"Sering banget mantan aku ini bilang kalau aku gayanya kurang feminin dan badanku terlalu kurus, kayak laki. Kata-kata itu menyakiti hati. Bikin aku makin nggak percaya diri dan merasa insecure, bahkan sampai sekarang, meskipun kami sudah putus," lanjut Dede.
Menurut Verauli, kasus Dede tersebut adalah contoh nyata dalam toxic relationship. Sebab salah satu kekerasan dalam toxic relationship adalah kekerasan verbal, yang memiliki banyak bentuk. "Bukan hanya perkataan yang menyakitkan hati ketika bertengkar saja, kritik yang merendahkan, pun termasuk kekerasan verbal. Bahkan sebuah nama panggilan (name calling) yang berikan pacar kepada kepada kita, yang membuat kita menjadi tidak nyaman dengan panggilan tersebut pun, merupakan bagian dari kekerasan verbal dan dapat berdampak negatif pada diri kita," lanjut Verauli. Panggilan yang merendahkan, contohnya adalah, 'si gembul', Â atau 'si kebo' (karena gampang tidur).
Tetapi menurut salah satu responden, Ibi, kekerasan verbal kepada pasangan bisa dihindari, walaupun dalam keadaan bertengkar. Ibi terbukti oleh survei kami telah menjalani hubungan sehat selama 2 tahun. "Caranya, Â kami lebih memilih untuk diam dulu kalau sedang bertengkar. Karena kalau terus dilanjutkan argumennya dengan emosi yang meluap-luap, pastinya kan kita terpacu untuk mengeluarkan kata-kata kasar atau yang menyakitkan hati," ucap Ibi.
Hal 'sehat' lain yang dilakukan Ibi dan pacarnya adalah saling memberikan kata-kata positif. "Ketika pacar gue sedang bad mood, gue menyikapinya dengan kata-kata menghibur atau lucu, agar mengalihkan pikiran dia ke hal yang lain," tambahnya.
Putus Bukanlah Solusi Utama
Bagaimana kalau tidak seberuntung Ibi dan pacarnya? Bahkan tergolong punya hubungan toxic. Lalu, apa, sih, yang harus dilakukan? Ternyata jawabannya bukan segera memutuskan hubungan, lho!
"Banyak orang yang mengatakan bahwa jika terjebak di suatu toxic relationship, harus langsung memutuskan hubungan. Padahal cara tersebut cenderung membuat kita terjebak dalam hubungan yo-yo, selalu kembali dan kembali lagi ke hubungan tersebut (putus sambung)," jelas Verauli.
Menurut Verauli, hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari support system dari orang terdekat. Â Misalnya sahabat ataupun keluarga. Support system ini berguna untuk memberikan masukan dan penilaian objektif terhadap hubungan kamu dengan pacar. Karena wajar saja, pada saat jatuh cinta kamu akan lebih emosional dalam melihat suatu keadaan.
Maka diperlukannya peran support system tersebut untuk melihat bagaimana dampak hubungan tersebut kepada diri kamu. "Support system ini pun juga dapat dijadikan 'a shoulder to cry on', tempat dimana kalian bisa menceritakan semua keluh kesah, agar kalian lega, dan tidak terlarut-larut dalam suatu perasaan yang tidak menyenangkan," ujar Verauli.