Mohon tunggu...
Syarmila syam
Syarmila syam Mohon Tunggu... -

Tetaplah berbuat baik, meskipun di luar sana banyak yang mempertanyakan kebaikanmu, walaupun kadang merasa tidak di hargai. tetaplah pada pendirian dengan maksud yang baik. ada masanya semua akan terbalaskan!!!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Asumsi-asumsi dalam Komunikasi Antar Budaya

2 Februari 2016   14:58 Diperbarui: 2 Februari 2016   16:05 4504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Komunikasi tidak bisa dipandang sekedar sebagai sebuah kegiatan yang menghubungkan manusia dalam keadaan pasif, tetapi komunikasi harus dipandang sebagai proses yang menghubungkan manusia melalui sekumpulan tindakan yang terus menerus diperbaharui.

Komunikasi antarbudaya adalah merupakan salah satu kajian dalam ilmu komunikasi. Ada beberapa pendapat bahwa komunikasi antar budaya memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai salah satu kajian dalam ilmu komunikasi karena :

·         Secara teoritis memindahkan focus dari satu kebudayaan kepada kebudayaan yang di bandingkan.

·         Membawa konsep atas makro kebudayaan ke aras mikro kebudayaan.

·         Menghubungkan kebudayaan dengan proses komunikasi.

·         Membawa perhatian kita kepada peranan kebudayaan yang mempengaruhi perilaku.

Ini berarti bahwa proses pembentukan kajian komunikasi antarbudaya harus didukung oleh apa yang disebut dengan “asumsi – asumsi” teoritik. Pertanyaannya adalah apa itu asumsi ? pembicaraan mengenai asumsi tak bisa di pisahkan dari teori di mana teori dapat di artikan sebagai “alat keilmuan” yang bertujuan untuk menerangkan hubungan antara berbagai aktivitas manusia yang diamati. Jadi kalau kita bicara tentang ilmu komunikasi maka sudah tentu ilmu komunikasi mempunyai teori – teori , dan teori – teori itu berguna untuk menerangkan berbagai aktivitas komunikasi manusia (the activity of human communication).

Dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya maka kita mengenal beberapa asumsi, yaitu :

1.    Komunikasi antarbudaya di mulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.

2.    Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi.

3.    Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi.

4.    Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian

5.    Komunikasi berpusat pada kebudayaan

6.    Efektifitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya.

Enam asumsi atau pernyataan teoritis diatas merupakan bagian dari teori – teori komunikasi diantaranya adalah :

1.    Perbedaan Persepsi Antar Komunikator Dan Komunikan

Perbedaan iklim antara komunikator dengan komunikan merupakan asumsi dan bahkan prinsip utama dari komunikasi, terutama komunikasi antarbudaya. Karena ada perbedaan iklim budaya tersebut maka pada umumnya perhatian teoritis atau praktis dari komunikasi selalu di fokuskan pada pesan – pesan yang dihubungkan individu atau kelompok dari dua situasi budaya yang berbeda. Hambatan komunikasi antarbudaya acap kali tampil dalam bentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya , pola – pola berpikir , struktur budaya, dan system budaya. Dengan kata lain kalau kita ingin agar komunikasi antarbudaya menjadi sukses maka hendaklah kita mengetahui dan menerima perbedaan – perbedaan budaya sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki.

2.    Komunikasi Antarbudaya Mengandung Isi dan Relasi Antarpribadi

Secara alamiah proses komunikasi antarbudaya berakal dari relasi sosial antarbudaya yang menghendaki adanya interaksi sosial. Watzlawick , Beavin dan Jackson menekankan bahwa isi (content of communication) komunikasi tidak berada dalam sebuah ruangan yang terisolasi. Isi (content) dan makna (meaning) adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, dua hal yang esensial dalam membentuk relasi (relations). Dengan kata lain, relasi antarmanusia sangat mempengaruhi bagaimana isi dan makna sebuah pesan tersebut terinterpretasi.

3.    Gaya Personal Mempengaruhi Komunikasi Antarpribadi

Gaya komunikasi antarpribadi dapat diterangkan secara kognitif maupun sosial. Beberapa orang memiliki gaya komunikasi yang menunjukkan dominasi (sok kuasa) sebaliknya orang lain mungkin memilih gaya komunikasi yang submisif. Ada orang bercakap – cakap dalam kehangatan namun orang lain menampakan wajah dingin dan kurang bersahabat sehingga membuat perasaan anda merasa kurang enak. Kadang – kadang anda berhadapan dengan orang yang bersikap otoriter namun orang lain sangat demokratis dan partisipatif serta terbuka, ada orang yang cepat bereaksi dan mendahului, namun adapun orang lain menunggu.

Pengalaman sosial dalam berkomunikasi, terutama komunikasi antarbudaya, dengan macam-macam orang dari latar belakang budaya yang berbeda – beda akan membuat anda semakin berpengalaman, berpendapat, dan mungkin memberikan evaluasi secara kognitif tentang gaya personal maupun gaya suatu kelompok tertentu.

4.    Tujuan Komunikasi Antarbudaya : Mengurangi Tingkat Ketidakpastian

Salah satu perspektif komunikasi antarbudaya menekankan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya adalah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain. Dalam penjumpaan antarpribadi, anda dan saya sering berhadapan dengan beberapa ambiguitas tentang relasi, sekurang – kurangnya dalam pertanyaan : Bagaimana perasaan dia terhadap saya? Bagaimana sikap dia terhadap saya? Apa yang saya akan peroleh kalau saya berkomunikasi dengan dia? Pertanyaan tentang kebingungan ini “memaksa” orang untuk berkomunikasi sehingga anda merasa diri berada dalam suasana relasi yang lebih pasti , dan selanjutnya akan mengambil keputusan meneruskan dan menghentikan komunikasi tersebut. Dalam studi komunikasi, terutama teori informasi, diajarkan bahwa tingkat ketidaktentuan itu akan berkurang manakala kita mampu meramalkan secara tepat proses komunikasi.

Usaha untuk mengurangi tingkat ketidakpastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yakni:

1)    Pra-kontak atau tahap pembentukan kesan melalui symbol verbal maupun non verbal (apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi)

2)    Initial contact and impression, yakni tanggapan lanjutan atas kesan yang muncul dari kontak awal tersebut ; misalnya anda bertanya pada diri sendiri; apakah saya seperti dia ? apakah dia mengerti saya? Apakah saya rugi waktu kalau berkomunikasi dengan dia?

3)    Closure, mulai membuka diri anda yang semula tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit. Teori atribusi menganjurkan agar kita harus lebih mengerti perilaku orang lain dengan menyelidiki motivasi atas suatu perilaku atau tindakan dia. Pertanyaan yang relevan adalah apa yang mendorong dia berkata, berpikir atau berbuat demikian? Kalau seseorang menampilkan tindakan yang positif maka kita akan memberikan atribusi motivasi yang positif kepada orang itu, karena dia bernilai bagi relasi kita. Sebaliknya jika orang itu menampilkan tindakan yang negative maka kita akan memberikan atribusi motivasi yang negative pula. Sementara itu kita pun dapat mengembangkan sebuah kesan terhadap orang itu melalui evaluasi atas kehadiran sebuah kepribadian implisit. Bahwa karena anda – di saat awal komunikasi/ pra-kontak – berkesan bahwa orang itu baik maka semua sifat – sifat positif akan mengikuti dia, misalnya karena dia baik maka dia pasti jujur, setia kawan , rendah hati , suka menolong dan lain – lain.

5.    Komunikasi Berpusat Pada Kebudayaan

Kebudayaan yang meliputi seluruh kemanusiaan itu sangat banyak , hal tersebut meliputi seluruh periode waktu dan tempat. Artinya kalau komunikasi itu merupakan bentuk, metode, teknik, proses sosial dari kehidupan manusia yang membudaya maka komunikasi adalah sarana bagi transmis kebudayaan, oleh karena itu kebudayaan itu sendiri merupakan komunikasi. Ada jawaban yang sangat netral yang disampaikan oleh Smith bahwa : “Komunikasi dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan.” Dan Edward T.Hall mengatakan: “Komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi.” Dalam tema atau bagian uraian tentang kebudayaan dan komunikasi, sekurang – kurangnya ada dua jawaban; pertama, dalam kebudayaan ada system dan dinamika yang mengatur kata cara pertukaran simbol – simbol komunikasi; dan kedua, hanya dengan komunikasi maka pertukaran simbol – simbol dapat dilakukan, dan kebudayaan hanya akan eksis jika ada komunikasi.

6.    Tujuan Komunikasi Antarbudaya adalah Efektivitas Antarbudaya

Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi. Demikian pula dapat dikatakan bahwa interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai (komunikasi yang sukses) bila bentuk – bentuk hubungan antarbudaya menggambarkan upaya yang sadar dari peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikan, menciptakan dan memperbaharui sebuah manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya semangat kesetiakawanan, persahabatan, hingga kepada berhasilnya pembagi teknologi, dan mengurangi konflik.

 sumber referensi : Dasar - Dasar Komunikasi Antarbudaya Oleh Dr. Alo Liliweri, M.S

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun