Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Self-Love dalam Lensa Stoik: Menghadapi Tantangan Zaman Modern

2 Desember 2024   13:47 Diperbarui: 2 Desember 2024   13:58 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
You are Human | sumber foto: pinterest/Jackie Lopez

Pada tahun 2017, Royal Society for Public Health (RSPH) merilis laporan yang mengungkapkan dampak negatif media sosial, khususnya Instagram, terhadap kesehatan mental generasi muda. Survei yang melibatkan lebih dari 1000 responden dari Inggris, Skotlandia, Irlandia Utara, dan Wales menunjukkan bahwa Instagram dapat memicu perasaan rendah diri terkait citra tubuh. Fenomena ini tidak hanya memengaruhi remaja, tetapi juga individu di usia awal 20-an hingga 30-an.

Ketika kita melihat unggahan di Instagram, sering kali kita disuguhkan momen-momen bahagia, perjalanan mewah, dan pencapaian yang mengesankan. Hal ini sering kali membuat kita merasa minder dan terintimidasi, sehingga kita mulai meragukan diri sendiri. Media sosial menjadi cermin yang kadang menipu, di mana kita membandingkan diri kita dengan orang lain dan mengabaikan perjalanan unik masing-masing.

Banyak yang tidak menyadari bahwa rasa insecure yang muncul sering kali berasal dari persepsi kita terhadap apa yang kita lihat di media sosial. Kita cenderung membandingkan diri kita dengan gambaran ideal yang dipresentasikan oleh orang lain, tanpa menyadari bahwa realitas di balik layar bisa sangat berbeda. Memahami hal ini adalah langkah awal untuk mengurangi rasa tidak percaya diri.

Dalam Filsafat Stoikisme, terdapat konsep penting yang dikenal sebagai Dikotomi Kontrol, yaitu pemisahan antara hal yang bisa kita kendalikan dan yang tidak. Dengan memahami ini, kita dapat fokus pada apa yang dapat kita ubah --- pikiran dan reaksi kita terhadap situasi. Ini membantu kita untuk tidak terjebak dalam perasaan negatif yang sering kali dipicu oleh media sosial.

Tulisan ini bertujuan untuk mengajak pembaca mencintai diri sendiri (self-love) dengan menggunakan prinsip-prinsip Stoikisme. Self-love bukan hanya tentang menerima diri, tetapi juga tentang mengelola pikiran dan emosi kita agar lebih positif. Dengan demikian, kita bisa mengurangi insecurities yang sering muncul.

Sebelum saya mengambil jeda dari Instagram, saya sering merasa bahwa unggahan orang lain hanya sekadar pamer. Namun, setelah mempelajari prinsip Stoikisme, saya mulai mengurangi jumlah orang yang saya ikuti dan mengurangi prasangka negatif terhadap diri saya sendiri. Ini membantu saya menyadari bahwa pencapaian orang lain bukanlah ukuran keberhasilan saya.

Ketika saya kembali aktif di Instagram, saya berusaha mengontrol cara pandang saya terhadap apa yang saya lihat. Saya menyadari bahwa saya tidak bisa mengubah apa yang orang lain lakukan, tetapi saya bisa mengubah cara saya meresponsnya. Ini adalah langkah penting untuk membebaskan diri dari perasaan tidak percaya diri.

Filsafat Stoikisme mengajarkan bahwa setiap individu memiliki kebebasan dalam pikiran dan emosi. Misalnya, meskipun pekerjaan saya menuntut lebih banyak waktu, saya memilih untuk tidak membiarkan komentar orang lain mempengaruhi pandangan saya tentang pekerjaan tersebut. Kebebasan berpikir ini sangat penting untuk menjaga kesehatan mental.

Memahami Dikotomi Kendali membantu kita untuk lebih mencintai diri sendiri. Kita perlu memberi ruang untuk menerima dan menghargai diri kita, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Dengan cara ini, kita bisa menjalani hidup dengan lebih bahagia tanpa terbebani oleh ekspektasi orang lain.

Memahami Dikotomi Kendali berbeda dengan bersikap acuh tak acuh. Dalam Stoikisme, sikap acuh tidak dianjurkan karena kita tetap terhubung dengan orang lain. Menyadari bahwa kita tidak mengendalikan segala sesuatu di luar diri kita adalah langkah penting untuk menciptakan keseimbangan antara kepedulian terhadap diri sendiri dan orang lain.

Filsafat Stoikisme bukan sekadar teori, melainkan juga panduan praktis untuk kehidupan sehari-hari. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita dapat lebih baik dalam menghadapi tantangan hidup tanpa terpengaruh oleh pandangan negatif orang lain.

Self-love adalah tentang memberi ruang bagi diri kita untuk tumbuh dan berkembang. Dengan menyadari bahwa jiwa, pikiran, dan emosi kita itu penting, kita dapat lebih menghargai diri sendiri dan mencintai diri kita sepenuhnya.

Konsep Amor Fati, atau mencintai takdir, mengajarkan kita untuk menerima segala hal yang terjadi dalam hidup kita. Dengan mencintai diri kita dan perjalanan kita, baik yang menyenangkan maupun yang sulit, kita bisa menemukan kedamaian dalam diri.

Pernyataan "Seseorang berhak dicintai dan mencintai" menggambarkan pentingnya self-love. Kita berhak mencintai diri sendiri tanpa merasa bersalah atau egois. Mencintai diri sendiri memberi kita kekuatan untuk mencintai orang lain dengan tulus.

Dengan mencintai diri sendiri, kita dapat menghindari pandangan negatif yang sering mengganggu pikiran kita. Self-love membantu kita menikmati hidup tanpa beban berlebihan dan menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana.

Seringkali, kita terjebak dalam pemikiran negatif tentang kekurangan kita. Padahal, setiap individu memiliki kelebihan yang unik. Alih-alih meratapi kekurangan, kita harus fokus pada cara untuk mengembangkan potensi diri dan meningkatkan kelebihan yang kita miliki.

Self-improvement akan sia-sia jika kita tidak mengutamakan cinta pada diri sendiri terlebih dahulu. Kita perlu belajar untuk memaafkan diri dan menjadikan pengalaman buruk sebagai pelajaran agar bisa melangkah maju dengan lebih baik.

Memberikan waktu untuk diri sendiri atau "Me Time" adalah cara yang efektif untuk menjernihkan pikiran dan merayakan pencapaian kita. Ini merupakan bentuk penghargaan kepada diri kita yang perlu dilakukan secara berkala.

Cinta pada diri sendiri sering disalahartikan sebagai egoisme. Namun, cinta pada diri sendiri berarti menghargai diri dan menerima segala hal yang kita miliki, sementara egoisme lebih berfokus pada kepentingan diri tanpa mempedulikan orang lain. Memahami perbedaan ini sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman.

Mencintai diri sendiri adalah fondasi dari kesehatan mental yang baik. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Stoikisme, kita bisa lebih memahami diri kita, mengurangi rasa tidak aman, dan menjalani hidup dengan penuh cinta dan penerimaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun