Mohon tunggu...
Syarwini Syair
Syarwini Syair Mohon Tunggu... Petani - Pegiat Lingkungan Hidup

Seorang petani Madura yang selalu belajar membajak dan mencangkul tanah kebudayaan untuk menanam kembang kearifan. Hidup dengan prinsip: tombu atina kembang, ngalotor atina ro'om!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memaknai Ritual Peret Kandung Masyarakat Madura

18 November 2016   21:17 Diperbarui: 19 November 2016   03:26 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi IG: yuniwahyuningsih - yuwani_yn38

Pertama, Mandi Kembang

Sepasang suami istri dalam ritual peret kandung harus dimandikan oleh para kerabat dan tetangga dekat, dengan menggunakan air suci yang ditaburi aneka kembang. Air suci yang harum adalah sebuah pesan simbolik tentang sosok orang tua yang memiliki integritas personal dan sosial sebagai bekal mendidik anak kelak. Tidak cukup hanya dengan air suci tanpa keharuman kembang, sebagaimana juga tidak cukup dengan hanya mandi sendiri tanpa dimandikan oleh orang-orang di sekitar, baik karena faktor kekerabatan atau kedekatan.

Kesucian adalah lambang integritas personal (pribadi) yang dibentuk oleh faktor intern, seperti keilmuan, kedewasaan, keberanian, ketenangan dan sejenisnya. Kesucian adalah wilayah privasi sebagai pembangunan jati diri yang shaleh bagi laki-laki (suami) dan shalehah bagi perempuan (istri).

Kesucian harus disandingkan dengan keharuman sebagai wujud integritas sosial yang ditandai dengan sikap saling bertegur sapa, tolong-menolong, gotong royong, suka bermusyawarah, menghargai perbedaan, welas asih dan selalu menjadi teladan dalam kebaikan-kebaikan. Pribadi suci dan harum seperti ini yang harus dimiliki oleh sepasang suami-istri, sebagai bekal utama melahirkan dan menumbuhkembangkan generasi penerus bangsa dan umat, agar kesucian dan keharuman jiwa mereka terserap ke dalam kepribadian seorang anak.

Sementara di sisi lain, proses pemandian dengan air suci yang harum harus melalui “orang lain” yang masih punya hubungan nasab (baik orang tua, kakek-nenek, saudara, paman-bibi, dan kerabat yang lain), atau hubungan nasib (seperti tetangga dekat dan teman akrab). Secara rasional, mereka adalah orang-orang yang paling tahu tentang kelebihan dan kekurangan kita (baca: calon orang tua), karena sering terjalin interaksi sosial sebagai sesama anggota masyarakat paguyuban.

Asumsi ini mengisyaratkan bahwa proses pembangunan jati diri yang suci dan harum tidak bisa serta merta dilakukan secara individual, tanpa melibatkan orang lain, sesuai posisi dan peran mereka masing-masing. Ini pula yang ditegaskan oleh Arham Syaudi, budayawan asal Giliyang yang berdarah daeng, bahwa “keterlibatan kerabat dan tetangga dalam proses pemandian dengan memberikan uang terlebih dahulu menunjukkan sikap kepedulian sosial, sehingga anak yang dilahirkan nanti tidak hanya menjadi tanggung jawab orang tuanya, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama!”.

Kedua, Nyeor Gadding

Perlambang lain yang dipakai dalam ritual peret kandung adalah buah kelapa kuning, atau lebih dikenal dengan sebutan nyeor gadding. Nyeor gadding adalah salah satu jenih pohon kelapa yang biasanya pohonnya lebih kecil dan pendek, buahnya juga lebih kecil dari buah kelapa hijau, dengan kulit berwarna kuning dan bentuk yang tampak lebih menarik dari buah kelapa yang lain. Pada umumnya, nyeor gadding ditanam oleh orang-orang Madura di samping rumah atau di pekarangan terdekat, yang sesekali juga dapat berfungsi sebagai pohon hias.

Nyeor gadding dalam proses ritual peret kandung dilambangkan sebagai anak yang hendak lahir yang digendong oleh pasangan suami-istri saat proses pemandian. Setelah itu, diletakkan pada tempat yang bisa terjaga dan terpelihara dengan baik sebagai latihan awal untuk mengasuh anak kelak sampai anak yang ada dalam kandungan benar-benar lahir dengan selamat.

Dijelaskan oleh Arham Syaudi, Ketua Komunitas Nuun yang punya perhatian besar terhadap kebudayaan Madura, bahwa “buah kelapa merupakan lambang dari beragam manfaat yang harus dimiliki oleh seorang anak dalam kehidupan sosialnya, yang harus diperhatikan oleh seluruh orang tua!”. Buah adalah komponen terpenting dalam rangkaian pohon kelapa, sehingga buah yang diambil sebagai perlambang dalam ritual peret kandung, bukan bagian pohon yang lain.

Bukan hanya buah, hampir seluruh bagian pohon kelapa punya manfaat yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat Madura. Akarnya dapat dijadikan kayu bakar, batangnya sebagai bahan bangunan, pelepahnya yang masih hijau bisa dibuat sebagai makanan sapi dan bila sudah kering dapat pula dibuat kayu bakar, lidinya sebagai sapu, janurnya sebagai atap dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun