Mohon tunggu...
Syena Ardhana
Syena Ardhana Mohon Tunggu... -

bersama lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surat Terbuka Untuk Walikota Semarang Hendrar Prihadi

13 Maret 2015   10:34 Diperbarui: 4 April 2017   18:19 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya langsung paham karena Pak Wali langsung membelokkan arah diskusi menjadi mulai dari awal lagi. Padahal kan sudah dijelaskan pada pernyataan sikap yang dibacakan di awal bahwa diskusi Selasa adalah kelanjutan forum Minggu malam.

Bahwa seniman menyusun pernyataan sikap untuk memenuhi keinginan pak Wali sendiri ketika forum Minggu malam. Waktu itu Pak Wali menyatakan bahwa forum masih terbelah sehingga harus mengambil satu putusan untuk dibawa ke forum Selasa. Masih ingat nggih pak?

Nah, kenapa setelah pembacaan pernyataan sikap bahwa seniman, Dewan Kesenian Semarang dan warga TBRS menolak Trans Studio di TBRS, bapak malah berbelok. Seharusnya, diskusi dimulai dari situ. Tapi Pak wali malah melempar kepada masyarakat dan seniman lain. Saya paham, lemparan itu salah satunya ditujukan pada orang-orang yang sudah Pak Wali siapkan. Satu orang saja sudah cukup kok pak. Satu orang yang cukup mengatakan bahwa "jangan asal menolak, dinegosiasikan dulu agar tercapai win-win solution". Saya ingat yang berbicara begitu pak Jawahir Muhammad. Meskipun setelah beliau ada banyak orang lagi yang berbicara menolak Trans Studio di TBRS, satu pendapat dari Pak Jawahir sudah cukup untuk membuat bapak menarik kesimpulan bahwa forum masih terbelah lagi. Skenario itu diperkuat dengan pernyataan bapak-bapak berbadan tinggi berbaju putih (saya tidak tahu namanya) itu yang meminta agar forum segera selesai dan dilanjutkan dengan membentuk tim perwakilan untuk berdiskusi lanjutan dengan bapak untuk membahas soal Trans Studio ini. Begitu bapak itu selesai bicara, Pak Wali langsung menyatakan setuju.

Skenario ini semakin terlihat jelas karena Pak Wali tidak membahas keseluruhan pernyataan sikap seniman yang terdiri atas 10 poin itu. Pak Wali malah berulang kali mengatakan bahwa penggusuran TBRS adalah isu yang dihembuskan oknum karena menjelang pilihan walikota. Lha oknum siapa pak? Melempar isu oknum ke hadapan forum menurut saya sama saja Pak Wali memecah belah warga yang sudah datang dengan niat baik untuk kemajuan semarang.

Oya sebelum lupa pak Wali. Mohon maaf saya menulis ini dengan tidak menunjukkan identitas yang lengkap. Saya hanya mahasiswi pak, saya anggota salah satu teater kampus di semarang dan sering ke TBRS menonton pertunjukan teater. Kenapa saya tidak menunjukkan identitas, terus terang karena takut. Bagaimana tidak, suasana Minggu malam lalu, meski terkesan santai tapi jelas mencekam. Kehadiran pasukan Pak Wali malam itu sudah cukup membuat saya ngeri jika harus menampakkan diri. Tapi saya harus menulis pak, intimidasi halus ini harus ada yang membuka agar lain kali lebih berhati-hati. Karena ternyata apa yang Pak Wali sebut sebagai silaturahmi dan pertemuan terbuka ini tak lain hanyalah panggung sandiwara.

Lanjut nggih Pak Wali. Pak Walikota mengatakan bahwa tidak pernah mengatakan akan menggusur TBRS. -Siapa yang bilang begitu, saya tidak pernah- kata bapak. Bagi saya itu pernyataan lucu pak. Ya iyalah bapak ganteng..., gak mungkin bapak komentar di media -Saya akan gusur TBRS-. Gila apa pak.

Kalau bapak menyimak, di awal, dalam pernyataan sikap seniman sudah dijelaskan bahwa isu itu muncul karena penandatanganan MoU antara Trans dengan pemkot. Isi MoU dari draft yang saya baca di media sosial menyatakan bahwa lahan yang disiapkan untuk Trans Studio adalah di Komplek TBRS seluas 8,9 hektare. Dari situ saja sudah jelas darimana soal penggusuran TBRS itu muncul.

Dan yang pertama menggulirkan soal isu Trans Studio di TBRS kan media pak. Headline koran Suara Merdeka edisi 7 Maret 2015 halaman 21 mencantumkan judul besar -Trans Studio Pilih Wonderia dan TBRS. Masak wartawan disebut oknum provokator pak?

Dalam pertemuan itu bapak berulang kali menyebutkan bahwa yang akan dipakai hanya Wonderia. Tapi bapak tidak menyebutkan bahwa di dalam MoU tertera jelas bahwa yang disiapkan adalah lahan Komplek TBRS seluas 8,9 hektare. Saya ulang dua kali kalau mungkin bapak lupa. Betul bahwa Wonderia masih dalam komplek TBRS, tapi kalau bicara 8,9 hektare itu adalah luas lahan TBRS dan Wonderia to nggih pak.

Oya, bapak tentu masih inget kalau pada forum Minggu malam, bapak mengatakan bahwa Trans Studio membutuhkan lahan minimal 10 hektare. Kalau Komplek TBRS saja hanya 8,9 hektare jelas belum cukup menampung Trans Studio, apalagi hanya Wonderia. Ini logika saya pak, logika mahasiswi, maaf kalau berbeda dengan logika bapak.

Karena penasaran, berapa sebenarnya lahan yang dibutuhkan Trans Studio, saya browsing lewat hape jadul saya di mbah google dengan kata kunci -Trans Studio-. Nah saya menemukan artikel ini pak. Saya pilih dari website Koran Kontan dari grup Kompas yang tentunya bisa dipercaya. Monggo diklik di sini http://industri.kontan.co.id/news/ct-kembangkan-20-kawasan-terpadu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun