Pembangunan Desa sebagai Motor Kesejahteraan Nasional
Indonesia saat ini memasuki fase pembangunan desa yang berfokus pada pemberdayaan, perbaikan gizi, dan ketahanan pangan. Momentum ini memberikan kesempatan bagi desa untuk bertransformasi menjadi motor kesejahteraan nasional. Dengan dukungan pemerintah, desa diharapkan dapat mengambil peran sentral dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Pada tahun 2025, alokasi Dana Desa mencapai Rp71 triliun. Pemerintah memberikan keleluasaan kepada desa untuk mengembangkan potensi lokal yang ada. Penggunaan dana ini diarahkan untuk pembangunan infrastruktur pertanian, pengembangan sumber daya manusia, dan penguatan ekonomi desa, sebagai langkah strategis untuk mencapai visi Indonesia 2025.
Pemberdayaan desa tidak dapat dipisahkan dari perbaikan gizi masyarakat, terutama dalam mengatasi masalah stunting yang masih menjadi tantangan. Program Makan Bergizi Gratis yang diluncurkan pada Januari 2025, dengan anggaran Rp71 triliun, bertujuan untuk memberikan akses gizi bagi 19,47 juta penerima manfaat, termasuk siswa, balita, dan ibu hamil.
Pemerintah juga menegaskan komitmennya terhadap ketahanan pangan dengan anggaran sebesar Rp139,4 triliun di tahun 2025. Fokus utama dari strategi ini adalah meningkatkan produksi pertanian dan memperluas lahan tanam, menjadikan desa sebagai ujung tombak produksi pangan nasional yang berkelanjutan.
Keberhasilan kolaborasi antara pemberdayaan desa, perbaikan gizi, dan ketahanan pangan bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat. Peran aktif pemerintah desa, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 menekankan pentingnya kerjasama untuk mencapai ketahanan pangan yang efektif.
Model Desa Mandiri Pangan menjadi contoh konkret bagaimana desa dapat berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Dengan pendekatan ini, desa tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi juga subjek yang menentukan arah kemajuan mereka, berperan sebagai bagian integral dalam pembangunan nasional.
Sebagai garda terdepan dalam produksi pangan, desa memiliki tanggung jawab untuk memastikan ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan bagi seluruh masyarakat. Dengan potensi yang ada, desa dapat memanfaatkan sumber daya lokal untuk mengoptimalkan produksi pangan.
Melalui program Dana Desa, pemerintah mengalokasikan minimal 20% dari total anggaran untuk ketahanan pangan. Ini membuka peluang bagi desa untuk mengembangkan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan, sesuai dengan potensi wilayah yang ada.
Desa Simbang di Kabupaten Majene, misalnya, mengoptimalkan Dana Desa untuk mengembangkan pertanian tomat, jagung, dan kelapa. Inisiatif ini tidak hanya meningkatkan produksi pangan, tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Konsep lumbung pangan desa, seperti yang dikembangkan di Desa Bener, Kabupaten Cilacap, menjaga stabilitas ketersediaan pangan. Dengan fokus pada penyediaan cadangan pangan dan pengelolaan yang baik, inisiatif ini berfungsi sebagai benteng pertahanan saat terjadi gejolak harga atau kelangkaan pangan.
Lembaga desa, seperti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan kelompok tani, memainkan peran vital dalam mendukung ketahanan pangan. BUMDes dapat mengelola usaha lumbung pangan dan menyediakan sarana produksi pertanian, sehingga memperkuat kapasitas desa dalam mengelola sumber daya.
Desa didorong untuk mengadopsi inovasi dan teknologi pertanian yang dapat meningkatkan produksi dan efisiensi. Program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) dari Badan Ketahanan Pangan menunjukkan bagaimana inovasi dapat diterapkan di tingkat rumah tangga untuk mendukung ketahanan pangan.
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia di desa adalah kunci keberhasilan program ketahanan pangan. Pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan untuk petani dan masyarakat dilakukan secara berkelanjutan, sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 yang menekankan pemberdayaan masyarakat.
Tanggal 6 Januari 2025 menandai dimulainya program Bergizi Gratis (MBG). Program ini bertujuan untuk membalikkan pergerakan ekonomi nasional dengan pendekatan "bottom up." Dalam ini, desa berperan sebagai bagian penting dari "supply chain" MBG, terutama melalui produk pangan lokal yang dihasilkan oleh para petani.
Ada tiga elemen penting dalam program MBG. Pertama, petani desa berfungsi sebagai penyedia bahan baku. Mereka memainkan peran sentral dalam memastikan ketersediaan produk pangan yang berkualitas. Dengan memanfaatkan sumber daya lokal, program ini tidak hanya mendukung ketahanan pangan, tetapi juga meningkatkan pendapatan petani.
Kedua, Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) berperan sebagai local enterprise yang menghubungkan petani dengan pelaksana program, seperti dapur umum, sekolah, atau pusat distribusi makanan. BUMdes tidak hanya berfungsi sebagai penghubung, tetapi juga sebagai entitas yang mendapatkan pendapatan dari aktivitas ini, yang dapat digunakan untuk pengembangan desa.
Pendapatan yang diperoleh oleh BUMdes dari program MBG bisa digunakan untuk berbagai kegiatan pengembangan desa. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan indeks desa, sehingga kualitas hidup masyarakat desa pun meningkat. Dengan demikian, program ini tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek tetapi juga berkontribusi pada pembangunan jangka panjang.
Ketiga, lembaga keuangan mikro menjadi lapisan penting dalam mendukung biaya input pertanian di desa. Dengan memberikan akses pembiayaan kepada petani kecil, lembaga ini membantu meningkatkan produktivitas pertanian. Investasi dalam pertanian akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat ketahanan pangan.
Jika program MBG ini berjalan sesuai rencana, ketiga elemen dalam supply chain akan saling mendukung dan memperkuat ekosistem ekonomi di desa. Program prioritas ini diharapkan mampu menciptakan efek multiplier yang positif bagi ekonomi lokal, sehingga lebih banyak warga desa yang mendapatkan manfaat.
Pendamping desa berperan sebagai elemen penting dalam pemberdayaan desa. Mereka bertindak sebagai advisor yang mengarahkan ketiga elemen di atas untuk berfungsi dengan baik. Keberadaan pendamping desa sangat krusial dalam memastikan program MBG berjalan efektif dan efisien.
Dalam Kepmendes yang baru, indikator kinerja pendamping desa tidak hanya dinilai dari aspek administratif. Tercapainya indikator pembangunan desa kini menjadi bagian integral dari evaluasi kinerja pendamping desa. Hal ini menunjukkan fokus yang lebih besar pada hasil nyata di lapangan.
Sinergi antara petani, BUMdes, dan lembaga keuangan mikro akan menciptakan ekosistem yang lebih kuat. Dengan dukungan yang tepat, setiap elemen dapat saling melengkapi dan berkontribusi pada keberhasilan program MBG. Ini adalah langkah besar menuju pemberdayaan ekonomi desa yang berkelanjutan.
Melalui program MBG, diharapkan kualitas hidup masyarakat desa dapat meningkat. Dengan akses pangan yang lebih baik dan pendapatan yang meningkat, masyarakat desa akan merasakan dampak positif dari program ini. Ini adalah langkah maju dalam menciptakan kesejahteraan bagi warga desa.
Program MBG bukan hanya sekadar inisiatif untuk meningkatkan ketahanan pangan, tetapi juga upaya untuk memperkuat ekonomi desa secara keseluruhan. Dengan melibatkan semua elemen dalam ekosistem desa, program ini diharapkan dapat menciptakan perubahan yang signifikan dan berkelanjutan.
Dengan peluncuran program Bergizi Gratis, harapan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi desa semakin nyata. Jika semua elemen bekerja sama dengan baik, maka program ini akan membawa dampak positif yang luas, meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, dan menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi semua.
Paji Hajju
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI