Machiavelli tampaknya memiliki kontrol moral semacam ini karena memberikan banyak hak kepada raja untuk memerintah, tetapi tidak memberikan informasi tentang siapa atau siapa yang harus memberikan kontrol moral kepada raja. Aspek moralitas ini tidak dikemukakan oleh Machiavelli, sehingga ide-idenya sering ditandai sebagai tidak moralis. Legitimasi moral bukanlah isu utama, karena stabilitas dan stabilitas kekuasaan lebih penting. Ia memang menentang tren pemikiran yang berkembang saat itu. Machiavelli menerima semacam sinisme moral dalam filsafat politik dan dengan berani mengungkapkan gagasannya bahwa tujuan politik penguasa adalah untuk memastikan kekuasaan di tangannya.
Machiavelli memandang agama dari perspektif pragmatisme dan kepentingan politik yang sebenarnya. Jika agama bermanfaat untuk kepentingan politik, maka ia memiliki manfaat yang berarti. Agama hanya akan mendorong manusia untuk memperoleh kepuasan spiritual pribadi, yang justru akan berdampak buruk bagi negara. Machiavelli percaya bahwa otoritas penguasa suatu negara tanpa keyakinan agama tidak cukup untuk menjamin persatuan dan keutuhan negara. Perilaku politisi Indonesia yang menjadikan tulisan politik Machiavelli sebagai manual adalah menggunakan agama sebagai alat untuk meraih kekuasaan.
Mirip dengan pemikiran Machiavelli, kebajikan, agama, dan moralitas adalah alat untuk mendapatkan kekuasaan. Hal tersebut bukanlah kekuatan agama, kebajikan atau moralitas, karena hakikat kekuasaan adalah kekuatan itu sendiri. Kami juga dapat menganalisis model ini sebelum pemilihan. Baik calon legislatif maupun calon presiden lebih dekat dengan tokoh agama untuk mendapatkan dukungan. Agama sendiri merupakan pusat daya tarik massa. Selain itu, cara memasuki masyarakat dengan memperindah atau membagikan sembako atas nama keutamaan dan kesusilaan. Ini dilakukan dengan menggalang suara. Pemandangan seperti ini sering terjadi di masyarakat dan telah menjadi budaya merdeka dalam dinamika politik negara saat ini
Seperti yang sudah kita ketahui, Machiavelli merupakan sosok pendobrak pemikiran tradisional tentang kekuasaan yang berlangsung pada masanya serta sebagai pencetus pertama terhadap pertahanan dan keamanan dari negara modern. Menurutnya, penguasa diibaratkan sebagai seorang raja yang memiliki kewenangan untuk bertindak kasar dan licik seperti kekerasan fisik disertai dengan fokus terhadap kekuatan militernya. Hanya penguasa lah yang berhak dalam mengendalikan kekuasaan dengan keterbatasan peran serta masyarakat dalam pemerintahan. Pemikiran Machiavelli tentang penguasa berikutnya adalah raja wajib mempertahankan kekuasaan atas bantuan militer atau angkatan perang sebagai suatu keharusan yang dimiliki oleh sebuah negara, dengan memiliki tujuan untuk menjaga kehormatan dan menyelamatkan kehidupan negara. Menurut Machiavelli, penguasa wajib berupaya mengatur rakyat untuk selalu bergantung padanya dan sanggup memakai kekuasaan secara efisien untuk kepentingan publik ataupun masyarakatnya. Penguasa ideal merupakan penguasa yang mampu dan memiliki moral manusia dan moral kebinatangan dan di waktu yang bersamaan politik dan moral merupakan dua bidang yang tidak dapat dipisahkan.
Pemikiran politik Machiavelli tentang penguasa tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia karena bertolak belakang dengan makna demokrasi yang melibatkan partisipasi masyarakat. Sedangkan, penguasa menurut Machiavelli adalah sosok raja yang memiliki kewenangan dan berkuasa dengan cara kekerasan untuk mempertahankannya, hal ini sudah jelas bertolak belakang dengan hukum dan demokrasi yang berlaku di Indonesia. Meskipun demikian, pada era Orde Baru tepatnya pada tahun 1983 terdapat kebijakan penembakan misterius dengan dalih upaya pencegahan terhadap tindak kejahatan, seperti preman, perampok, pemerkosa, dan lain-lain. Usaha ini juga bisa dikatakan sebagai tindak mempertahankan kekuasaan yang bisa mengancam stabilitas negara sehingga suatu shock treatment perlu diambil untuk menghilangkan atau paling tidak mengurangi kejahatan.
Petrus bertujuan untuk memberantas kejahatan dengan efek jera yaitu tembak mati yang mayatnya ditinggalkan begitu saja dengan tangan terikat dimasukkan ke dalam karung, diletakkan di pinggiran toko atau sungai, dan di semak-semak. Tujuan lain dari Petrus yaitu untuk menurunkan tingkat kriminalitas di Indonesia dengan melibatkan aparat keamanan negara yang memiliki standar operasional prosedur dalam menggunakan senjata api. Selama beroperasi, Petrus telah menewaskan banyak korban jiwa. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat data tertinggi korban Petrus pada tahun 1983 terdapat 781 korban jiwa. Kebijakan Petrus termasuk dalam tindakan kekerasan yang bertentangan dengan Norma Hukum dan HAM di Indonesia, karena penjahat tetap memiliki hak untuk diadili sesuai prosedur hukum yang berlaku bukan ditembak mati sewaktu-waktu tanpa adanya putusan dari pengadilan dan tak jarang mayatnya ditinggalkan begitu saja atau dibuang secara tidak lazim dimana saja.
Kesimpulannya, Machiavelli memiliki pemikiran politik penting tentang manusia/masyarakat, negara, kekuasaan, agama, dan penguasa. Pertama, pemikiran Machiavelli tentang manusia/masyarakat sebagai sosok yang jahat jika mendapatkan kesempatan. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa manusia memiliki dua sifat yang bertentangan yaitu sifat positif dan negatif. Kedua, pemikiran tentang ketatanegaraan yaitu negara dianggap sebagai simbol kekuasaan politik tertinggi yang bersifat mutlak dan mencakup seluruh bidang. Ketiga, pemikiran tentang kekuasaan yaitu kekuasaan bukanlah alat untuk menjaga moralitas, etika, atau agama. Tetapi, negara merupakan simbol tertinggi dari kekuasaan politik yang mutlak dan mencakup seluruh bidang, serta kekuasaan adalah tujuan dari kekuasaan itu sendiri. Keempat, ia memandang agama dari perspektif pragmatisme dan kepentingan politik yang sebenarnya. Jika agama bermanfaat untuk kepentingan politik, maka ia memiliki manfaat yang berarti. Agama hanya akan mendorong manusia untuk memperoleh kepuasan spiritual pribadi, yang justru akan berdampak buruk bagi negara. Machiavelli percaya bahwa otoritas penguasa suatu negara tanpa keyakinan agama tidak cukup untuk menjamin persatuan dan keutuhan negara. Kelima, pemikiran tentang penguasa harus selalu berusaha agar rakyatnya bergantung padanya dan mampu menggunakan kekuasaannya secara efektif untuk kepentingan umum/masyarakat. Penguasa yang ideal adalah penguasa yang memiliki kemampuan, kemanusiaan dan kebinatangan sekaligus. Politik dan moral adalah dua bidang yang tidak dapat dipisahkan. Keberadaan angkatan perang yang kuat sangat diperlukan untuk kepentingan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Isnaeni, H. F. (28 Oktober 2018). Tanggung Jawab Soeharto dalam Penembakan Misterius. https://historia.id/politik/articles/tanggung-jawab-soeharto-dalam-penembakan-misterius-Pdj81/page/2, diakses pada tanggal 13 Mei 2021, 20.00 WIB.
Machievelli, Niccolo. (1991). Sang Penguasa : Surat Seorang Negarawan kepada Pemimpin Republik (cetakan ketiga). Terjemahan oleh C. Woekirsari, Kata Pengantar M. Sastrapratedja dan Frans M. Parera. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Muqaddim. (2016). Pemikiran Politik Machiavelli dan Dinamika Politik Indonesia. Kompasiana.