Mohon tunggu...
Syarifatul Fadilah
Syarifatul Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif

Seseorang yang sedang meniti kehidupan untuk menuju kehidupan yang lebih baik, baik dunia maupun akhirat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kegiatan Kontribusi Sosial bersama Masyarakat Desa Padamaran Sumatra Selatan

18 Juli 2024   22:33 Diperbarui: 18 Juli 2024   22:35 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marga Danau merupakan salah satu marga di daerah uluan Sumatera Selatan pada masa lalu. Marga adalah bentuk daerah otonom terkecil pada masa Kesultanan dan kolonial Belanda serta pasca kolonial. Marga dihapus tahun 1984 dan digantikan dengan kecamatan. Marga Danau pada masa lampau merupakan wilayah sikap yang diberi keistimewaan untuk menerapkan berbagai budaya yang ada di ibukota Palembang seperti rumah rakit, lomba bidar, wayang dan songket. Songket Marga Danau merupakan salah satu kekayaan budaya yang ada di Marga Danau yang diadopsi dari budaya masyarakat Palembang yang ada di Kesultanan Palembang. Namun seiring dengan penghapusan sistem marga budaya pengrajin songket Marga Danau turut surut dalam masyarakat Pedamaran.

Beberapa komunitas, sekarang mencoba untuk membangkitkan kembali eksistensi songket Marga Danau di Kecamatan Pedamaran. Paling tidak ada dua komunitas pengrajin songket Marga Danau yang ada di Kecamatan Pedamaran, yakni Songket Palembang Desa Cinta Jaya, Kecamatan Pedamaran dan Songket Sungkitan Marga Danau, di Desa Pedamaran VI, Kecamatan Pedamaran. Usaha menghidupkan kembali perkembangan songket Marga Danau di Kecamatan Pedamaran mengalami kendala pada generasi pengrajin songket. Sebab, pada saat ini generasi yang dapat menenun songket dan membuat alat untuk membuat tenun songket semakin terbatas di Kecamatan Pedamaran.

Kain Songket Palembang/dokpri
Kain Songket Palembang/dokpri
Songket di Marga Danau, Kecamatan Pedamaran saat ini, merupakan bagian warisan budaya yang telah menjadi identitas dan jatidiri secara luas bagi masyarakat Sumatera Selatan. Kondisi tidak terlepas dari perjalanan sejarah masyarakat Sumatera Selatan, khususnya Kota Palembang dan termasuk di Marga Danau. Untuk itu, perlu ada usaha pelestarian songket Marga Danau ke depannya. Agar songket Marga Danau tetap bertahan dan eksis kembali ditengah derasnya arus globalisasi yang dipicu oleh kemajuan zaman. Saat ini di Kecamatan Pedamaran, telah terbentuk komunitas para pengrajin songket dalam rangka memperkuat identitas bangsa yang dilakukan dengan bantuan dana desa, di mana pemerintah desa Pedamaran VI bersama-sama seluruh komponen masyarakat terus melakukan berbagai upaya dan tindakan untuk melindungi dan melestarikan budaya Songket Marga Danau tersebut, terutama dalam pengelolaan dan penyelamatan kekayaan budaya tersebut.

Berdasarkan analisis situasi di atas dan diskusi awal dengan Kelompok Sungkitan Marga Danau, di Desa Pedamaran VI, Kecamatan Pedamaran terdapat kesulitan utama dalam membuat Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) untuk Pembuatan Songket Marga Danau karena masih rendahnya tingkat pendidikan, kurang regenerasi dalam hal pembuatan dan kurangnya pengetahuan tentang teknologi, termasuk permodalan untuk membuat Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) tersebut.

Padahal, di Kota Palembang sendiri songket dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan dari berbagai aspek seperti warna, motif dan penggunaannya di masyarakat Palembang. Bahkan songket menjadi produk unggulan Kota Palembang di samping produk lainnya dengan memiliki nilai jual di pasar baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Sama seperti di Kota Palembang, keberadaan songket Marga Danau dalam kehidupan masyarakat Pedamaran juga telah ada sejak zaman Kesultanan Palembang karena motif-motif yang terdapat dalam kain Songket Marga Danau juga mulai menanjak sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam. Kepemilikian songket seperti di tempat lain, songket di Marga Danau juga dijadikan lambang status sosial. Di mana yang berhak dan pantas memakai songket pada waktu itu adalah pasirah dan para kerabat kerabat pasirah yang juga merupakan pelengkap pakaian kebesaran para pasirah di Marga Danau.

Dalam kehidupan budaya masyarakat Pedamaran pada awalnya berkembang di rumah-rumah rakit yang ada di Marga Danau, selanjutnya kerajinan songket diadopsi orang orang dataran di Marga Danau. Pada awalnya songket Marga Danau dimanfaatkan untuk memberikan keindahan tampilan para wanita keluarga pasirah Marga Danau ketika menghadiri acara-acara kenegaraan. Namun pada Perkembangan selanjutnya orang-orang yang memanfaatkan songket di Marga Danau semakin banyak.

Pembuatan kain songket Marga Danau memiliki sepuluh tahapan yang masing-masing tahapan saling terkait antara satu dengan lainnya. Pertama benang di celup, kedua benang dimasukkan dalam klose, ketiga benang di pani, keempat benang dilap untuk lungsin, kelima benang lungsin dimasukan ke dalam sisir. Keenam benang lunsin dipilih dengan pemipil untuk membentuk benang lungsin atas dan benang lungsin bawah, ketujuh benang gun putih dimasukan dalam lungsin, kedelapan dilakukan gun untuk memisah benang lungsin bawah dan benang lungsin atas dan diikat pada dua penyincing. Kesembilan adalah memberi motif diangkat dengan lidi dan yang kesepuluh adalah menenun.

Selain pembuatan songket hal utama yang harus dikerjakan adalah membuat alat untuk membuat alat tenun bukan mesin (ATBM) sebagai peralatan utama untuk tenun Marga Danau. Bagian-bagian untuk membuat alat tenun bukan mesin (ATBM) yang sekaligus akan dijadikan alat-alat perancang berupa alat tenun bukan mesin (ATBM) untuk membuat kain songket Marga Danau, sama dengan alat untuk membuat Songket Palembang, yakni: (1). Dayan alat utama yang digunakan untuk menggulung benang lungsi yang akan ditenun. (2). Cacak digunakan untuk meletakan dayan. (3). Awit berfungsi untuk mengikat benang lungsin sebelum digulung ke dalam dayan. (4). Apit digunakan untuk menggulung benang yang sudah ditenun menjadi kain.  (5). Por digunakan untuk penahan benang lungsin yang sedang ditenun agar tetap tegang. (6) Suri adalah alat yang digunakan untuk menyisir benang pakan menjadi rapat sehingga hasil tenun juga rapat. (7). Tumpuan semacam alat yang digunakan sebagai tumpuan kaki penenun saat melakukan aktivitas menenun. (8). Pemipil disebut juga anak beliro alat untuk menahan benang lungsin motif saat penenun akan memasukan benang emas atau sutra untuk motif warna-warni. (9). Beliro digunakan untuk memadatkan benang sehingga menjadi kain. (10). Pelinting alat yang digunakan untuk penggulung benang yang akan ditenun, baik benang pakan biasa maupun benang pembuat motif seperti benang emas, perak dan benang berwarna lainnya. (11). Teropong alat ini digunakan sebagai tempat pelinting saat digunakan menenun. (12). Buluh penahan alat ini dimasukan ke dalam jalinan benang lungsin agar terlihat kalau ada benang yang putus supaya disambung kembali. (13). Rogan digunakan sebagai tempat peralatan seperti gunting, sisa benang, beliro, teropong dan peralatan lainnya.

Sebagai marga istimewa, Marga Danau memiliki banyak terdapat orang-orang "Palembang asli" yang sudah berdiam di aliran Sungai Babatan sejak masa Kesultanan Palembang. Mereka tinggal di rumah-rumah rakit daerah Marga Danau yang sekarang menjadi Kecamatan Pedamaran. Proses alkulturasi dengan orang-orang "Palembang asli" tersebut memunculkan para pengrajin yang datang dari "orang Pedamaran Asli". Kelompok pengrajin songket ini melahirkan kemahiran ibu-ibu yang dapat menenun songket dan bapak-bapak yang juga mahir membuat alat untuk menenun songket yang disebut dayan. Lambannya regenerasi untuk menularkan kemahiran ini, maka sangat terbatas para pengrajin yang mampu untuk membuat alat tenun bukan mesin (ATBM) sebagai peralatan utama untuk tenun. Sehingga kelompok pengrajin yang memiliki keterampilan membuat membuat alat tenun bukan mesin (ATBM) ini orangnya sudah sangat terbatas sekali.

Proses pembuatan alat tenun bukan mesin (ATBM) sebagai peralatan utama untuk tenun ini juga sangat sederhana. Namun sayangnya berdasarkan observasi awal para pengrajin pembuatan alat tenun bukan mesin (ATBM) sebagai peralatan utama untuk tenun ini di Kecamatan Pedamaran saat ini mulai mengalami berbagai masalah antara lain:

Pertama, para pengrajin alat tenun bukan mesin (ATBM) sebagai peralatan utama untuk tenun ini merupakan usaha home industri walaupun dilakukan oleh komunitas yang mengelompok. Sebagai home industri, akibatnya pengrajin alat tenun bukan mesin (ATBM) untuk Songket Marga Danau tersebut dianggap bukan sebuah kerja tetap oleh para pelaku pengrajin. Seperti hasil wawancara awal, terlihat bahwa waktu pengerjaan atau jam kerja yang digunakan oleh para pelaku pengrajin cenderung tidak teratur. Tidak ada hari dan jam yang terjadwal dari pengrajin, biasanya pengrajin bekerja membuat alat tersebut pada pagi hari hingga sore. Namun ada juga yang bekerja dari sore hari hingga malam hari.

Kedua, adanya permasalah mengenai tenaga tenaga kerja yang terlibat dalam usaha kerajinan alat tenun bukan mesin (ATBM) di Desa Pedamaran VI saat ini. Di mana berdasar hasil wawancara awal, usia tenaga kerja pengrajin berada pada tingkat umur relatif tua  di atas usia menjelang lanjut 65 tahun. Umumnya mereka ini adalah para pengrajin lama yang rata-rata generasi putus sekolah dengan pendidikan SD, saat di daerah Pedamaran belum ada sekolah SMP atau SMA Negeri. Sedangkan, generasi muda saat ini di Kecamatan Pedamaran di usia 16-25 tahun banyak yang menempuh pendidikan Sarjana dan kurang memiliki warisan keahlian membuat dan mengolah alat tenun bukan mesin (ATBM) sehingga saat ini ada keterancaman kehilangan para pelaku pengrajin alat tenun bukan mesin (ATBM) saat ini.

Selain itu, ada anggapan untuk membuat alat tenun bukan mesin (ATBM) ini cenderung mahal memerlukan biaya puluhan juta rupiah. Seperti kajian Antoni et al. (2023) yang lebih disebabkan biasanya para pengrajin dari berbagai daerah harus membelinya di Kota Palembang atau luar Kota Palembang. Padahal sebenarnya untuk membuat alat tenun bukan mesin (ATBM) tidak memerlukan biaya sebesar itu. Adanya anggapan-anggapan sebagai pekerjaan tidak tetap sehingga cenderung kurang keprofesionalan, kehilangan pewarisan pada generasi muda, dan profesi pengrajin alat tenun bukan mesin (ATBM) bukan pekerjaan yang menjanjikan menyebabkan kerajinan ATBM di Kecamatan Pedamaran mengalami keterancampunahan di masa depan. Oleh sebabnya berdasar pengamatan awal Tim Pengabdian, perlu mengada introduksi Pelatihan Perancangan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) untuk Pembuatan Songket Marga Danau dalam Meningkatkan Ekonomi Kreatif Masyarakat Pedesaan di Desa Pedamaran VI, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten OKI perlu dilakukan yang bertalian juga dengan usaha menghidupkan kembali tenun songket Marga Danau di Kecamatan Pedamaran, eks Marga Danau.

Konbus dan Refleksi/dokpri
Konbus dan Refleksi/dokpri

Kedatang kami di sambut dengan sangat antusias oleh anak-anak di Desa Padamaran, Sumatra Selatan/dokpri
Kedatang kami di sambut dengan sangat antusias oleh anak-anak di Desa Padamaran, Sumatra Selatan/dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun