Mohon tunggu...
Humaniora

Pemikiran Ekstrimis Berkedok Islam

15 Maret 2018   19:34 Diperbarui: 15 Maret 2018   19:45 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebih lanjut, mereka merujuk pada ayat ke-60 dan ke-76 Surat An-Nisa'. Di ayat ke-60 Surat tersebut disebutkan: "yurdna an yatahkam il ath-thght wa qad umir an yakfur bihi" (Mereka menginginkan ketetapan hukum kepada thaght, padahal mereka diperintahkan untuk mengingkarinya). Sementara ayat ke-76-nya berbunyi: "Alladzna man yuqtilna f sablillh, walladzna kafar yuqtilna f sablith-thght faqthil auliysy-syaithn" (Orang-orang beriman berperang di jalan Allah. Orang-orang kafir berperang di jalan thght. Perangilah pelindung/rekan/pemimpin setan!).
Dengan mengacu pada ayat-ayat itu, mereka menentang dan melawan negara dan pemerintahan yang tidak secara terang-terangan menyebut Al-Quran sebagai sumber konstitusi dan hukum. Mereka tak hanya membenci pemerintahan/negara semacam itu, tapi juga memusuhi orang-orang yang membiarkan apalagi mendukung pemerintahan/negara semacam itu, lantas melakukan berbagai tindakan teror.

Terorisme mereka didorong oleh kebencian pada liyan (pihak lain). Kebencian mereka didororong oleh pembacaan literal atas teks-teks agama. Sejauh kebencian dan terorisme mengacaukan kohesi sosial, dan merusak citra Islam dan umat Islam, yang diidealkan damai dan penuh kasih sayang bagi semesta, maka corak berpikir literalis yang menopang sikap tersebut seharusnya tidak dianut dan terus dikritik.

Para pemikir Islam seyogianya 'turun gunung' untuk mengkritik pembacaan literalis dan mengontekstualisasikan teks-teks agama. Misalnya, dengan menunjukkan bahwa thght yang terdapat di ayat-ayat tersebut terkait dengan kaum pagan Arab yang memusuhi umat Islam, sementara pemerintahan negara Indonesia, misalnya, sama sekali tidak memusuhi umat Islam, justru memberi ruang banyak bagi umat Islam untuk beribadah, bersosial, berekonomi dan memimpin.

Di pihak lain, orang-orang awam dalam agama Islam seharusnya tidak terpaku pada bentuk lahiriah teks-teks agama yang terdapat di internet, apalagi yang diwartakan oleh kaum literalis, melainkan terus meluaskan bacaan dan mengaji kepada para agamawan Islam yang santun dan berilmu mendalam. Dengan cara demikian, laju ekstremisme berkedok agama bisa direm dan bahkan dihentikan.

Ekstremisme berkedok Islam itu masalah sosial-mondial dan noda bagi Islam dan muslimin. Oleh karena itu, orang-orang Islam seharusnya menghentikannya, bukan justru menumbuhkembangkan benihnya dengan menebarkan kebencian pada pemerintah/negara, kebencian pada non muslim dan kebencian pada orang Islam yang tak sepemahaman. []

Sumber: syiarnusantara.id | 

ByZainul Maarif

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun