Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dana Desa: Dari Desa untuk Pembangunan, Ke Mana Uangnya?

26 Desember 2024   11:19 Diperbarui: 26 Desember 2024   11:19 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dana Desa: Anggaran Besar, Hasil Kecil? | sumber foto: pinterest/soon_sadboy

Sejak diluncurkan pada tahun 2015, program Dana Desa telah menjadi salah satu pilar utama dalam kebijakan pembangunan perdesaan di Indonesia. Konsep ini muncul sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak untuk memberdayakan masyarakat desa dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Dalam konteks ini, Dana Desa bukan hanya sekadar alokasi anggaran, tetapi juga simbol harapan bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.

Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Dana Desa telah mengalami peningkatan yang signifikan. Alokasi anggaran yang diberikan kepada desa-desa terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memperbaiki pembangunan infrastruktur dan perekonomian desa. Dengan meningkatnya alokasi anggaran, harapan masyarakat desa untuk mendapatkan akses yang lebih baik terhadap layanan publik juga semakin tinggi.

Program ini diatur dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat desa. Undang-undang ini menjadi dasar bagi pengelolaan anggaran secara mandiri oleh desa. Dengan adanya regulasi yang jelas, desa-desa diberi wewenang untuk mengelola dana yang diterima, sehingga mereka dapat merencanakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan lokal.

Melalui Dana Desa, pemerintah pusat memberikan alokasi anggaran kepada desa-desa di seluruh Indonesia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur dan perekonomian desa, mengurangi ketimpangan antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) di desa. Dengan demikian, Dana Desa berfungsi sebagai alat untuk mempercepat pembangunan yang berkeadilan.

Alokasi Dana Desa terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2015, pemerintah mengalokasikan sekitar Rp21 triliun. Di tahun berikutnya, alokasinya melonjak menjadi Rp47 triliun, dan terus bertambah hingga mencapai Rp71 triliun pada tahun 2024. Peningkatan ini menjadi indikator positif bagi pembangunan desa, di mana masyarakat dapat merasakan manfaat langsung dari alokasi tersebut.

Selama 10 tahun, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mencatat total anggaran Dana Desa yang telah disalurkan mencapai Rp610 triliun. Angka ini mencerminkan besarnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan desa. Dengan dana yang cukup besar ini, desa-desa di seluruh Indonesia memiliki peluang untuk berkembang secara signifikan.

Dana tersebut didistribusikan hingga ke 75.259 desa di seluruh Indonesia. Masing-masing desa menerima dana yang bervariasi, sesuai dengan status desa, berdasarkan indeks desa membangun (IDM), jumlah penduduk, luas wilayah, serta tingkat kemiskinan. Sistem distribusi ini dirancang inklusif untuk memastikan bahwa desa-desa tertinggal mendapatkan perhatian yang layak dari pemerintah.

Menteri Desa dan Pembangunan Desa Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto menyatakan bahwa alokasi dana desa dari APBN untuk tahun anggaran 2025 ditetapkan sebesar Rp71 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 20% diwajibkan untuk mendukung program ketahanan pangan di daerah. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjamin keamanan pangan di tingkat desa, yang merupakan aspek vital bagi kesejahteraan masyarakat.

Kedepan, Yandri akan mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk mendukung ketahanan pangan. Dengan pengelolaan yang profesional, diharapkan dana desa ini dapat dikelola dengan baik dan berkelanjutan. Hal ini penting agar dana yang telah dialokasikan tidak hanya digunakan sekali, tetapi dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian desa.

Yandri juga menekankan pentingnya pengawasan dalam pengelolaan dana desa. Kerjasama dengan aparat hukum seperti TNI dan Polri diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dan menekan kebocoran anggaran. Dengan mekanisme pengawasan yang baik, setiap rupiah yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap program ini.

Direktur Dana Desa, Jaka Sucipta, menyampaikan bahwa penggunaan dana desa tahun 2025 akan diprioritaskan untuk penanganan perubahan iklim. Mengingat Indonesia berada di posisi kedua sebagai negara paling rawan bencana, perhatian terhadap isu ini sangat penting. Dana desa diharapkan dapat digunakan untuk kegiatan yang mendukung mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Kementerian Keuangan telah melakukan pemetaan kerawanan bencana di seluruh desa di Indonesia. Hasil pemetaan ini akan menjadi dasar alokasi dana desa untuk penanganan perubahan iklim. Dengan pemetaan yang akurat, pemerintah dapat lebih efektif dalam merespons kebutuhan desa yang berisiko tinggi terhadap bencana.

Penggunaan dana desa disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan desa setiap tahunnya. Dukungan dari pendamping desa dan partisipasi masyarakat setempat diharapkan dapat memaksimalkan bantuan ini. Dengan pendekatan partisipatif, masyarakat dapat lebih terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program, sehingga hasilnya lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.

Kementerian Desa meluncurkan program Pemuda Pelopor Desa untuk memberdayakan pemuda di desa. Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan pembangunan desa dengan melibatkan generasi muda. Dengan adanya program ini, diharapkan pemuda desa dapat berperan aktif dalam membawa perubahan positif di lingkungan mereka.

Mendes PDT Yandri Susanto mengajak pemuda desa untuk bangga dengan asal usulnya. Ia menekankan pentingnya peran pemuda dalam pembangunan desa, serta bahwa kemajuan desa akan berkontribusi pada kemajuan bangsa. Pesan ini diharapkan dapat memotivasi pemuda untuk tidak hanya tinggal di kota, tetapi juga berkontribusi di desa mereka.

Yandri mengingatkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara maju, terutama dengan jumlah pemuda usia produktif yang banyak. Penting untuk mencegah urbanisasi yang berlebihan, agar desa-desa tetap menjadi tempat yang menarik untuk ditinggali. Dengan pengembangan yang tepat, desa dapat menjadi alternatif bagi pemuda untuk berkarir dan berkarya.

Salah satu dampak paling nyata dari Dana Desa adalah peningkatan infrastruktur. Berdasarkan data, selama 10 tahun terakhir, Dana Desa telah digunakan untuk membangun berbagai fasilitas penting, seperti jalan desa, jembatan, dan sekolah. Pembangunan infrastruktur ini sangat vital untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan dasar.

Sejak 2015 hingga 2024, lebih dari 366.000 kilometer jalan desa telah dibangun dan diperbaiki. Selain itu, lebih dari 1,9 juta meter jembatan desa juga telah dibangun. Infrastruktur ini membuka akses bagi masyarakat desa ke pasar, fasilitas kesehatan, dan pendidikan, yang sebelumnya sulit dijangkau.

Akses yang lebih baik juga memberikan peluang bagi desa untuk mengembangkan potensi wisata, pertanian, dan usaha kecil. Dengan fasilitas yang memadai, desa-desa dapat menarik pengunjung dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Pengembangan pariwisata desa menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan ekonomi lokal.

Dana Desa juga digunakan untuk menangani masalah stunting. Program ini mencakup kegiatan posyandu, pemberian makanan bergizi, dan pembangunan fasilitas kesehatan. Dengan fokus pada kesehatan anak dan ibu, diharapkan kualitas hidup masyarakat desa dapat meningkat secara signifikan.

Dana Desa berperan penting dalam pemberdayaan ekonomi desa. Program ini mendorong lahirnya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang bertujuan untuk menggerakkan perekonomian melalui kegiatan usaha berbasis potensi lokal. Dengan BUMDes, desa dapat meningkatkan pendapatan asli dan menciptakan lapangan kerja.

Hingga Juli 2024, lebih dari 65.000 BUMDes telah terbentuk di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, sekitar 18.850 BUMDes telah berbadan hukum. BUMDes ini mengelola berbagai usaha yang membantu meningkatkan ekonomi lokal dan memberdayakan masyarakat.

Salah satu program BUMDes adalah pengembangan desa wisata. Beberapa desa di Bali, Jawa, dan Sumatera berhasil menarik wisatawan. Hal ini memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat dan membuka peluang usaha baru. Dengan promosi yang tepat, desa-desa ini dapat menjadi destinasi wisata yang menarik.

BUMDes juga mendukung program pemberdayaan petani dan nelayan. Melalui bantuan modal dan pelatihan keterampilan, BUMDes berperan dalam meningkatkan produktivitas sektor pangan. Ini sangat penting untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat desa.

Kerjasama antara Kementerian Desa dan Kementerian Pertanian sangat penting dalam meningkatkan ketahanan pangan. Sinergi ini diharapkan dapat memperkuat berbagai program yang mendukung sektor pertanian di desa. Dengan kolaborasi yang baik, hasil yang dicapai akan lebih optimal.

Meskipun Dana Desa memberikan banyak manfaat, tantangan dalam pengelolaannya tetap ada. Masalah seperti kebocoran anggaran, kurangnya kapasitas sumber daya manusia di desa, dan masih adanya desa yang tertinggal menjadi beberapa isu yang perlu diatasi. Pemerintah harus terus melakukan evaluasi dan perbaikan agar program ini dapat berjalan dengan efektif.

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan desa sangat penting. Masyarakat perlu dilibatkan agar mereka merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap program yang dijalankan. Dengan keterlibatan aktif, keberhasilan program Dana Desa akan lebih terjamin.

Evaluasi berkala terhadap program Dana Desa perlu dilakukan untuk menilai dampak dan efektivitas penggunaannya. Dengan data yang akurat, pemerintah dapat mengambil langkah yang lebih tepat dalam mengalokasikan dana di masa depan. Evaluasi ini juga penting untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran.

Ke depan, diharapkan Dana Desa dapat terus memberikan dampak positif bagi masyarakat perdesaan. Dengan pengelolaan yang baik dan partisipasi masyarakat, program ini dapat menjadi motor penggerak pembangunan yang berkelanjutan. Harapan ini sejalan dengan visi pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan yang merata di seluruh Indonesia.

Dana Desa telah menjadi salah satu instrumen penting dalam pembangunan kawasan pedesaan di Indonesia. Dengan peningkatan alokasi anggaran dan program-program yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, diharapkan desa-desa di Indonesia dapat berkembang dan sejahtera. Dengan komitmen bersama, masa depan desa di Indonesia bisa menjadi lebih cerah.

Program Dana Desa di Indonesia memiliki tujuan yang sangat baik, yaitu mengurangi angka kemiskinan di perdesaan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), selama dekade terakhir, tingkat kemiskinan di desa telah mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2015, angka kemiskinan di desa mencapai 14,21 persen, tetapi angka ini turun menjadi 11,79 persen pada Maret 2024. Penurunan ini menunjukkan bahwa Dana Desa berperan penting dalam upaya mengatasi kemiskinan di wilayah pedesaan.

Salah satu program yang diluncurkan untuk menekan angka kemiskinan adalah padat karya tunai. Program ini bertujuan untuk memberikan pekerjaan sementara bagi warga desa, terutama saat masa sulit seperti musim paceklik atau bencana alam. Pada saat-saat ini, masyarakat seringkali kesulitan mencari mata pencarian. Dengan adanya padat karya tunai, warga desa tidak hanya mendapatkan penghasilan, tetapi juga memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam pembangunan lingkungan mereka.

Lebih dari sekadar memberikan pekerjaan, program padat karya tunai juga memperkuat solidaritas sosial di antara warga desa. Dalam proses kerja sama, masyarakat belajar untuk saling mendukung dan membantu satu sama lain. Hal ini menciptakan ikatan sosial yang lebih kuat, yang sangat penting dalam membangun ketahanan masyarakat terhadap berbagai tantangan yang dihadapi, baik secara ekonomi maupun sosial.

Meskipun Dana Desa telah memberikan dampak positif, program ini tidak lepas dari tantangan. Masalah transparansi dan efektivitas penggunaan anggaran masih menjadi isu yang signifikan di beberapa daerah. Kasus penyalahgunaan anggaran oleh kepala desa di beberapa wilayah menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk perbaikan dalam pengelolaan Dana Desa. Hal ini menjadi perhatian penting bagi semua pihak yang terlibat.

Berikut adalah daftar lengkap alokasi dana desa untuk Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, tahun 2025. Dengan total anggaran yang bervariasi, setiap desa mendapatkan dukungan finansial untuk meningkatkan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat.

Desa dengan alokasi terbesar adalah Desa Lamahala Jaya dengan dana Rp1.556.134.000, diikuti oleh Desa Teromh yang menerima Rp1.111.713.000, serta Desa Riangkemie dengan Rp1.094.076.000. Sementara itu, desa dengan alokasi terkecil adalah Desa Gayak yang mendapatkan Rp592.155.000.

  • Desa Ojandetun : Rp785.957.000
  • Desa Hewa : Rp853.305.000
  • Desa Waiula : Rp801.786.000
  • Desa Nawokote : Rp843.753.000
  • Desa Boru : Rp1.156.907.000
  • Desa Pululera : Rp850.680.000
  • Desa Nileknoheng : Rp796.775.000
  • Desa Hokeng Jaya : Rp788.079.000
  • Desa Pantai Oa : Rp703.160.000
  • Desa Boru Kedang : Rp1.032.038.000
  • Desa Klatanlo : Rp690.284.000
  • Desa Kobasoma : Rp734.600.000
  • Desa Lewolaga : Rp946.484.000
  • Desa Lewoingu : Rp705.440.000
  • Desa Tuakepa : Rp741.689.000
  • Desa Tenawahang : Rp741.857.000
  • Desa Leraboleng : Rp796.947.000
  • Desa Serinuho : Rp707.216.000
  • Desa Watowara : Rp806.547.000
  • Desa Konga : Rp700.322.000
  • Desa Ile Gerong : Rp698.438.000
  • Desa Adabang : Rp795.173.000
  • Desa Dun Tana Lewoingu : Rp698.741.000
  • Desa Duli Jaya : Rp644.469.000
  • Desa Bokang Wolomatang : Rp618.645.000
  • Desa Mokantarak : Rp1.092.759.000
  • Desa Lamawalang : Rp671.900.000
  • Desa Wailolong : Rp1.072.827.000
  • Desa Lewoloba : Rp926.408.000
  • Desa Tiwatobi : Rp1.019.097.000
  • Desa Watotutu : Rp698.543.000
  • Desa Lewohala : Rp798.114.000
  • Desa Halakodanuan : Rp925.484.000
  • Desa Mudakaputu : Rp955.652.000
  • Desa Lewobunga : Rp652.152.000
  • Desa Sinamalaka : Rp744.803.000
  • Desa Ratulodong : Rp1.102.977.000
  • Desa Sinarhadigala : Rp972.893.000
  • Desa Bahinga : Rp792.848.000
  • Desa Waibao : Rp1.155.270.000
  • Desa Lamatutu : Rp743.978.000
  • Desa Latonliwo : Rp685.952.000
  • Desa Kolaka : Rp719.459.000
  • Desa Bandona : Rp738.359.000
  • Desa Nusa Nipa : Rp736.607.000
  • Desa Patisira Walang : Rp847.190.000
  • Desa Gekengderan : Rp658.365.000
  • Desa Aransina : Rp770.573.000
  • Desa Latonliwo Dua : Rp651.417.000
  • Desa Lamanabi : Rp699.663.000
  • Desa Tanah Lein : Rp1.012.526.000
  • Desa Lamaole : Rp695.118.000
  • Desa Kalelu : Rp717.077.000
  • Desa Nuhalolon : Rp963.590.000
  • Desa Balaweling II : Rp736.352.000
  • Desa Balaweling I : Rp680.267.000
  • Desa Pamakayo : Rp708.488.000
  • Desa Ongalereng : Rp782.879.000
  • Desa Karawatung : Rp723.719.000
  • Desa Lamawohong : Rp673.431.000
  • Desa Daniwato : Rp1.001.267.000
  • Desa Lewotanah Ole : Rp696.447.000
  • Desa Titehena : Rp748.724.000
  • Desa Lewonama : Rp694.631.000
  • Desa Watanhura : Rp637.980.000
  • Desa Lebao : Rp735.122.000
  • Desa Watohari : Rp765.698.000
  • Desa Motonwutun : Rp754.055.000
  • Desa Watobuku : Rp781.680.000
  • Desa Labelen : Rp733.379.000
  • Desa Menanga : Rp774.825.000
  • Desa Lohayong I : Rp754.763.000
  • Desa Wulublolong : Rp729.623.000
  • Desa Liwo : Rp728.825.000
  • Desa Tanah Werang : Rp745.091.000
  • Desa Lewohedo : Rp665.027.000
  • Desa Lohayong II : Rp870.978.000
  • Desa Watanhura II : Rp738.299.000
  • Desa Lewogeka : Rp701.405.000
  • Desa Lamawai : Rp703.460.000
  • Desa Kawuta : Rp730.322.000
  • Desa Duanur : Rp739.994.000
  • Desa Bukit Seburi I : Rp695.174.000
  • Desa Waiwadan : Rp754.323.000
  • Desa Danibao : Rp711.632.000
  • Desa Pajinian : Rp704.252.000
  • Desa Ile Pati : Rp746.213.000
  • Desa Wureh : Rp662.009.000
  • Desa Tonuwotan : Rp706.790.000
  • Desa Hurung : Rp689.003.000
  • Desa Bungalima : Rp683.432.000
  • Desa Homa : Rp689.516.000
  • Desa Bukit Seburi II : Rp688.307.000
  • Desa Kimakamak : Rp615.366.000
  • Desa Watobaya : Rp752.189.000
  • Desa Nimun Danibao : Rp724.334.000
  • Desa Waitukan : Rp709.538.000
  • Desa Wolokibang : Rp648.846.000
  • Desa Riangpadu : Rp641.643.000
  • Desa Wailebe : Rp619.959.000
  • Desa Wotanulumado : Rp726.995.000
  • Desa Nayubaya : Rp732.758.000
  • Desa Oyangbarang : Rp764.849.000
  • Desa Kawela : Rp882.570.000
  • Desa Klukengnuking : Rp830.127.000
  • Desa Pandai : Rp737.753.000
  • Desa Bliko : Rp650.076.000
  • Desa Samsoge : Rp643.788.000
  • Desa Tobilota : Rp729.281.000
  • Desa Tana Tukan : Rp705.956.000
  • Desa Demondei : Rp678.738.000
  • Desa Dawataa : Rp852.996.000
  • Desa Bilal : Rp940.235.000
  • Desa Waiburak : Rp1.034.372.000
  • Desa Narasaosina : Rp710.786.000
  • Desa Karinglamalouk : Rp683.549.000
  • Desa Tuawolo : Rp707.852.000
  • Desa Kiwangona : Rp1.034.658.000
  • Desa Tapobali : Rp700.703.000
  • Desa Lewobunga : Rp728.825.000
  • Desa Belota : Rp719.126.000
  • Desa Ipi Ebang : Rp695.258.000
  • Desa Lamalata : Rp708.557.000
  • Desa Puhu : Rp695.807.000
  • Desa Kwaelaga Lamawato : Rp620.580.000
  • Desa Gelong : Rp706.106.000
  • Desa Lelen Bala : Rp873.990.000
  • Desa Saosina : Rp714.026.000
  • Desa Rodentena : Rp680.195.000
  • Desa Adolaba : Rp705.341.000
  • Desa Hinga : Rp939.929.000
  • Desa Lamapaha : Rp902.777.000
  • Desa Sukutokan : Rp692.096.000
  • Desa Nisakarang : Rp680.606.000
  • Desa Muda : Rp685.760.000
  • Desa Horinara : Rp1.059.102.000
  • Desa Pepakelu : Rp724.865.000
  • Desa Lambunga : Rp816.402.000
  • Desa Mangaaleng : Rp748.019.000
  • Desa Keluwain : Rp682.565.000
  • Desa Watololong : Rp715.610.000
  • Desa Tuagoetobi : Rp813.477.000
  • Desa Weranggere : Rp703.460.000
  • Desa Oringbele : Rp1.093.047.000
  • Desa Watoone : Rp814.128.000
  • Desa Lamabelawa : Rp681.722.000
  • Desa Pledo : Rp884.640.000
  • Desa Lewopulo : Rp725.366.000
  • Desa Sandosi : Rp785.487.000
  • Desa Balaweling : Rp713.066.000
  • Desa Tobitika : Rp688.979.000
  • Desa Riangduli : Rp693.842.000
  • Desa Waiwuring : Rp622.188.000
  • Desa Baobage : Rp711.218.000
  • Desa Lamaleka : Rp654.909.000
  • Desa Balaweling Noten : Rp699.392.000
  • Desa Bedalewun : Rp695.492.000
  • Desa Nihaone : Rp963.044.000
  • Desa Lewobelolong : Rp602.550.000
  • Desa Bungalawan : Rp958.670.000
  • Desa Lamawolo : Rp963.809.000
  • Desa Helanlangowuyo : Rp1.125.483.000
  • Desa Lewopao : Rp814.923.000
  • Desa Boleng : Rp709.184.000
  • Desa Neleblolong : Rp922.205.000
  • Desa Duablolong : Rp756.524.000
  • Desa Lewokeleng : Rp694.127.000
  • Desa Nelelamawangi : Rp639.561.000
  • Desa Harubala : Rp935.951.000
  • Desa Nelelamadike : Rp980.312.000
  • Desa Lamabayung : Rp766.736.000
  • Desa Lewat : Rp703.331.000
  • Desa Dokeng : Rp616.185.000
  • Desa Bayuntaa : Rp623.913.000
  • Desa Nobo : Rp690.836.000
  • Desa Nelelamawangi Dua : Rp627.897.000
  • Desa Lamika : Rp709.166.000
  • Desa Watotika Ile : Rp655.538.000
  • Desa Lewokluok : Rp780.293.000
  • Desa Blepanawa : Rp687.428.000
  • Desa Kawalelo : Rp713.831.000
  • Desa Bama : Rp667.523.000
  • Desa Lewomuda : Rp637.968.000
  • Desa Ile Padung : Rp714.614.000
  • Desa Bantala : Rp1.073.028.000
  • Desa Sinar Hading : Rp822.666.000
  • Desa Paingnapang : Rp768.578.000
  • Desa Baluk Herin : Rp870.210.000
  • Desa Riangkotek : Rp678.845.000
  • Desa Lewobelen : Rp658.563.000
  • Desa Riangbaring : Rp744.836.000
  • Desa Lewotobi : Rp774.918.000
  • Desa Nurabelen : Rp736.397.000
  • Desa Nobo : Rp840.099.000
  • Desa Lewoawang : Rp756.884.000
  • Desa Dulipali : Rp704.201.000
  • Desa Riang Rita : Rp754.568.000
  • Desa Sagu : Rp992.693.000
  • Desa Kolimasang : Rp851.373.000
  • Desa Kolilanang : Rp1.037.199.000
  • Desa Tikatukan : Rp750.080.000
  • Desa Nisa Nulan : Rp710.054.000
  • Desa Lamahoda : Rp742.712.000
  • Desa Adonara : Rp765.053.000
  • Desa Kolipetung : Rp710.045.000
  • Desa Horowura : Rp671.069.000
  • Desa Kokotobo : Rp704.078.000
  • Desa Lite : Rp765.018.000
  • Desa Kenotan : Rp838.524.000
  • Desa Nubalema : Rp712.532.000
  • Desa Wewit : Rp692.507.000
  • Desa Lewobele : Rp721.409.000
  • Desa Baya : Rp685.058.000
  • Desa Bidara : Rp713.840.000
  • Desa Oesayang : Rp734.195.000
  • Desa Hoko Horowura : Rp687.164.000
  • Desa Lewopao : Rp712.349.000
  • Desa Nubalema Dua : Rp718.232.000
  • Desa Kelike : Rp745.073.000
  • Desa Kelike Aimatan : Rp726.260.000
  • Desa Sulengwaseng : Rp766.751.000
  • Desa Kenere : Rp724.115.000
  • Desa Lemanu : Rp741.563.000
  • Desa Lewograran : Rp713.540.000
  • Desa Bubuatagamu : Rp715.388.000

Dana-dana ini diharapkan dapat digunakan secara efektif untuk pembangunan desa, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat, diharapkan Flores Timur dapat berkembang dan semakin mandiri.

Laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa sejak tahun 2016 hingga 2023, terdapat 869 kasus korupsi Dana Desa yang melibatkan 1.253 pelaku, dengan kerugian negara mencapai Rp932,5 miliar. Modus korupsi ini bervariasi, mulai dari penggelembungan dana, proyek fiktif, hingga laporan palsu. Pelaku sering memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat mengenai pengelolaan anggaran untuk meraup keuntungan pribadi.

Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada empat faktor yang menyebabkan tingginya angka korupsi di sektor desa. Pertama, kurangnya pemahaman masyarakat tentang pembangunan desa serta hak dan kewajiban mereka. Kedua, fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang belum optimal dalam mengawasi penggunaan anggaran. Ketiga, keterbatasan akses informasi bagi masyarakat desa terkait pengelolaan Dana Desa. Keempat, ketidaksiapan kepala desa dan perangkatnya dalam mengelola dana dalam jumlah besar.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah daerah, provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat untuk meningkatkan sistem pengawasan. Tujuannya adalah agar Dana Desa digunakan secara efektif dan efisien, sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipatif, dan disiplin anggaran. Pengawasan yang ketat akan membantu meminimalkan penyalahgunaan dana yang seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat.

Dana Desa sebenarnya adalah dana untuk rakyat, bukan untuk kepentingan kepala desa atau aparat desa. Penggunaan Dana Desa seharusnya difokuskan pada perbaikan infrastruktur, layanan kesehatan, dan upaya menurunkan angka kemiskinan. Kesadaran akan hak ini sangat penting bagi masyarakat desa agar mereka dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan.

Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah dan partisipasi aktif warga desa, program Dana Desa berpotensi menjadi salah satu pilar utama dalam pembangunan desa yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia. Sinergi antara pemerintah dan masyarakat akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan di perdesaan.

Secara keseluruhan, Dana Desa memiliki potensi besar untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, semua pihak harus bekerja sama dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas. Dengan langkah yang tepat, Dana Desa dapat menjadi alat yang efektif untuk pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Indonesia.

Paji Hajju

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun