NAMA : AYSSYAH SYFA AZZAHRA
NIM : 222111073
Kasus Hukum Ekonomi Syariah Terkait Masalah Investasi dan Perdagangan Cryptocurrency
Kaidah-Kaidah Hukum Yang Terkait Dengan Masalah Investasi dan Perdagangan Cryptocurrency
1. Kepatuhan terhadap Regulasi : Di banyak negara, termasuk Indonesia, investasi cryptocurrency diawasi oleh badan tertentu seperti Bappebti. Peraturan ini mengatur jenis aset digital mana yang diperbolehkan untuk menetapkan standar untuk platform perdagangan.
2. Kaidah Perlindungan Konsumen : Cryptocurrency rentan terhadap dan manipulasi pasar. Oleh karena itu, ada aturan yang melindungi investor dari risiko penipuan, seperti memastikan informasi yang diberikan oleh platform crypto itu jujur dan transparan.
3. Kaidah Anti Pencucian Uang (AML) : Karena sifat cryptocurrency yang anonim, transaksi ini sering dijadikan sarana pencucian uang. Banyak negara mengharuskan platform perdagangan crypto mematuhi aturan AML, seperti identifikasi pelanggan (Know Your Customer atau KYC).
4. Kaidah Ketidakpastian (Gharar) dalam Hukum Syariah : Dalam hukum Islam, investasi yang memiliki unsur spekulasi atau ketidakpastian sering dianggap tidak sering dinilai mengandung gharar karena nilainya yang fluktuatif dan kurangnya regulasi jelas. Hal ini menyebabkan beberapa ulama menilai bahwa perdagangan crypto tidak sesuai dengan prinsip syariah.
5. Pajak : Pemerintah juga menerapkan kaidah perpajakan terhadap keuntungan dari perdagangan Pajak ini berfungsi sebagai alat kontrol untuk memastikan aktivitas perdagangan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Kaidah-kaidah di atas bertujuan melindungi konsumen, memastikan transparansi, serta menjaga stabilitas ekonomi dan hukum.
Menganalisis Kasus Investasi dan Perdagangan Cryptocurrency dari Perspektif Hukum Melalui Dua Pendekatan yaitu Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris.
- Yuridis Normatif
- Pendekatan yuridis normatif menyoroti aspek aturan atau norma hukum tertulis yang mengatur kegiatan investasi dan perdagangan cryptocurrency. Ini mencakup regulasi yang berlaku, undang-undang, dan peraturan- peraturan lain yang dibuat oleh otoritas hukum, Norma hukum yang terkait dalam kasus cryptocurrency ini meliputi, Peraturan Pemerintah : Di Indonesia, cryptocurrency diatur oleh Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi). Mereka menetapkan bahwa cryptocurrency diakui sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan tetapi tidak dianggap sebagai alat pembayaran yang sah. Ini sesuai dengan Undang-Undang Bank Indonesia yang menyatakan bahwa alat pembayaran yang sah di Indonesia hanyalah Rupiah.
Kaidah Anti Pencucian Uang (AML) dan Pendanaan Teroris : Norma hukum ini berkaitan dengan pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme melalui cryptocurrency. Mengingat sifat anonimitas crypto, aturan ini sangat penting untuk menjaga agar aktivitas llegal tidak berkembang. Oleh karena itu, platform crypto diwajibkan untuk mematuhi proses KYC (Know Your Customer) sebagal bagian dari aturan AML.
Norma Perlindungan Konsumen : Otoritas seperti Bappebti menetapkan standar agar platform perdagangan crypto transparan, memberikan informasi yang jelas kepada investor, dan memastikan hak konsumen terlindungi. Hal ini untuk menghindari penipuan atau eksploitasi karena volatilitas harga crypto yang ekstrem.
Pajak : Norma hukum lainnya adalah penerapan pajak pada keuntungan yang diperoleh dari perdagangan cryptocurrency. Pajak ini diatur untuk memastikan bahwa keuntungan dari perdagangan crypto tetap memenuhi kewajiban perpajakan, sama seperti bentuk investasi lainnya.
- Yuridis Empiris
- Â Pendekatan yuridis empiris lebih berfokus pada bagaimana norma hukum diterapkan dan dipatuhi dalam praktik nyata. Ini mencakup bagaimana masyarakat, pemerintah, dan pelaku pasar berinteraksi dengan hokum cryptocurrency. Pada pendekatan empiris ini, kita dapat melihat beberapa aspek berikut,
- Kesadaran dan Kepatuhan Masyarakat : Pada kenyataannya, masih banyak orang yang belum sepenuhnya memahami regulasi terkait cryptocurrency. Misalnya, banyak investor ritel yang mungkin tidak menyadari risiko hukum atau kewajiban pajak dari keuntungan crypto mereka. Kurangnya pemahaman ini menyebabkan rendahnya tingkat kepatuhan terhadap regulasi, terutama pada aspek pajak dan laporan transaksi.
- Peran Otoritas Pengawas : Dalam praktiknya, otoritas pengawas seperti Bappebti dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) harus terus beradaptasi dengan perkembangan cepat di dunia cryptocurrency. Terkadang, regulasi tidak bisa mengikuti kecepatan perkembangan teknologi dan pasar crypto, sehingga terjadi celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Hal ini menunjukkan tantangan besar dalam mengawasi aktivitas yang sifatnya global dan digital.
- Kasus Penipuan dan Penyalahgunaan : Secara empiris, sudah banyak kasus di mana masyarakat menjadi korban penipuan yang berkaitan dengan investasi cryptocurrency, terutama karena sifatnya yang tidak selalu transparan. Banyak orang tertarik pada potensi keuntungan besar tetapi tidak menyadari risiko tinggi yang ada, termasuk risiko jatuh ke dalam skema penipuan. Akibatnya, norma hukum terkait perlindungan konsumen menjadi sangat penting, meski penerapannya kadang masih sulit karena sifat transaksi yang lintas negara.
- Pandangan Agama dan Sosial : Dalam konteks Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim, pendekatan yuridis empiris juga mempertimbangkan aspek keagamaan. Beberapa ulama menilai bahwa cryptocurrency tidak sesuai dengan prinsip Syariah karena mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan spekulasi. Ini membuat beberap investor muslim ragu untuk terlibat dalam aktivitas perdagangan crypto. Dampak ini mencerminkan bagaimana norma hukum, termasuk hukum syariah, mempengaruhi perilaku masyarakat dalam berinvestasi.
- Secara keseluruhan, norma hukum terkait investasi dan perdagangan cryptocurrency mencakup aturan tertulis dan bagaimana aturan itu diterapkan serta dipatuhi di lapangan. Pendekatan yuridis normatif memastikan adanya regulasi yang jelas, sementara pendekatan yuridis empiris menyoroti tantangan penerapan hukum tersebut di masyarakat yang masih beradaptasi dengan dunia crypto yang terus berubah. Kombinasi dari kedua pendekatan ini sangat penting agar hukum dapat berfungsi secara efektif, melindungi investor, serta menjaga stabilitas pasar dan keamanan transaksi.
Dalam Kasus Investasi dan Perdagangan Cryptocurrency, Ada Beberapa Aturan Hukum Yang Berlaku Di Indonesia
1. Pendaftaran di Bappebti : Selain izin, platform perdagangan cryptocurrency harus mendaftarkan aset crypto yang dapat diperdagangkan kepada Bappebti. Saat ini, hanya jenisjenis crypto tertentu yang diizinkan oleh Bappebti, dan tidak semua jenis crypto dapat diperdagangkan. Hal ini bertujuan untuk melindungi investor dari aset yang dianggap terlalu spekulatif atau berisiko tinggi.
2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) : Meski cryptocurrency diawasi oleh Bappebti, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap berperan memberikan peringatan tentang risiko tinggi dalam investasi ini. OJK juga melarang lembaga keuangan seperti bank untuk terlibat langsung dalam perdagangan atau promosi aset cryptocurrency.
3. Risiko Legalitas di Berbagai Negara : Di tingkat internasional, aturan hukum terkait cryptocurrency bervariasi. Beberapa negara melarang penggunaan dan perdagangan crypto, sementara yang lain justru mendukungnya. Ini berarti investasi crypto membawa risiko legalitas antar negara, terutama jika melibatkan transaksi lintas batas.
4. Penipuan dan Skema Ponzi : Hukum pidana juga berlaku pada kasus-kasus penipuan yang menggunakan cryptocurrency, seperti skema Ponzi atau penipuan investasi. Banyak pihak yang menggunakan popularitas cryptocurrency untuk menarik korban dengan iming-iming keuntungan besar. Dalam kasus seperti ini, hukum pidana akan diterapkan untuk menangani kejahatan tersebut.
5. Perlindungan Data Pribadi : Ketika mendaftar di platform cryptocurrency, pengguna memberikan data pribadi mereka. Oleh karena itu, platform perdagangan harus mengikuti aturan perlindungan data yang berlaku di Indonesia, yaitu Undang- Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), untuk memastikan bahwa data konsumen terlindungi dari penyalahgunaan.
6. Keamanan Cyber : Cryptocurrency rentan terhadap serangan siber seperti peretasan dan pencurian digital. Aturan keamanan siber dari pemerintah, meskipun belum terlalu spesifik untuk cryptocurrency, tetap berlaku. Platform diwajibkan untuk menerapkan standar keamanan yang baik untuk melindungi aset pengguna.
Secara umum, aturan hukum terkait cryptocurrency di Indonesia bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan terhadap masyarakat dari risiko tinggi yang melekat pada aset ini.
Pandangan Aliran Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence Dalam Menganalisis Kasus Investasi dan Perdagangan Cryptocurrency
Pandangan Positivisme Hukum
Positivisme hukum menekankan bahwa hukum adalah aturan yang dibuat oleh otoritas yang berwenang dan harus ditaati tanpa mempersoalkan nilai moral atau dampaknya bagi masyarakat. kasus cryptocurrency, pandangan ini fokus pada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh negara, seperti pengawasan Bappebti, larangan penggunaan crypto sebagai alat pembayaran, dan regulasi yang mewajibkan pelaku industri crypto untuk mendapatkan izin.
Dari sudut pandang positivisme, perdagangan cryptocurrency adalah sah selama memenuhi semua ketentuan hukum yang berlaku. Mereka yang menganut pendekatan ini tidak terlalu memperhatikan dampak sosial atau ekonomi dari cryptocurrency, tetapi lebih kepada apakah aturan tersebut telah diterapkan secara tepat dan apakah masyarakat mengikuti aturan yang ada. Sehingga, fokus utama adalah pada kepatuhan hukum formal, seperti izin dari Bappebti dan aturan perpajakan.
Dengan pendekatan ini, segala sesuatu yang berkaitan dengan crypto dinilai berdasarkan hukum positif yang berlaku saat ini. Jadi, jika ada masalah yang muncul, misalnya penipuan dalam investasi cryptocurrency, positivisme akan mengutamakan penerapan hukum pidana atau hukum administrasi yang relevan. Aturan dan sanksi yang ada dianggap cukup untuk mengatur transaksi dan kegiatan dalam dunia crypto. Pendekatan ini kadang dianggap terlalu kaku karena tidak memperhatikan konteks sosial atau dampak yang lebih luas dari penggunaan cryptocurrency dalam masyarakat. Positivisme menilai bahwa hukum itu otonom dan tidak perlu selalu selaras dengan aspek sosial atau moral yang ada di luar hukum formal.
Pandangan Sociological Jurisprudence
Sociological jurisprudence atau teori hukum sosiologis, di sisi lain, melihat hukum sebagai bagian dari system sosial yang dinamis. Aliran ini menekankan bahwa hukum harus memperhatikan dampak terhadap masyarakat dan bagaimana masyarakat berinteraksi dengan hukum itu sendiri. Dalam konteks cryptocurrency, pendekatan lebih melihat bagaimana regulasi crypto dapat mempengaruhi perilaku masyarakat, ekonomi, dan perkembangan teknologi. Menurut teori ini, peraturan tentang tidak hanya harus dibuat untuk memenuhi aturan formal tetapi juga harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat. Contohnya, kebijakan mengenai perlindungan konsumen dan pengaturan tentang pencegahan penipuan dilihat sebagai langkah penting untuk menjaga keamanan pengguna dalam berinvestasi. Pengaturan yang ketat mungkin dapat mengurangi risiko, tetapi di sisi lain, aliran ini juga akan mempertanyakan terlalu banyak regulasi justru menghambat inovasi teknologi dan ekonomi digital.
 Dari perspektif salah satu perhatian utama adalah dampak social dari cryptocurrency. Karena aset ini fluktuatif, banyak investor pemula yang mungkin tidak memahami risiko uang. Oleh karena itu, pendekatan sosiologis akan mendorong lebih banyak edukasi dan transparansi dari pihak regulator dan platform perdagangan agar masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik sebelum berinvestasi. Selain itu, pendekatan ini juga mengamati bagaimana cryptocurrency dapat memberdayakan masyarakat, terutama di kalangan yang belum terjangkau oleh layanan perbankan tradisional. Cryptocurrency memungkinkan transaksi lintas batas yang lebih cepat dan murah, sehingga membuka akses bagi banyak orang yang sebelumnya kesulitan mendapatkan layanan keuangan. Oleh karena itu, aturan hukum yang ada harus mempertimbangkan aspek inklusivitas Ini dan bagaimana regulasi dapat mengoptimalkan manfaat positifnya bagi masyarakat.
Dalam hal implementasi aturan, sosiological jurisprudence juga mengakui bahwa hukum tidak selalu efektif jika hanya berupa tulisan tanpa ada penerapan yang baik di lapangan. Jadi, aliran ini menekankan pentingnya semua pihak termasuk pemerintah, industri, dan masyarakat dalam proses pembuatan dan penerapan regulasi, agar hukum yang dibuat relevan dan dapat diterima oleh masyarakat.
Kesimpulan secara keseluruhan, positivisme hukum perdagangan cryptocurrency hanya dari sisi aturan yang formal, apakah sudah memenuhi ketentuan atau belum. Sementara itu, sociological jurisprudence menilai bahwa hukum tentang cryptocurrency harus lebih menekankan dampak sosial dan mempertimbangkan bagaimana aturan tersebut mempengaruhi masyarakat dan perkembangan teknologi. Kedua pandangan ini memberikan perspektif yang berbeda tentang bagaimana seharusnya investasi dan perdagangan cryptocurrency diatur. Pendekatan positivisme fokus pada kepastian hukum, sementara sosiologis menginginkan hukum yang lebih adaptif dan selaras dengan kebutuhan serta perkembangan masyarakat. Dalam konteks Indonesia, kedua pendekatan ini perlu dikombinasikan agar regulasi cryptocurrency bisa berjalan efektif, mengamankan para investor, tetapi juga mendukung inovasi dan pertumbuhan ekonomi digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H