Syarif Hidayatullah. Berdasarkan pengalaman dalam pengamatan ketika menjadi jamaah salat Jumat di beberapa kesempatan, saya terkadang menjumpai khatib (orang yang menyampaikan khutbah) belum atau tidak bisa membedakan antara khutbah dengan ceramah atau taushiyah, misalnya kultum jelang salat tarawih, kajian rutin, dan tabligh akbar. Oleh sebab itu, saya tertarik untuk menyusun ulasan singkat tentang tema ini, dengan harapan memberi wawasan pada diri saya dan para pembaca artikel ini.
A. Syarat:
1.Orang yang melaksanakan khutbah harus laki-laki
2.Berdiri bagi yang mampu, jika tidak mampu berdiri maka boleh dengan duduk, bila duduk tidak mampu maka boleh dengan tidur miring sebagaimana urutan dalam melaksanakan shalat.
3.Duduk diantara dua khutbah. Lamanya duduk disyaratkan tidak sampai memutus muwalah (berturut-turut) khutbah][l\, dan durasi yang paling utama adalah setara waktu lamanya membaca surat al-Ikhlas.
4.Khatib dalam keadaan suci, baik badan maupun mimbarnya
5.Khatib harus tertutup auratnya
6.Rukun khutbah harus diperdengarkan kepada 40 orang (isma'),Â
(Catatan: jumlah 4 0 orang ini menurut Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, diperbolehkan dengan jumlah minimalnya 4 orang. Imam Malik membolehkan dengan kurang dari 4 orang. Bahkan, Abu Tsauri membolehkan hanya 2 orang; yaitu 1 orang khatib/imam dan 1 orang makmum saja. Maka, kalau tidak memenuhi jumlah minimalnya, maka gugur kewajiban melaksanakan shalat jumat, namun tetap berkewajiban melaksanakan shalat dzuhur dengan jumlah 4 rakaat, Sumber: Abu Abdullah Muhammad bin Abdurrahman al-Dimasyqi al-Utsmani al-Syafii, Rahmathul ummah fii ikhtilaafil Ummah, Darul Fikr, tt.: hal. 70).
7.Rukun khutbah harus dapat didengarkan oleh 40 orang (sima')
8.Semua rukun khutbah harus menggunakan bahasa Arab
9.Kedua khutbah harus dilaksanakan pada waktu dhuhur
10.Harus muwalah (berurut-urut), yakni pada tiga tempat, yaitu :
a. Di antara rukun khutbah
b. Di antara dua khutbah
c. Di antara khutbah dan shalat
(Sumber Rujukan: Jamal al-Sulaiman, Hasyiyah al-Jamal, Dar Ihya' al Turasi al Arabi, Bairut Libanon, tanpa tahun, Vo. 2, hal. 27-30).
B.Tata Cara
1. Khatib naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari (waktu dzuhur), kemudian memberi salam dan duduk.
2. Muadzin mengumandangkan adzan sebagaimana halnya adzan dzuhur.
3. Khutbah pertama: Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan hamdalah dan pujian kepada Allah Swt. serta membaca shalawat kepada Rasulullah saw.Â
Kemudian memberikan nasehat kepada para jama'ah, mengingatkan mereka dengan suara yang lantang, menyampaikan perintah dan larangan Allah Swt. dan Rasul-Nya, mendorong mereka untuk berbuat kebajikan serta menakut-nakuti mereka dari berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan serta ancaman-ancaman Allah Swt., Â kemudian duduk sebentar di antara dua khutbah.
4. Khutbah kedua: Khatib memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan pujian kepadaNya. Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan khutbah pertama sampai selesai
5. Khatib kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamat untuk melaksanakan shalat. Kemudian memimpin shalat berjama'ah dua rakaat dengan mengeraskan bacaan.
C. Rukun Khutbah Jumat
1. Rukun Pertama: Hamdalah
Khutbah jumat itu wajib dimulai dengan hamdalah. Yaitu lafaz yang memuji Allah Swt., misalnya lafadz: "Alhamdulillah", atau "Innalhamda lillah", atau "Ahmadullaha". Pendeknya, minimal ada kata "alhamdu" dan kata "Allah", baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
Contoh bacaan:
. . .