Batang panjang kuhisap dalam-dalam ditemani secangkir coklat khas yang kentalÂ
Bersamaan dengan itu, angin jahat yang tak kasatmata membuat kedinginan pada tubuh ini
Membuat mesin ini bekerja untuk berhikmah tentang suatu hal yang tak terlalu beratÂ
Kemudian, mulailah ia bekerja untuk hasil seperti hasilnya anak-anak labil
Kuberniat tuk melihat hasil kerja mesin orang dengan masa berapi-apinya pada sebuah benda yang menyala
Namun, tak kutemukan hasil-hasil itu, yang kuteumui ialah nama seseorang yang memang sebelumnya kukenal nama itu
Dari orang itu, aku terkejut
Aku terkejutnya bukan main lagi
Bukan rekayasaan lagi
Terkejutnya aku ini seperti aneh
Bisa-bisanya dia membuat manusia terpesona oleh hasil mensinnya
Memanglah, dia itu bertekad untuk itu, anggapku
Aneh ya diriku ini, bisa-bisanya saya terjebak dalam jalan yang yang lurus ini
Seperti berputar pada jalanan
Seolah mataku tertutup untuk melihat keadaan dimensi ini
Aku sedang melakukan ritual tersesat yang banyak dilakukan minoritas di dimensi ini
Oh dimensi, apa kau tega melihat diriku terjebak pada jalanan bundar yang menyesatkan ku?Â
Setidaknya, diriku ini masih mencintai mu, walau kau sudah membuat ku kebingungan yang sudah mencapai batas
Mengapa tuhan menciptakan hitam disamping terang?Â
Tuhan itu memang adil
Tapi dalam masalah ini, apakah bisa dikatan adil!
Apakah tuhan mengabaikanku ?Â
Apakah tuhan terus seperti itu?Â
Apakah tuhan adil?Â
Tuhan itu adil
Lalu. . . Â Bagaimana denganku? Apakah tuhan adil dengan bersikap seperti ini padaku?Â
Tuhan itu adil
Tak hentinya memikirkan keadilan tuhan, yang hakikatnya bahwa, tuhan itu adil
Hanya orang bodoh yang benar-benar mempertanyakan keadilan tuhan pada dimensi ini
Untuk hikmahnya? Belum kuselesaikan
Tak terlalu penting untuk kau dengar hikmah yang kusimpan di memori ini
Karena keadilan tuhan itulah, hikmah ku tak kelar malam ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H