Sementara itu, anak-anak sekolah harus belajar dengan fasilitas yang sangat minim. Buku-buku usang dan kelas yang sempit menjadi pemandangan sehari-hari. "Kami sedang mencari solusi," kata kepala sekolah sambil tersenyum.
Suatu hari, seorang pejabat datang ke sekolah untuk memberikan sambutan. Dia berjanji akan meningkatkan kualitas pendidikan. "Tapi, kami perlu lebih banyak waktu," ujarnya sambil melirik jam tangan mahalnya.
Rakyat merasa terhibur dengan janji-janji itu. "Janji politik lebih abadi daripada janji suami!" celetuk seorang ibu yang mendengar berita tersebut.
Dalam sebuah forum, sekelompok pemuda mengusulkan ide cemerlang: "Mari kita buat aplikasi yang memudahkan laporan masalah di lingkungan." Semua setuju, tetapi tak ada satu pun yang tahu cara membuatnya.
"Kita bisa minta bantuan pemerintah!" saran salah satu pemuda. Semua tertawa terbahak-bahak. "Itu mimpi yang terlalu tinggi!" jawab yang lainnya.
Di tengah kebingungan itu, muncul seorang pengusaha sukses yang menawarkan solusi. "Saya bisa bantu, tapi dengan biaya yang sesuai." Rakyat terkejut. "Jadi, kita harus bayar untuk melaporkan masalah yang seharusnya gratis?"
Rakyat merasa terjebak dalam lingkaran setan. "Apa bedanya dengan membayar pajak?" tanya seorang pembeli nasi goreng.
Di pasar, para pedagang bercengkerama. "Kita harus bersyukur, setidaknya pemerintah tidak memungut pajak baru," ujar salah satu pedagang. "Tapi, harga cabai naik lagi!" balas yang lain.
Di hari pemilihan umum, rakyat berbondong-bondong datang ke TPS. "Siapa yang akan menyelamatkan kita dari semua ini?" tanya seorang pemuda. "Mungkin kita hanya memilih yang kurang buruk," jawab temannya.
Setelah pemilihan, para pemenang berkumpul dalam sebuah perayaan. "Kami akan membawa perubahan!" teriak salah satu kandidat baru. Rakyat hanya bisa berbisik, "Perubahan apa? Perubahan yang lebih buruk?"
Sementara itu, berita tentang kebijakan baru beredar. "Kami akan meningkatkan kesejahteraan rakyat!" Namun, rakyat hanya melihat harga bahan pokok yang terus melambung.