanya sebagai kehadiran fisik tetapi termasuk partisipasi nyata dalam pekerjaan dan kegiatan di orientasi sekolah)."
Pengertian kehadiran seperti yang dikemukakan di atas seringkali dipertanyakan, terutama pada saat teknologi pendidikan dan pengajaran telah berkembang pesat seperti sekarang ini. Kalau misalnya saja, aktivitas-aktivitas madrasah dapat dipancarkan melalui TV dan bisa sampai ke rumah, apakah kehadiran peserta didik secara fisik di madrasah masih dipandang mutlak?
Jika pendidikan atau pengajaran dipandang sebagai sekedar penyampaian pengetahuan, sedangkan para peserta didik dapat menyerap pesan-pesan pendidikan melalui layar kacanya di rumah, ketidakhadiran peserta didik di madrasah secara fisik mungkin tidak menjadi persoalan. Sebaliknya, jika pendidikan bukan sekadar penyerapan ilmu pengetahuan, melainkan lebih jauh membutuhkan keterlibatan aktif secara fisik dan mental dalam prosesnya, maka kehadiran secara fisik di madrasah, tetap penting apapun alasannya, dan bagaimanapun canggihnya teknologi yang dipergunakan. Pendidikan telah lama dipandang sebagai suatu aktivitas yang harus melibatkan peserta didik secara aktif, dan tidak sekedar sebagai penyampaian informasi belaka.
Ketiga, pengaturan Kedisiplinan bagi Peserta Didik