Tugas Analisis Cerita Ulang
Bahasa Indonesia
SMA Sampoerna
Triska Syattwa W W
(XI-Sci-DA)
Cerita 1
Legenda Danau Ranau
(Lampung)
Alkisah pada zaman dahulu kala, hiduplah dua orang kakak-beradik di sebuah desa bernama Sekala Brak di daerah Lampung Barat. Sang kakak bernama Naga dan adiknya bernama Ranau.
Pada suatu hari, cuaca amat terik dan sampai siang hari tiba, Naga belum bisa mendapatkan makanan apa pun untuknya dan adiknya. Tanaman di sawah dan kebunnya kebanyakan belum siap panen, kecuali singkong dan umbi-umbian. Adapun kail pancingnya belum satu pun yang disambar ikan. Ketika Naga hendak mencari lebih banyak cacing, tiba-tiba ia tersandung oleh sebuah benda bulat yang terlalu lunak untuk dikatakan batu dan terlalu besar untuk dikatakan telur ayam. Lalu tanpa pikir panjang Naga segera membawanya pulang dan berharap itu akan menjadi pengganjal perutnya dan adiknya hari ini.
Dengan persaan gembira, Naga pulang ke rumah dan mengabari tentang temuannya pada sang adik. Ranau merasa keheranan dengan apa yang ditemukan abangnya itu. Rasa penasaran adiknya itu memancing amarah Naga. Ia pun membentak Ranau dan menyuruhnya lekas memasak telur itu.
Meski diliputi perasaan ragu, akhirnya direbusnyalah telur itu dan dibelahnya menjadi dua sama besar. Belum sempat memakan telurnya sendiri, Naga sudah merebut bagian adiknya tersebut dan ketika Ranau hendak memakan bagiannya yang tinggal sedikit itu, tiba-tiba Naga memintanya untuk mengisi kendi air yang telah kosong. Setelah terisi penuh, tidak sampat hitungan detik air di kendi telah kosong kembali sedangkan kakaknya masih saja kehausan.
Panas dan dahaga yang Naga rasakan semakin lama semakin menjadi. Kini, ia telah menghabiskan persediaan air di rumah dan sumur belakang rumahnya. Namun dahaganya belum juga hilang. Kemudian badannya perlahan menunjukan perubahan aneh. Muncul sesuatu yang mirip dengan sisik ular. Adiknya meyarankan Naga untuk meminum air di sungai. Sesampainya di sungai, secara mencengangkan, sungai itu pun surut seketika. Kini tidak ada pilihan lain bagi mereka untuk mencari air selain satu tempat tersisa, Laut Sekala Brak.
Mereka bergegas menuju lautan yang mengelilingi desanya itu. Di tengah perjalanan, Naga mulai merasakan kekauan di kaki dan tangannya. Tangan dan kakinya mengecil serta menjadi satu dengan badannya. Sekarang ia lebih mirip ular ketimbang manusia. Melihat kejadian tersebut Ranau pun mersa sedih dan berdoalah ia agar kakaknya dapat kembali seperti semula.
Tiba-tiba bumi dan lautan berguncang hebat. Munculah sesosok makhluk mirip ular dari dasara laut. Makhluk itu ialah, “Ulai”,ular sakti yang dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai penjaga lautan. Ia mengatakan bahwa yang terjadi pada Naga adalah kutukan atas telur yang dimakannya. Telur itu adalah bakal calon anaknya yang kelak akan menggantikan tugas ulai menjaga lautan. Ulai hanya mampu bertelur sekali dalam seribu tahun dan tanpa penerusnya, ia khawatir jika lautan akan jadi kacau dan bencana akan datang silih berganti.
Naga pun tertunduk lemas menyesali perbuatannya. Ia tidak mampu membayangkan seumur hidupnya meninggalkan adiknya sebatang kara dan menjadi ulai. Ia telah berbuat cereboh dan ia harus bertanggung jawab atas itu semua. Akhirnya, Naga bersedia mengabdi pada ulai sampai seribu tahun lamanya asalkan ia diberkati kekuatan untuk berubah wujud menjadi manusia setiap bulan purnama. Naga pun berenang ke arah lautan lepas dan berjanji akan menemui Ranau di malam bulan purnama berikutnya.
Hari berganti minggu, berbulan-bulan telah berlalu hingga tiba saatnya Naga menengok sang adik tercinta. Setelah lama mencari, Naga tidak kunjung menemukan Ranau. Naga kesal. Ia beranggapan bahwa Ranau malu bertemu siluman sepertinya. Sebagai bentuk amarahnya, dibuatlah sebuah gelombang pasang yang amat besar hingga menghancurkan perkampungan, meluluhlantakkan area persawahan dan juga perkebunan. Menyadari bahwa itu adalah ulah kakaknya, Ranau yang sedang menumbuk padi, segera berlari ke arah laut.
Ranau yang kelelahan berusaha meredakan murka kakaknya. Ia menjelaskan pada Naga bahwasannya kini ia harus berlelah membanting tulang untuk memenuhi kebutuhnannya sehari-hari hingga ia terlupa bahwa malam ini adalah malam bulan purnama. Naga yang terlanjur dibutakan amarah, tidak lagi peduli dengan apa yang dikatakan Ranau. Seketika, dihempasnya tubuh mungil adiknya itu dengan ekor hingga terpelanting ke lautan dan tewas seketika.
Melihat tubuh adiknya terombang ambing di lautan, Naga tersadar bahwa apa yang telah dilakukannya adalah kesalahan besar. Amarahnya berangsur reda tergantikan oleh rasa sesal yang mendalam. Tak terkira dalamnya rasa itu hingga ia bersumpah untuk menebus kesalahanya dengan menjdi penjaga lautan selamanya.
Secara ajaib, seketika laut itu mengecil. Mulailah terlihat daratan yang selama ini tergenangi air laut. Lautan itu kini telah menjadi danau. Suara ulai kembali terdengar menyerukan hukuman Naga untuk menjaga danau itu dan menjamin kemakmuran masyarakat di sekitarnya. Ia pun tidak dapat kembali ke wujud asalnya lagi sebagai manusia . Sebelum kembali ke dasar danau, terlebih dahulu Naga menguburkan jasad adiknya di tepian danau yang kini dikenal sebagai Danau Ranau.
Kini untuk memperingati legenda ini, masyarakat sekitar biasa melakukan tarian pada malam bulan purnama sebegai bentuk penghormatan dan rasa terima kasih kepada Naga yang masih dipercayai hidup di dasar danau.
Cerita 2
Sungai Kawat
(Kalimantan Barat)
Sungai Kapuas, yang terletak di Kalimantan Barat, merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Alirannya bercabang menjadi banyak sekali anak sungai. Salah satunya adalah Sungai Kawat yang terletak di Kota Sintang, Kalimantan Barat.
Pada zaman dahulu Djubair I, pemimpin Kalimantan Barat, baru saja membuka lahan dan menamainya Kampung Sintang. Hampir semua warganya menggantungkan hidup pada sebuah suangai kecil di pinggiran kampung itu. Suatu hari ada nelayan miskin yang hendak memancing ikan. Menjadi nelayan sungai memang untung-untungan. Sekali waktu ia bisa mambawa pulang ikan yang banyak, namun tak jarang ia pulang dengan tangan hampa.
Ia memancing dengan dua kail, sebagai persiapan jika kail yang satu putus karena tidak kuat melawan ikan sungai itu yang terkenal kuat sekali. Ia mendayung sampannya masuk ke sungai kecil itu. Diberinya umpan di mata pancingnya, setelah itu diulurnya pancing itu ke dalam air.
Matahari telah terik, namun belum satu pun tampak tanda-tanda pancingnya disambar ikan. Telah beberapa cara ia lakukan, mulai dari mengganti umpan pancing hingga berpindah tempat. Namun, tetap saja hasilnya nihil.
Bukannya putus asa, si nelayan justru kembali mendayung sampannya, mungkin untuk berpindah untuk kesekian kalianya. Nelayan itu bertekad bahwa jika ia pulang ke rumah, ia harus membawa ikan untuk anak dan istrinya.
Ketika petang mulai menyongsong, ia mendayung sampan lebih ke hulu dengan harapan akan lebih banyak di sana. Lalu, di sebuah kelokan sungai yang terdapat batu-batu besar ia menepikan sampannya. Mata pancing yang lama, digantinya dengan yang baru. Setelah begitu lama menunggu, tidak ada tanda-tanda pancingannya akan ditarik ikan.
Matahari kini benar-benar telah di peraduannya dan nelayan yang putus asa memutuskan untuk menggulung saja pancingnya itu. Tiba-tiba, pancingnya ditarik dengan sesuatu yang amat keras. Seketika ia menjadi bersemangat menyentak pancingnya kembali.
Ikan itu berontak kuat sekali hingga bermeter-meter senar ditariknya. Sekali waktu tarikannya melemah, sang nelayan langsung menariknya senarnya. Hal tersebut diulangnya berkali-kali dengan penuh hati-hati agar tali pancingnya tidak putus.
Akhirnya, seluruh tali pancingnya terangkat. Namun bukan seekor ikan yang didapatinya, melainkan ujung sebuat kawat. Ia sangat kecewa. Dipegangnya ujung kawat yang bewarna kekuningan itu di bawah sinar rembulan. Seketika ia tersadar bahwa itu adalah kawat emas dan ia pun menariknya dengan sangat kegirangan.
Satu depa, dua depa, tiga depa ,ia merasa belum cukup juga dengan tali emasnya. Jikalau saja ia mau sedikit bersyukur, hanya butuh satu atau dua depa saja ia tidak akan lagi hidup dalam kemiskinan. Kenyataannya dia terlalu serakah hingga ia terus menerus menarik kawatnya sampai sampannya penuh dengan gulungan kawat emas itu.
Tiba-tiba dari dalam sungai terdengar suara yang menyuruhnya menyudahi menarik kawat emas itu. Si nelayan tidak peduli dengan hal itu dan tetap menariknya hingga peringatan kedua terdengar dari dalam sungai. Sementara ia sibuk menarik kawat, ia tidak menyadari bahwa sampannya perlahan-lahan mulai dipenuhi air. Seketika ia berhenti menarik kawat dan berusaha menyelamatkan diri. Terlambat sudah, perahu itu dipenuhi air karena terlalu berat menanggung semua kawat emas yang telah dikumpulkannya. Seketika perahu itu tenggelam bersama si nelayan di dasar sungai dan tidak pernah muncul lagi setelahnya. Sejak saat itu sungai tersebut dinamakan Sungai Kawat .
Analisis
Kedua cerita di atas merupakan ragam cerita ulang imajinatif. Pada cerita ulang imajinatif, pencerita biasanya menghubungkan kejadian tertentu dan atau objek geografis tertentu dengan kebiasaan adat setempat. Sudut pandang yang dipakai adalah orang ketiga serta diceritakan berulang dari generasi ke generasi.
Legenda Danau Ranau berasal dari daerah Lampung sedangkan Legenda Sungai Kawat berasal dari Kalimantan Barat.
Legenda Danau Ranau merupakan cerita yang mengisahkan terciptanya suatu bentukan geografis yaitu danau. Legenda Sugai Kawat pun menceritakan kejadian yang dulunya dipercayai pernah terjadi di sungai itu yang menginspirasi orang-orang disekitarnya menamai sungai itu Sungai Kawat.
Kedua tokoh utama cerita di atas (Naga dan nelayan) mempunyai pekerjaan sebagai nelayan. Kesamaan pekerjaan ini diperkirakan karena kesamaan wilayah tempat tinggal ,yaitu pesisir atau dataran rendah. Sedikit berbeda dengan zaman sekarang yang menggunakan umpan buatan, menurut cerita, keduanya masih menggunakan umpan alami atau cacing.
Kedua cerita di atas sama-sama memiliki pesan moral yang masih relevan sampai saat ini. Jangan menggambil sesuatu yang bukan haknya serta barangsiapa yang bersikap tamak atau serakah pasti akan celaka. Legenda kedua dengan jelas menggambarkan ketamakan nelayan dengan terus-menerus menarik kawat emas demi menjadi ornag kaya. Sedangakan legenda pertama, menerangkan bahwasannya mengambil sesuatu milik orang lain akan berakibat buruk dan fatal.
Meski kedua legenda di atas menyiratkan nilai magis atau mistis, namun keduanya memiliki perbedaan penggambaran kekuatan itu. Legenda pertama dengan jelas menerangkan bahwa ada sesosok mahluk mitologi atau dewa yang bernama Ulai yang menguasai lautan. Sedangkan legenda kedua, hanya merepresentasikan kekuatan itu lewat suara-suara misterius.
Legenda suatu daerah dapat menyiratkan kebiasaan masyarakat setempat. “Rasa penasaran adiknya itu memancing amarah Naga, ia pun membentak Ranau dan menyuruhnya lekas memasak telur itu.”, penggalan legenda pertama ini menggambarkan dominasi laki-laki atau kakak laki terhadap kaum wanita. Di sisi lain cerita kedua pada kalimat,” Nelayan itu bertekad bahwa jika ia pulang ke rumah, ia harus membawa ikan untuk anak dan istrinya.” Lebih menggambarkan betapa bertanggungjawabnya laki-laki sebagai kepala keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H