Karl Marx
Untuk mendekonstruksi asumsi negatif ini, perlu ada perubahan dalam teori kodrat yang membelenggu perempuan. Pembagian kerja yang eksploitatif harus diubah agar perempuan mendapatkan hak yang setara dan diakui kontribusinya dalam berbagai aspek kehidupan.
Konsep gender dalam pendidikan adalah isu penting yang perlu diperhatikan. Meskipun masalah gender telah ada sejak lama, keadilan antara laki-laki dan perempuan masih menjadi tantangan hingga saat ini. Pendidikan perlu mulai membahas perbedaan persepsi antara kedua jenis kelamin untuk mencapai kesetaraan.
Perdebatan mengenai pendidikan anak perempuan mencerminkan anggapan bahwa perempuan tidak mampu berpikir rasional. Hingga akhir abad ke-20, pandangan bahwa perempuan tidak bisa mendapatkan pendidikan yang setara masih mendominasi, mengabaikan potensi intelektual dan partisipasi mereka sebagai individu.
Pada abad ke-19 dan paruh pertama abad ke-20, terdapat perdebatan panjang mengenai perlunya kurikulum khusus untuk perempuan. Pertanyaan ini berfokus pada pentingnya sains dan matematika dalam pendidikan perempuan, yang sering kali diabaikan demi "sains rumah tangga".
Konsep gender diperkenalkan oleh John Money untuk menjelaskan bahwa identitas gender dipelajari secara budaya, bukan bawaan lahir. Hal ini membuka jalan untuk memahami bahwa identitas dan peran sosial bisa berbeda dari morfologi tubuh, memberikan ruang bagi perubahan dalam cara pandang masyarakat.
Air mata adalah senjata utama kaum perempuan, apabila mereka dikhianati oleh senyuman.
Blaise Pascal
Judith Butler memperkenalkan gagasan bahwa gender adalah performatif, bukan biologis. Performa gender tidak hanya mencakup tindakan, tetapi juga cara kita mendefinisikan dan menciptakan kategori gender melalui interaksi sosial. Ini menantang pemahaman tradisional tentang gender dan membuka kemungkinan baru dalam identitas.
Butler menekankan pentingnya memperluas diskusi tentang gender melampaui dominasi patriarki. Dengan mengkritisi pandangan yang menganggap maskulinitas dan feminitas sebagai norma, Butler berusaha menciptakan ruang bagi semua individu tanpa memandang gender.
Butler mengkritik cara-cara tradisional dalam menampilkan maskulinitas dan feminitas. Ia berargumen bahwa norma gender yang ada sering kali menghalangi kita untuk melihat kemungkinan hidup yang lain. Oleh karena itu, penting untuk meredefinisi pemahaman kita tentang gender dalam konteks sosial.